Bayangkan bagaimana dia mendengar apa yang diucapkan oleh dokter dihadapan nya tersebut, seolah-olah dunia akan runtuh saat ini juga atas keputusan yang dibuat tanpa pernah dia duga.
setelah berita buruk soal dirinya sendiri ini dia harus menerima berita lainnya soal saudara kembarnya.
Dia diam, memilih terus mendengarkan ucapan dokter yang ada di hadapannya tersebut untuk beberapa waktu sembari sesekali dia menggenggam kedua telapak tangannya.
Pikiran yang berkelana untuk ke mana dia tidak tahu, yang dipikirkan saat ini adalah bagaimana caranya biar mendapatkan uang untuk melakukan operasi saudara kembar ya yang tidak baik-baik saja dan berada dalam kondisi kritisnya.
Mereka hanya orang miskin yang tidak memiliki apa-apa karena tidak memiliki keluarga satupun di sana, saling bertahan antara satu dengan yang lainnya dan hanya ada seorang bibi muda yang selalu menjaga mereka.
Andaikan saja mereka orang kaya mungkin dia tidak harus seperti hari ini bekerja pagi, siang,sore dan malam hanya untuk membanting tulang, dan adaikan mereka adalah orang kaya mungkin biaya operasi hanya seperti mimpi, seolah-olah mengeluarkan selembar kertas atau bahkan dedaunan yang ada di halaman depan rumah.
Sesulit inikah menjadi orang miskin? apa-apa harus dinilai dengan uang dan setiap kali mencarinya harus butuh perjuangan ekstrim, tanpa berjuang setengah mati maka tidak akan mungkin sampai pada titik menjadi orang kaya yang memiliki segala-galanya.
Lelahkah dia?!.Entahlah dia tidak tahu jawabannya.
"Apakah tidak ada pilihan lain?" Tanya gadis tersebut pelan, dia masih menggenggam erat takut tangannya, bisa dilihat dengan jelas bagaimana ekspresi wajah penuh kegelisahan tampil di balik wajah cantik gadis tersebut, masih berharap mungkin ada pilihan lain atau mungkin apapun itu selain daripada operasi.
Dia dan kembarannya realitanya tidak baik-baik saja, mereka berada pada fase yang sangat sulit sekali untuk dijelaskan dengan kata-kata.
Sama-sama sulit, dia dan sakit nya di mana dalam beberapa hari kemarin satu proses pengecekan kesehatan nya membuahkan hasil, dokter berkata ada kanker di rahim nya.
"Hahhh!"
Alessia ingin sekali menangis, namun dia berusaha untuk tertawa, menyembunyikan rasa sakit yang ada di dalam hatinya, tidak menampakkan sedikitpun luka di hadapan kembarannya atau bahkan bibi muda.
memaksakan diri untuk berkata jika dia baik-baik saja.
Lalu kini bagaimana bisa kembaran nya harus melewati masa sulit pada kehamilan kritis nya, di buang oleh keluarga yang menghamili Agnessia yang ada di luar nikah karena jebakan seseorang pada satu malam berat hingga berakhir seperti ini.
"Hahhhh"Gadis tersebut mengehela kasar nafasnya.
"Kita Sudah tidak memiliki pilihan lainnya"jawab dokter yang ada dihadapan nya tersebut pelan.
Alessia kembali tidak menjawab, memilih diam sembari terus menatap ke arah depan, kenapa takdirnya masih sekejam ini kepada mereka juga kepada dirinya.
******
Ruang rawat inap.
Rumah sakit xxxxxxx.
Bola mata Alessia menatap dalam satu sosok perempuan yang tidak berdaya di atas kasur rumah sakit mendominasi berwarna putih dihadapan nya tersebut, dia sama sekali tidak mengeluarkan suaranya, menatap nanar kearah sosok perempuan yang memiliki wajah sama persis seperti dirinya tersebut.
gadis tersebut baru saja membuka pintu kamar dimana saudara Kembar nya dirawat, melangkah maju mendekati Agnessia secara perlahan, memilih duduk di satu kursi kayu tepat di samping kanan di mana saudara kembarnya tergeletak tak berdaya saat ini.
bisa dia lihat bagaimana perut yang sudah membesar tinggal menunggu masa kelahiran milik Agnes, keadaan tersebut membuat dirinya semakin resah saat ini.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Alessia membatin didalam hati nya, menatap gusar pada Agnessia yang belum juga terjaga, selang-selang Infus tertancap ditubuh Perempuan yang ada di hadapannya itu.
selama kehamilannya saudara kembarnya tidak baik-baik saja, ada berbagai macam penyakit yang menyerangnya belum lagi tingkat stress yang menghantam Agnessia.
meskipun mereka telah mencoba berbagai macam alternatif untuk pengobatan Agnessia, realitanya mereka tetap saja tidak berhasil untuk menyembuhkan perempuan tersebut, dan kini pada akhirnya ada di sini sang kembaran nya, berjuang di antara hidup dan mati di atas kasur mendominasi berwarna putih dan tidak lama lagi akan berjuang di atas ruang operasi.
"Apa yang harus aku lakukan?"
lagi perempuan tersebut bergumam pelan.
Yah apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkan banyak uang untuk operasi Agnes? kemudian untuk sakit yang dia derita saat ini.
Bekerja menjadi pelayan di salah satu toko kua kemudian bekerja sampingan di mini market terasa sangat sulit, mengumpulkan pundi-pundi uang dari sana hanya cukup untuk makan, belanja kebutuhan, bayar kontrakan dan lain sebagainya, sisa nya sukur-sukur bisa di tabung kalau ada sisa.
Alessia menghela pelan nafas nya, mencoba untuk menggenggam tangan nya secara perlahan, mengelus lembut telapak tangan saudara kembarnya secara perlahan.
"Kita akan pergi sejauh mana setelah ini? kadang aku cukup menyerah dengan keadaan, tapi bukankah semua hanya ujian?"
Alessia berguman, memejamkan sejenak bola matanya sembari membiarkan punggung tangan Agnessia berada di pipinya.