umah. Wajahnya tampak kusut, tubuhnya benar-benar kesal, lelah, letih, lesu, dan sangat penat. Hari ini terasa seperti har
tampak duduk santai di sofa ruang tengah. Kakinya berselonjor, po
Slater, suaranya berat dan data
. Bahkan tidak menyapa. Hanya sekali sentuhan singkat pa
an gerakan lambat, lalu sepatu yang terasa seperti beban batu ia tendang pelan ke sis
tai. Aroma sabun masih menyelimuti tubuhnya, namun kehangatannya tak cukup untuk meredakan
angkuk sup atau sepiring nasi hangat. Tapi kenyataan berkata l
tanya Slater, nadanya mulai sedikit
aja di luar. Kebetulan aku juga belum makan," jaw
yang hampir meledak. Ia menatap istrinya beberapa detik tanpa berkata apa-apa. Lalu, dengan l
namun lidahnya belum juga bergerak. Ada yang mulai retak di an
erti ini?" tanya Slater, suaranya terd
g, tapi mata itu-mata yang biasa dingin-kini mulai menunjukkan sedikit percikan
nada suaranya datar namun
berat, lalu mengusap wajahnya dengan kedu
ni suami. Aku tidak menuntut kamu harus masak, bersih-bersih rumah, atau m
g di udara, menampar keh
ut Slater, kini suaranya mengandung luka yang ia sembunyikan dengan amarah. "Kamu benar-benar s
i menyelimuti. Namun kali ini berbeda.
ata pun, ia akhirnya mematikan ponselnya. Gerakan kecil itu-menekan tombol di sisi ponsel dan mel
g. Hanya dua orang yang seharusnya saling mencintai, tapi kini ten
inggalkan begitu saja di meja. Gerak tubuhnya tenan
ng sendiri?" tanyanya, nada suaranya dingin namun menyakitkan. "
erpaku, rahan
hnya mulai mendekat ke arah Slater. "Aku harus menjaga harga diriku sebagai seorang aktri
erti pisau yang disayat
bukan karena wajahmu, aku takkan sudi menerima lamaranmu. Ada bany
pas, sebelum melangkah makin dekat hingga
a kau berterima kasih padaku. Sebelum kau dapat posisi itu, akulah yang membiayai hidupmu. Kau menum
am, penuh amarah sekaligus
ngah. Suara langkah sepatunya yang teratur bergema di lantai, sementara Slater hanya berdiri di sana, membatu, m