Eiwa telah telah meloncati dari satu tempat ke tempat yang lain hanya dengan satu kali helaan napas. Ia telah berkelana dari sisi barat dan sampai ujung timur.
Eiwa telah menjelajahi utara yang dingin dan berakhir membeku di selatan yang lebih dingin, tetapi tidak ada tempat yang bisa ia singgahi untuk menghangatkan tubuh.
Eiwa hanya ingin pulang. Bumi bukanlah tempat yang nyaman untuknya menghabiskan seluruh hidup.
Matahari di bumi terlalu panas untuk kulitnya yang putih bak porselen. Udara yang menguar terlalu kotor untuk dihirup, dan air terlalu bau untuk diminum.
Kendati begitu, bumi seolah telah merantai tubuhnya seperti penjara yang menerungku jiwanya. Eiwa tidak bisa pulang sebelum tujuannya tercapai.
Di bumi, Eiwa tidak dapat mati, tetapi tidak juga hidup.a Ia dapat dilihat, tetapi tidak dapat disentuh. Wajahnya hampir menyerupai manusia, tetapi ia tetap tak sama.
Tak ada orang yang mengenalnya, atau sebenarnya ia sendiri tidak ingin orang lain mengenalnya.
Eiwa hidup sendirian di bumi yang ramai. Dia tidak memiliki teman apalagi keluarga. Satu-satunya sahabat yang setia menemani adalah rasa sunyi.
Sudah satu abad ia hidup seperti itu, berkelana dari satu tempat ke tempat yang lainnya hanya untuk mencari jalan untuk pulang. Pulang ke dunianya.
Akan tetapi, satu abad sudah berlalu, tetapi ia tetap tak menemukan satu pun manusia yang bisa ia sentuh tanpa harus menimbulkan rasa sakit dan menyakiti manusia itu sendiri.
Belahan jiwa, begitu yang pernah Eiwa dengar sebelum meteor membawanya ke bumi untuk mencari belahan jiwanya demi menyempurnakan eksistensinya.
Leluhurnya mengatakan bahwa di jagat raya ada tujuh jiwa yang tersebar di planet yang berada. Siapa pun yang berhasil menyatukan ketujuh jiwa tersebut, maka ia akan dapat meloncati dunia antara dimensi tanpa batas waktu.
Untuk mencapai mimpinya, Eiwa telah berkelana dari satu dimensi ke dimensi yang lainya, hingga ia harus berakhir bumi, dan tersesat di sana.
Akan tetapi, mencari manusia di bumi tidaklah udah, seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Walau satu abad sudah berlalu, tetapi Eiwabelum menemukan jiwa yang ia cari.
Setelah satu abad hidup dalam kehampaan, tepat pada malam di mana Eiwa merasa putus asa, untuk pertama kalinya pertanda itu muncul dari tubuh seorang wanita.
Sama seperti hari-hari biasa, saat Eiwa loncat dari satu tempat ke tempat yang lain sesuka hati, tubuhnya secara tidak sengaja mendarat tepat di depan sebuah mobil yang melaju cepat.
Tubuh Eiwa terpental ke aspal dan terluka, meskipun luka itu sebenarnya akan menghilang sendiru dan tidak berbekas sama sekali, seperti biasanya.
Ternyata bagi Eiwa kecelakaan malam itu membawa ribuan harapan yang nyaris hilang.
Akhirnya setelah sekian lama Eiwa sabar menunggu, pertanda itu menampakkan diri tubuh seorang manusia wanita.
Aroma yang menguar dari tubuh wanita itu sewangi kasturi. Membuat Eiwa tergoda untuk mendekatinya.
Kemana pun Eiwa pergi, wangi itu masih menempel dalam indra penciumannya, membuat ia bagaikan melayang-layang di udara.
Harapan Eiwa untuk bisa pulang kembali ke tempat asal, akhirnya menyala lagi setelah hampir padam karena keputusasaan.
Keberadaan wanita itu seperti dian yang menerangi malam gelap gulita. Kini kehadiran wanita itu bagaikan sebuah pelita itu mulai menyala-nyala.
Jika ada orang yang bisa membantu Eiwa pulang ke dunia yang sangat ia rindukan Wanita orangnya; Nadine begitulah orang-orang menyebut namanya.
Eiwa tersenyum, bayangan wajah perempuan bernama Nadine menari-nari dalam pelupuk matanya.
Wajah perempuan itu mengingatkan pada seseorang. Seseorang yang sangat ia rindukan, seseorang yang menjadi alasan mengapa Eiwa harus kembali ke tempat ia berasal.
Akankah orang yang Eiwa rindukan masih setia menunggu? Seperti janji mereka untuk kembali merajut kehidupan setelah Eiwa menemukan jiwa-jiwanya yang terberai di tujuh dimensi kehidupan.
Ah, kekasihnya pasti masih setia, pikir Eiwa. Bukankah mereka telah berikrar untuk saling setia sehidup semati?
Bagi bangsa mereka, janji yang sudah terikrar pantang untuk dilerai. Jika hal itu terjadi maka kematian adalah satu-satunya jalan keluar.
Eiw menatap setiap inci wajah Nadine yang tertidur pulas di depannya. Bibir Nadien merekah semerah mawar, bola matanya yang tertutup mendedahkan bulu mata yang lentik, kulit pipinya semulus sutra, dan hidungnya yang mungil sangat menggoda.
Lagi-lagi bau harum kasturi menguar dari dalam tubuh Nadien dan memenuhi udara, membuat Eiwa mabuk kepayang.
Eiwa menyedut aroma itu sepuasnya. Ada kehangatan dan kepuasan yang menjalar dalam urat-urat tubuhnya, menghangatkan tubuhnya yang dingin dan kesepian.
Perlahan tangannya mengusap wajah Nadine yang sedang terlelap.
Eiwa tersenyum ketika melihat bibir Nadine yang merekah. Tanpa sadar ia mengusap bibir itu dengan tangannya.
Kemudian terdengar dengkuran halus dari mulut mungilnya. Manusia, secantik apapun wajahnya ia akan selalu mendengkur saat sedang tertidur.
Ah, manusia tertidur seperti orang mati. Itu adalah bentuk kenikmatan yang tidak bisa Eiwa miliki.
Terbesit iri melihat manusia tidur begitu lelap dan nikmat. Manusia meskipun makhluk yang paling lemah, tetapi memiliki kekuatan yang begitu istimewa. Setidaknya ketika mereka tertidur maka hilang pula segala beban yang menggelayut di pundaknya.
Tiba-tiba Nadine membalikan badan dan tidak sengaja telapak tangannya yang lembut menempel di lengan Eiwa. Ia
Untuk beberapa beberapa saat Eiwa tertegun saat kulit mereka bersentuhan. Ada sensasi aneh yang mengalir dalam pembuluh darahnya dan berlari menuju jantungnya.
Eiwa bahkan bisa mendengar dengan sangat jelas detak jantung yang berdegup kencang, seolah-olah ingin keluar dari rongga dadanya.
Entah berapa lama Eiwa duduk menekuri setiap inci wajah Nadine. Tak salah lagi, dialah belahan jiwa yang selama ini ia cari, pikirnya
Eiwa hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan apa yang harus ia lakukan agar bisa pulang. Selagi menunggu waktu yang tepat itu, ia akan selalu menjaga Nadine dari hal apapun yang dapat membuat ia kehilangan kesempatan untuk pulang.
Darah dan tubuh Nadine adalah kunci untuk membuka portal yang selama ini terkunci, Eiwa hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk membukanya.
"Nadine, kau adalah milikku." Eiwa tiba-tiba tersenyum, lebih tepatnya ia menyeringai.
To be continued ....