/0/8194/coverbig.jpg?v=d693e1ddf27c5f6ef815a7dd162499b1)
Ari Sandiago Revan adalah pecandu narkoba yang membenci mamanya hingga membuatnya beranggapan bahwa semua wanita sama hanya menjadi benalu laki-laki. Samuel adalah seorang pengusaha yang pernah menyelamatkan Ari dari overdosis hingga mengangkatnya menjadi CEO di salah satu perusahaan miliknya ternyata sejak lama menginginkan Ari lebih dari sekadar pertemanan. Menyadari hal tersebut, Ari kemudian berusaha menghindar dari jebakan Samuel. Marsya adalah gadis misterius yang diselamatkan Ari saat bunuh diri di laut justru membuatnya jatuh cinta. Meski mendapat ancaman dan teror dari Samuel, tak lantas membuat Ari takut. Justru benih cinta kepada Marsya semakin tumbuh. Dapatkah Ari mempertahankan hubungannya dengan Marsya dari segala ancaman?
Kulihat Annisa tengah duduk di sebuah batu besar di pinggir sungai bersama seorang anak laki-laki. Itukah yang bernama Rasya, anak kecil yang menjadi pengemis di Mesir. Ternyata dia sudah dipulangkan ke Indonesia, seperti yang pernah diceritakan Annisa padaku.
Annisa tampak asyik mengobrol dengan Rasya. Melihat senyumnya yang manis, mengingatkan aku pada Marsya. Setali tiga uang, aku mencintai keduanya. Cukup lama aku berdiri mematung sembari memerhatikan Annisa dari kejauhan. Sepertinya Annisa belum menyadari keberadaanku.
"Ehem." Aku bergumam.
Spontan Annisa dan Rasya menoleh.
"Ari? Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku ada di sini?"
"Aku sudah menduganya kamu pasti akan datang kemari."
"Ada perlu apa sampai kamu menyusulku?" tanya Annisa sedikit ketus. Sepertinya dia tidak suka dengan kehadiranku.
"Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu. Ada satu hal yang perlu kita bicarakan."
"Hal apa? Bukankah sekarang ingatanmu sudah kembali. Lalu hal apa lagi?"
Entah mengapa, sikap Annisa padaku sekarang berubah dingin. "Ayo, Sya, kita ke rumah. Permisi," Annisa menggandeng Rasya dan berjalan melewatiku.
"Tentang perjodohan itu."
Annisa menghentikan langkahnya. Ia menghela napas berat.
"Rasya, kamu pulang dulu ya nanti Kakak nyusul. Kakak mau bicara sama Kak Sandy."
"Kakak tidak apa-apa ditinggal sendiri?"
"Tidak apa-apa Rasya. Sudah sana."
"Kalau begitu, Rasya pergi dulu ya, Kak. Assalamualaikum," kata Rasya sambil mencium tangan Annisa.
"Waalaikum salam," sahut Annisa.
"Waalaikum salam." Aku juga menjawab salam Rasya walau dengan suara pelan.
"Aku sudah mendengar semua pembicaraanmu dengan Abah. Sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan lagi, Ari Sandiago Revan?" tatapan Annisa begitu nanar.
Kata-kata Annisa yang memanggilku dengan nama lengkap seolah menekankan bahwa dia menyimpan sesuatu dalam hatinya. Entah apa yang sedang dipikirkannya tentangku saat ini.
"Apa kamu marah padaku karena aku menolak perjodohan itu?"
"Kenapa aku harus marah? Maaf, aku harus pergi. Assalamualaikum." Annisa buru-buru pergi. Tanpa menjawab salamnya, aku langsung menyambar lengannya yang terbungkus baju hijabnya.
"Akù suka kamu." Akhirnya tiga kata itu terlontar dari mulutku.
Waktu seolah berjalan lambat. Aku masih mencengkram lengan Annisa. Dia bahkan tidak berusaha untuk melepaskan ketika bersentuhan dengan lawan jenisnya. Tak suka berbicara dengan orang yang membelakangiku, kugeser tubuhku ke depan Annisa. Jarak kami hanya beberapa senti saja.
"Kalau boleh aku meminta, lebih baik Allah menghapus semua kenangan masa laluku supaya aku bisa memilihmu."
"Tapi itu tidak mungkin, kan? Sudahlah. Lupakan aku," tegas Annisa.
"Aku suka kamu, Annisa. Bagaimana bisa aku melupakanmu?" Aku tersenyum hambar ketika melihat ekspresinya.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, kembali aku berujar, "Kenapa waktu itu kamu menangis saat mengetahui aku menolak perjodohan itu. Apa karena ada perempuan lain di masa laluku? Atau jangan-jangan kamu juga menyukaiku?" Kutancapkan pertanyaan di relung hatinya. Membuat Annisa mematung seketika. "Kenapa diam?"
"Lepaskan tanganku!" seru Annisa.
"Jawab dulu pertanyaanku." Aku masih bersikukuh sampai mendapatkan jawaban langsung dari mulut Annisa.
"Aku mohon, lepaskan tanganku." Kali ini Annisa memohon. Kurenggangkan cengkramanku sampai tangannya terlepas dari belenggu.
Mendadak aku terbengong seolah terhipnotis oleh kata-katanya hingga tanpa sadar Annisa melewatiku.
Sejenak keheningan menyergap kami. Bergelut dengan pikiran masing-masing. Angin di tepi sungai itu menyapu dedaunan pohon di sekitar. Menimbulkan irama gemerisik yang melankolis.
"Maaf aku tak bisa menjawab pertanyaanmu. Bukankah kamu bilang mencintai perempuan itu? Maka lupakan saja aku, anggap saja kita tidak pernah bertemu. Assalamualaikum," suara Annisa memecah keheningan. Sontak menyeretku pada kenyataan.
Aku memutar badan setelah menyadari Annisa pergi.
"Tunggu Annisa!" seruku, tapi Annisa tetap berlalu.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?