/0/6190/coverbig.jpg?v=f4a669f29ca272e50a7ca95000f232ae)
Clara gagal menikah karena calon suaminya direbut oleh sahabatnya sendiri dengan cara licik. Rosa pergi kedukun untuk mengguna-guna David calon suami Clara.
"Akhirnya sebentar lagi impianku untuk hidup bersama Bang David tercapai, Sa," ujar Clara pada Rosa-sahabatnya.
"Uhuk." Rosa tersedak minuman jus jeruk saat mendengar ucapan Clara.
"Kalian mau menikah, Ra?" tanya Rosa seakan tidak percaya dengan pendengarannya.
"Iya, Sa. Doakan semuanya lancar sampai hari H."
"Kapan kalian akan menikah?"
"Sebulan lagi, Sa" Rosa terlihat murung saat mendengar sahabatnya mau menikah.
"Kamu gak suka mendengar aku menikah, Sa."
"Siapa bilang aku gak suka?" Rosa berdiri lalu menghampiri Clara yang duduk di depannya dan memeluk dengan erat.
"Selamat ya, Ra." Dipelukkan Clara, Rosa menitikkkan air mata dengan tangan mengepal.
"Makasih, Sa." Clara mengurai pelukannya lalu menatap heran sahabatnya.
"Kenapa kamu menangis, Sa?"
"Aku menangis karena bahagia sebentar lagi sahabatku akan mengarungi bahtera rumah tangga dengan orang yang dicintainya."
"Aku pikir kamu kenapa menangis begitu. Kamu takut nanti aku gak ada waktu lagi untuk kita hangout. Tenang saja kita pasti masih bisa bersenang-senang." Rosa hanya menanggapi dengan tersenyum kecut.
"Oh iya, apa cowok itu sudah menyatakan perasaannya sama kamu, Sa."
"Belum, Ra. Aku rasa mungkin dia tidak akan menyatakan perasaannya."
"Kenapa begitu, Sa?"
"Dia hanya menganggapku sahabatnya dan sebentar lagi dia akan menikah."
"Apa! Aku pikir dari ceritamu kalian saling mencintai. Brengs*k juga ya cowok itu hanya php," sungut Clara.
"Aku gak suka kamu bilang begitu tentangnya. Mungkin aku saja yang terlalu baper, menyalah artikan perhatian dan kebaikannya."
"Maafkan aku, Sa Aku gak bermaksud bilang begitu. Kapan kamu mengenalkannya padaku, Sa. Dari dulu kamu selalu banyak alasan menolak permintaanku untuk mengenal cowok itu," sungut Clara.
Pada saat mereka sedang mengobrol, ponsel Clara berdering.
"Iya, Sayang. Aku segera ke sana." Clara menutup panggilan teleponnya.
"Maaf ya, Sa. Aku harus pergi menemui Bang David"
"Kenapa dengan David, Ra?" tanya Rosa dengan nada khawatir.
Clara menautkan alisnya saat melihat perubahan wajah Rosa. Dia berpikir ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya.
"Bang David mengajakku untuk memilih cincin pernikahan kami, Sa. Aku pergi dulu ya," pamit Clara.
Clara mencium pipi kanan dan pipi kiri sahabatnya lalu pergi tanpa mendengar jawabannya Rosa. Setelah kepergian Clara, amarah yang sejak tadi ditahannya kini membuncah.
Brak!
Clara menggebrak meja meluapkan emosinya. Semua mata tertuju padanya.
"Mengapa aku selalu kalah darimu, Clara? Kenapa kamu selalu mendapatkan apa yang aku inginkan? Kenapa takdir baik tidak berpihak padaku? Kenapa!" teriak Rosa sambil menangis. Dia tidak peduli dengan bisik-bisik orang yang ada di restoran itu.
"Hei Mbak, kalau mau gila jangan di sini," ujar seorang ibu menatap sinis Rosa.
"Diam kamu," bentak Rosa seraya menatap tajam ibu tersebut.
Rosa merasakan perutnya kram. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang merah lalu berdiri meninggalkan restoran itu. Saat Rosa berjalan semua orang cekikikkan. Rosa tidak memperdulikan mereka. Dia menuju parkiran dan mengendarai mobilnya.
Sesampai di rumahnya, Rosa baru menyadari jika orang-orang di restoran itu menertawakannya karena melihat darah haidnya tembus ke dresnya. Setelah membersihkan diri Rosa kembali menangis sambil menatap foto dirinya dengan seorang laki-laki.
"Kenapa kamu tidak menganggapku ada, menganggapku lebih berarti dalam hidupmu?" Air mata menetes mengenai figura foto itu.
Rosa berselancar di aplikasi berlogo biru. Dia ingin kepo dengan akun Clara. Rosa tersenyum getir saat melihat unggahan Clara beberapa menit yang lalu. Tampak sebuah tangan dengan cincin bermata berlian di jari manis Clara dengan caption cincin dari calon imamku.
"Argh!" teriak Rosa seraya melempar ponselnya di ranjang.
Lama Rosa terdiam hanya buliran bening mengalir membasahi wajahnya. Dia mengambil ponselnya, membuka kembali aplikasi tersebut. Netra Rosa berbinar saat melihat informasi tentang pelet darah haid yang dilakukan seorang istri untuk membuat suaminya kembali dalam pelukannya.
Rosa mencari informasi tentang pelet tersebut. Akhirnya dia mendapatkan alamat dukun yang akan membantunya.
"Ah, kebetulan aku sedang haid. Darah haid di hari pertama yang menjadi syaratnya. Secepatnya aku harus ke rumah dukun itu. Sebentar lagi impianku akan menjadi nyata. Bersiaplah kamu akan bertekuk lutut padaku," gumam Rosa seraya tersenyum sinis.
Rosa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tidak sabar menuju rumah Mbak Sastro-dukun yang akan mewujudkan impiannya bersanding dengan pria pujaan hatinya.
"Rumahnya jelek banget. Apa iya dia dukun sakti? Kok aku jadi ragu begini. Ah, aku coba saja. Siapa tau rumah jelek ini hanya digunakan untuk perdukunan sedangkan rumah aslinya pasti di kawasan elit. Gak mungkin dukun sakti yang banyak uang rumahnya jelek, pinggir kota lagi," batin Rosa.
Rosa keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah Mbah Sastro. Belum juga dia mengetuk pintu, pintu itu sudah terbuka. Tampak laki-laki berusia enam puluhan menatapnya tajam.
"Sudah puas kamu menghina rumah saya," ujar Satro sinis.
"Ba-bagaimana Mbah bisa tahu isi hatiku?" tanya Rosa gugup.
"Jika kamu masih meragukan kemampuan saya, silakan angkat kaki dari rumah jelek ini," ujar Satro datar dan dingin.
"Maafkan aku, Mbah. Aku percaya kalau Mbah Sastro dukun sakti," sahut Rosa seraya menangkupkan kedua tangannya.
"Masuklah," ketus Mbah Satro sembari berbalik badan meninggalkan Rosa yang masih bengong.
Laki-laki yang memakai pakaian serba hitam itu langsung duduk di altarnya. Dia membakar kemenyan. Rosa yang mencium bau kemenyan itu bergidik ngeri apa lagi melihat dihadapannya terdapat sesajen.
"Duduklah," titah Sasto.
"Terima kasih, Mbah. Begini Mbah, aku ke sini mau minta tolong untuk ...."
"Saya sudah tahu maksud tujuanmu kemari. Sebutkan nama laki-laki itu dan juga nama ayahnya."
"David Aldiano dan nama ayahnya Fajar Sandiano."
Sastro tersenyum lalu kembali membakar kemenyan dan memakan bunga kenanga yang ada di nampan sesajen.
"Jenis pelet apa yang kamu mau?"
"Pelet yang akan membuat David bertekuk lutut padaku, Mbah. Aku ingin menikah dengannya," jawab Rosa antusias.
"Pelet darah haid yang dicampur dengan satu tetes air kencingmu itu sangat ampuh membuat lawan jenis yang kamu inginkan bertekuk lutut padamu."
"Iya, aku mau jenis pelet itu, Mbah." Rona bahagia terpancar di wajah Rosa mendengar ucapan Satro.
"Apa kamu siap dengan syarat yang akan saya ajukan?"
"Aku siap, Mbah," jawab Rosa cepat.
"Kamu harus menyiapkan maharnya ...."
"Aku sudah menyiapkannya."
"Jangan memotong omongan saya," bentak Sastro.
"Maaf, Mbah. Aku hanya ingin memberitahu jika sudah mempersiapkan uangnya, Mbah," ujar Rosa menunduk sedangkan Sastro tersenyum simpul mendengar kata uang.
"Setelah mempersiapkan maharnya, kamu harus puasa tiga hari, memotong kambing. Dagingnya kamu bagikan ke orang lain sedangkan darahnya kamu minum."
"Apa Mbah gak salah menyuruhku minum darah kambing?"
"Tidak. Itu syarat yang harus kamu lakukan. Lagi pula hanya tiga kali tegukan kamu minum darah kambing. Apa kamu tidak sanggup melakukan ritualnya, Rosa."
"Aku sanggup, Mbah," sahut Rosa cepat. Dia tidak ingin menyerah gara-gara darah kambing.
"Bagus. Setelah selesai puasa kamu kemari lagi dan membawa darah kambing itu. Darah itu nanti saya bacakan mantra dengan begitu jin peliharaanku akan masuk ke dalam tubuhmu. Dia yang akan membantumu."
"Jin? Aku takut dengan hantu, Mbah." Rosa bergidik ngeri membayangkan tubuhnya dimasuki makhluk ghaib.
"Iya, keberadaannya di tubuhmu agar orang lain tidak akan menyakitimu."
"Baiklah, setelah aku minum darah itu, apa lagi yang harus kulakukan, Mbah?"
"Kamu harus memberikan minuman yang sudah kamu beri darah haid dan satu tetes air kencingmu dengan merapalkan mantra kepada laki-laki yang kamu inginkan."
"Berarti gak harus darah haid di hari pertama ya, Mbah?"
"Untuk yang pertama tidak karena kamu harus berpuasa terlebih dahulu. Selanjutnya bulan berikutnya harus darah haid di hari pertama. Apa kamu sanggup melakukan semua ritual yang aku sebutkan," ujar Sastro.
"Aku sanggup, Mbah."
Sastro kemudian merapalkan mantra dengan menyebut nama David dan ayahnya. Mantra itu dinamakan 'Ajian Pengikat Sukma'.
"Setelah tiga hari kamu datang kemari dan membawa apa yang saya perintahkan."
"Baik, Mbah," sahut Rosa seraya menyerahkan amplop coklat.
********
Setelah melakukan semua ritual dan menghapal mantra yang diberikan Satro, Rosa ingin langsung mempraktekannya. Dia menelepon David untuk datang ke rumahnya.
"Tolong aku, David," ujar Rosa pura-pura panik dan menangis.
"Kamu kenapa, Ca?" tanya David cemas.
"Kamu datang ke rumahku sekarang ya, Dav."
"Maaf, aku gak bisa. Aku sudah ada janji dengan calon istriku, Sa."
"Aku mohon, Dav. Arghhhhh." Rosa pura-pura berteriak lalu memutuskan sambungan telepon. Dia yakin sahabatnya itu pasti datang ke rumahnya.
Rencana Rosa berjalan lancar, sesuai prediksinya David datang.
"Rosa ... buka pintunya, Ca!" teriak David.
Rosa keluar dengan air mata membasahi pipinya. Dia langsung memeluk tubuh David.
"Kamu kenapa, Oca? Cerita sama aku," ujar David seraya mengusap punggung Rosa.
"Ibuku di kampung lagi sakit, Dav."
"Ibu sakit apa, Ca." Rosa pura-pura menangis. Dia bingung harus menjawab apa.
"Sudah, sudah kamu jangan menangis. Kamu harus berdoa agar ibu lekas sembuh."
"Iya, Dav."
"Aku ambilkan minum biar kamu tenang." David ingin beranjak ke dapur, tapi tangannya dicekal Rosa.
"Biar aku ambil sendiri, Dav. Sekalian aku buatkan kopi untuk kamu."
"Gak usah, Ca. Aku bentar lagi pulang. Kasian calon istriku menungguku."
"Sebantar saja, Dav. Gak sampai 10 menit. Ini yang aku takutkan belum menikah saja kamu sudah tidak ada waktu dengan sahabatmu ini apa lagi jika sudah menikah. Kamu pasti melupakanku," ucap Rosa sedih.
"Baiklah, buatkan aku kopi spesial ya, Ca."
"Oke," sahut Rosa tersenyum sembari berlalu menuju dapur.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku seutuhnya, David," seringai Rosa setelah membuat kopi spesial permintaan David. Secangkir kopi yang sudah dimantrai dengan darah haid dan satu tetes air kencing.
Aku bingung dengan situasi yang menimpaku saat ini, Dimana kakak iparku mengekangku layaknya seorang kekasih. Bahkan perhatian yang diberikan padaku-pun jauh melebihi perhatiannya pada istrinya. Ternyata dibalik itu semua, ada sebuah misteri yang aku sendiri bingung harus mempercayai atau tidak.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.