Clara gagal menikah karena calon suaminya direbut oleh sahabatnya sendiri dengan cara licik. Rosa pergi kedukun untuk mengguna-guna David calon suami Clara.
Clara gagal menikah karena calon suaminya direbut oleh sahabatnya sendiri dengan cara licik. Rosa pergi kedukun untuk mengguna-guna David calon suami Clara.
"Akhirnya sebentar lagi impianku untuk hidup bersama Bang David tercapai, Sa," ujar Clara pada Rosa-sahabatnya.
"Uhuk." Rosa tersedak minuman jus jeruk saat mendengar ucapan Clara.
"Kalian mau menikah, Ra?" tanya Rosa seakan tidak percaya dengan pendengarannya.
"Iya, Sa. Doakan semuanya lancar sampai hari H."
"Kapan kalian akan menikah?"
"Sebulan lagi, Sa" Rosa terlihat murung saat mendengar sahabatnya mau menikah.
"Kamu gak suka mendengar aku menikah, Sa."
"Siapa bilang aku gak suka?" Rosa berdiri lalu menghampiri Clara yang duduk di depannya dan memeluk dengan erat.
"Selamat ya, Ra." Dipelukkan Clara, Rosa menitikkkan air mata dengan tangan mengepal.
"Makasih, Sa." Clara mengurai pelukannya lalu menatap heran sahabatnya.
"Kenapa kamu menangis, Sa?"
"Aku menangis karena bahagia sebentar lagi sahabatku akan mengarungi bahtera rumah tangga dengan orang yang dicintainya."
"Aku pikir kamu kenapa menangis begitu. Kamu takut nanti aku gak ada waktu lagi untuk kita hangout. Tenang saja kita pasti masih bisa bersenang-senang." Rosa hanya menanggapi dengan tersenyum kecut.
"Oh iya, apa cowok itu sudah menyatakan perasaannya sama kamu, Sa."
"Belum, Ra. Aku rasa mungkin dia tidak akan menyatakan perasaannya."
"Kenapa begitu, Sa?"
"Dia hanya menganggapku sahabatnya dan sebentar lagi dia akan menikah."
"Apa! Aku pikir dari ceritamu kalian saling mencintai. Brengs*k juga ya cowok itu hanya php," sungut Clara.
"Aku gak suka kamu bilang begitu tentangnya. Mungkin aku saja yang terlalu baper, menyalah artikan perhatian dan kebaikannya."
"Maafkan aku, Sa Aku gak bermaksud bilang begitu. Kapan kamu mengenalkannya padaku, Sa. Dari dulu kamu selalu banyak alasan menolak permintaanku untuk mengenal cowok itu," sungut Clara.
Pada saat mereka sedang mengobrol, ponsel Clara berdering.
"Iya, Sayang. Aku segera ke sana." Clara menutup panggilan teleponnya.
"Maaf ya, Sa. Aku harus pergi menemui Bang David"
"Kenapa dengan David, Ra?" tanya Rosa dengan nada khawatir.
Clara menautkan alisnya saat melihat perubahan wajah Rosa. Dia berpikir ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya.
"Bang David mengajakku untuk memilih cincin pernikahan kami, Sa. Aku pergi dulu ya," pamit Clara.
Clara mencium pipi kanan dan pipi kiri sahabatnya lalu pergi tanpa mendengar jawabannya Rosa. Setelah kepergian Clara, amarah yang sejak tadi ditahannya kini membuncah.
Brak!
Clara menggebrak meja meluapkan emosinya. Semua mata tertuju padanya.
"Mengapa aku selalu kalah darimu, Clara? Kenapa kamu selalu mendapatkan apa yang aku inginkan? Kenapa takdir baik tidak berpihak padaku? Kenapa!" teriak Rosa sambil menangis. Dia tidak peduli dengan bisik-bisik orang yang ada di restoran itu.
"Hei Mbak, kalau mau gila jangan di sini," ujar seorang ibu menatap sinis Rosa.
"Diam kamu," bentak Rosa seraya menatap tajam ibu tersebut.
Rosa merasakan perutnya kram. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang merah lalu berdiri meninggalkan restoran itu. Saat Rosa berjalan semua orang cekikikkan. Rosa tidak memperdulikan mereka. Dia menuju parkiran dan mengendarai mobilnya.
Sesampai di rumahnya, Rosa baru menyadari jika orang-orang di restoran itu menertawakannya karena melihat darah haidnya tembus ke dresnya. Setelah membersihkan diri Rosa kembali menangis sambil menatap foto dirinya dengan seorang laki-laki.
"Kenapa kamu tidak menganggapku ada, menganggapku lebih berarti dalam hidupmu?" Air mata menetes mengenai figura foto itu.
Rosa berselancar di aplikasi berlogo biru. Dia ingin kepo dengan akun Clara. Rosa tersenyum getir saat melihat unggahan Clara beberapa menit yang lalu. Tampak sebuah tangan dengan cincin bermata berlian di jari manis Clara dengan caption cincin dari calon imamku.
"Argh!" teriak Rosa seraya melempar ponselnya di ranjang.
Lama Rosa terdiam hanya buliran bening mengalir membasahi wajahnya. Dia mengambil ponselnya, membuka kembali aplikasi tersebut. Netra Rosa berbinar saat melihat informasi tentang pelet darah haid yang dilakukan seorang istri untuk membuat suaminya kembali dalam pelukannya.
Rosa mencari informasi tentang pelet tersebut. Akhirnya dia mendapatkan alamat dukun yang akan membantunya.
"Ah, kebetulan aku sedang haid. Darah haid di hari pertama yang menjadi syaratnya. Secepatnya aku harus ke rumah dukun itu. Sebentar lagi impianku akan menjadi nyata. Bersiaplah kamu akan bertekuk lutut padaku," gumam Rosa seraya tersenyum sinis.
Rosa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tidak sabar menuju rumah Mbak Sastro-dukun yang akan mewujudkan impiannya bersanding dengan pria pujaan hatinya.
"Rumahnya jelek banget. Apa iya dia dukun sakti? Kok aku jadi ragu begini. Ah, aku coba saja. Siapa tau rumah jelek ini hanya digunakan untuk perdukunan sedangkan rumah aslinya pasti di kawasan elit. Gak mungkin dukun sakti yang banyak uang rumahnya jelek, pinggir kota lagi," batin Rosa.
Rosa keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah Mbah Sastro. Belum juga dia mengetuk pintu, pintu itu sudah terbuka. Tampak laki-laki berusia enam puluhan menatapnya tajam.
"Sudah puas kamu menghina rumah saya," ujar Satro sinis.
"Ba-bagaimana Mbah bisa tahu isi hatiku?" tanya Rosa gugup.
"Jika kamu masih meragukan kemampuan saya, silakan angkat kaki dari rumah jelek ini," ujar Satro datar dan dingin.
"Maafkan aku, Mbah. Aku percaya kalau Mbah Sastro dukun sakti," sahut Rosa seraya menangkupkan kedua tangannya.
"Masuklah," ketus Mbah Satro sembari berbalik badan meninggalkan Rosa yang masih bengong.
Laki-laki yang memakai pakaian serba hitam itu langsung duduk di altarnya. Dia membakar kemenyan. Rosa yang mencium bau kemenyan itu bergidik ngeri apa lagi melihat dihadapannya terdapat sesajen.
"Duduklah," titah Sasto.
"Terima kasih, Mbah. Begini Mbah, aku ke sini mau minta tolong untuk ...."
"Saya sudah tahu maksud tujuanmu kemari. Sebutkan nama laki-laki itu dan juga nama ayahnya."
"David Aldiano dan nama ayahnya Fajar Sandiano."
Sastro tersenyum lalu kembali membakar kemenyan dan memakan bunga kenanga yang ada di nampan sesajen.
"Jenis pelet apa yang kamu mau?"
"Pelet yang akan membuat David bertekuk lutut padaku, Mbah. Aku ingin menikah dengannya," jawab Rosa antusias.
"Pelet darah haid yang dicampur dengan satu tetes air kencingmu itu sangat ampuh membuat lawan jenis yang kamu inginkan bertekuk lutut padamu."
"Iya, aku mau jenis pelet itu, Mbah." Rona bahagia terpancar di wajah Rosa mendengar ucapan Satro.
"Apa kamu siap dengan syarat yang akan saya ajukan?"
"Aku siap, Mbah," jawab Rosa cepat.
"Kamu harus menyiapkan maharnya ...."
"Aku sudah menyiapkannya."
"Jangan memotong omongan saya," bentak Sastro.
"Maaf, Mbah. Aku hanya ingin memberitahu jika sudah mempersiapkan uangnya, Mbah," ujar Rosa menunduk sedangkan Sastro tersenyum simpul mendengar kata uang.
"Setelah mempersiapkan maharnya, kamu harus puasa tiga hari, memotong kambing. Dagingnya kamu bagikan ke orang lain sedangkan darahnya kamu minum."
"Apa Mbah gak salah menyuruhku minum darah kambing?"
"Tidak. Itu syarat yang harus kamu lakukan. Lagi pula hanya tiga kali tegukan kamu minum darah kambing. Apa kamu tidak sanggup melakukan ritualnya, Rosa."
"Aku sanggup, Mbah," sahut Rosa cepat. Dia tidak ingin menyerah gara-gara darah kambing.
"Bagus. Setelah selesai puasa kamu kemari lagi dan membawa darah kambing itu. Darah itu nanti saya bacakan mantra dengan begitu jin peliharaanku akan masuk ke dalam tubuhmu. Dia yang akan membantumu."
"Jin? Aku takut dengan hantu, Mbah." Rosa bergidik ngeri membayangkan tubuhnya dimasuki makhluk ghaib.
"Iya, keberadaannya di tubuhmu agar orang lain tidak akan menyakitimu."
"Baiklah, setelah aku minum darah itu, apa lagi yang harus kulakukan, Mbah?"
"Kamu harus memberikan minuman yang sudah kamu beri darah haid dan satu tetes air kencingmu dengan merapalkan mantra kepada laki-laki yang kamu inginkan."
"Berarti gak harus darah haid di hari pertama ya, Mbah?"
"Untuk yang pertama tidak karena kamu harus berpuasa terlebih dahulu. Selanjutnya bulan berikutnya harus darah haid di hari pertama. Apa kamu sanggup melakukan semua ritual yang aku sebutkan," ujar Sastro.
"Aku sanggup, Mbah."
Sastro kemudian merapalkan mantra dengan menyebut nama David dan ayahnya. Mantra itu dinamakan 'Ajian Pengikat Sukma'.
"Setelah tiga hari kamu datang kemari dan membawa apa yang saya perintahkan."
"Baik, Mbah," sahut Rosa seraya menyerahkan amplop coklat.
********
Setelah melakukan semua ritual dan menghapal mantra yang diberikan Satro, Rosa ingin langsung mempraktekannya. Dia menelepon David untuk datang ke rumahnya.
"Tolong aku, David," ujar Rosa pura-pura panik dan menangis.
"Kamu kenapa, Ca?" tanya David cemas.
"Kamu datang ke rumahku sekarang ya, Dav."
"Maaf, aku gak bisa. Aku sudah ada janji dengan calon istriku, Sa."
"Aku mohon, Dav. Arghhhhh." Rosa pura-pura berteriak lalu memutuskan sambungan telepon. Dia yakin sahabatnya itu pasti datang ke rumahnya.
Rencana Rosa berjalan lancar, sesuai prediksinya David datang.
"Rosa ... buka pintunya, Ca!" teriak David.
Rosa keluar dengan air mata membasahi pipinya. Dia langsung memeluk tubuh David.
"Kamu kenapa, Oca? Cerita sama aku," ujar David seraya mengusap punggung Rosa.
"Ibuku di kampung lagi sakit, Dav."
"Ibu sakit apa, Ca." Rosa pura-pura menangis. Dia bingung harus menjawab apa.
"Sudah, sudah kamu jangan menangis. Kamu harus berdoa agar ibu lekas sembuh."
"Iya, Dav."
"Aku ambilkan minum biar kamu tenang." David ingin beranjak ke dapur, tapi tangannya dicekal Rosa.
"Biar aku ambil sendiri, Dav. Sekalian aku buatkan kopi untuk kamu."
"Gak usah, Ca. Aku bentar lagi pulang. Kasian calon istriku menungguku."
"Sebantar saja, Dav. Gak sampai 10 menit. Ini yang aku takutkan belum menikah saja kamu sudah tidak ada waktu dengan sahabatmu ini apa lagi jika sudah menikah. Kamu pasti melupakanku," ucap Rosa sedih.
"Baiklah, buatkan aku kopi spesial ya, Ca."
"Oke," sahut Rosa tersenyum sembari berlalu menuju dapur.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku seutuhnya, David," seringai Rosa setelah membuat kopi spesial permintaan David. Secangkir kopi yang sudah dimantrai dengan darah haid dan satu tetes air kencing.
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.
Galang duduk di ruang tamu dengan wajah tegang, matanya menatap lurus ke depan meski pikirannya berputar tak menentu. Ia baru saja mendengar kabar bahwa ibu dan adik iparnya akan tinggal bersama mereka di rumah yang sempit ini. Rasa tidak setuju menguasai hatinya; bayangan keributan dan ketidaknyamanan terus menghantui pikirannya. Namun, saat Gaby duduk di hadapannya, suara lembutnya membawa kehangatan yang berbeda. "Mas, kau tahu sendiri apa yang terjadi di desa. Ibu kita kehilangan rumahnya, dan adik juga kebetulan ingin lanjut kuliah. Mereka butuh tempat berteduh, setidaknya untuk sementara," katanya dengan mata berkaca-kaca. Galang menghela napas panjang, tubuhnya sedikit merunduk seolah menanggung beban berat. Kekhawatiran tentang bagaimana hidup bersama mereka akan berjalan, tentang ruang yang terbatas dan konflik yang mungkin muncul, tetap menghantui. Tapi tatapan penuh harap dari Gaby membuatnya luluh. "Aku mengerti, Gaby. Aku hanya ingin semuanya berjalan baik, tanpa ada yang terluka atau merasa tertekan," ucap Galang akhirnya, suaranya berat namun tegas. Gaby tersenyum tipis, meraih tangan Galang dan menggenggamnya erat. Di balik kekhawatiran itu, ada tekad bersama untuk menghadapi ujian ini. Galang tahu, ini bukan hanya soal tempat tinggal, tapi juga tentang keluarga yang harus tetap utuh di tengah badai.
Jika hasrat bagaikan sebilah pedang, pertemuan mereka sudah membuatnya terluka dalam keheningan. Dia menjalani hidup yang penuh dengan bahaya dan kenikmatan-tak pernah menyangka adanya seorang wanita yang bisa membuatnya lengah.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY