penampilan sederhana, tampak sangat terintimidasi ketika ber
nya terdengar lirih dan bergetar saat berkata, "Maaf tuan, saya... sepertinya tidak bisa membayar
ria dengan aura yang mengintimidasi, mata ge
ikenal sebagai pria yang tidak kenal ampun, ditakuti oleh b
p rokoknya dengan tenang sebelum mematikan putungnya di
melepas jas dan dasinya, menciptakan suasana yang semakin tegang. Dengan langkah mantap, ia mendekati Beatrice yang
bercampur aduk dalam dirinya. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria ini
seorang penguasa yang tak memberikan ruang untuk kes
yang langsung menindih tubuh Beatrice d
membayar lunas beserta bunganya," kata Beatr
son yang kembali mel
menyentuh dada bidang pria itu, mencoba memberikan jarak di antara mereka. Na
ng menyiksa, sementara napasnya terengah-engah m
mberinya celah
angkap pergelangan tangan Beatrice, men
mbuat Beatrice semakin terguncang. Ia tidak bisa menggerakkan tanganny
h mengamati setiap reaksi yang muncul darinya. "Jangan melawan,"
t dan canggung, sementara ia mencoba mencari kata-kata untuk menghentikan situasi ini. Namun, Tyson tidak memberinya ruang untu
tu gerakan tegas, ia meraih kerah kemejanya, dan dalam satu hentakan kuat, kemeja itu terlepas dari tubuhnya, memperlihatkan dadanya yang bi
nggenggam pakaian Beatrice. Dalam satu tarikan cepat, kain itu robek tanpa perlaw
tidak ada celah u
kaget dan takut hanya bisa merasakan
enuh ketegangan yang tak terucapkan. Mata Beatrice yang berkaca-kaca hanya mampu memandang pria itu dengan kebingungan danTyson mulai merambah mengecupi basa
ah di hadapan Tyson. Entah ada apa dengan dirinya, namun tubuhnya se
tu Tyson menghentakkan ke da
han suaranya membuat Tyson menghentikan h
buat Beatrice hanya bisa memejamkan mata dengan
ngakkan kepalanya berusaha untuk mengontrol dirinya yang
an Tyson dengan bisikan serak
yson dengan menggigit bibir ba
kembali menghujam Beatrice dengan
*
matanya, pandangannya samar-samar menangkap cahaya
Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana yang asing. Saat matanya beral
hnya, menutupi dada dan tubuhnya yang polos tanpa sehelai kain. Pipinya merona pa
, rasa malu dan kebingungan
tannya, pintu ka
it pinggangnya, memperlihatkan tubuh atletisnya yang masih basah dan berkilauan oleh sisa air. Dengan satu tangan, ia
on berjalan mendekat dengan sikap yang begitu santai namun memancarkan aura mendominasi. Dalam hati, ia bertanya-
dari meja kecil di sudut ruangan. Tanpa berkata apa-apa, ia melemparkan kartu itu
knya terasa berat bagi Beatrice. Ia menatap kartu itu dengan penuh
engan suara dingin tanpa emosi. Ia melirik Beatrice sekilas sebelum
Hatinya mencelos, tetapi ia tahu bahwa Tyson adalah pr
eraih kartu hitam itu dan menggenggamnya. "Terima kasih, Tuan," ucapnya lirih, meskipun ada kegetiran yang tkamar. Gerakannya cepat namun tetap penuh kehati-hatian, memastikan dirinya terlihat rapi dan tidak meninggalk
masih berada, dan mengetuk pintu dengan ringan sebel
ketika ia menyadari keberadaan Beatrice di ambang pintu. Dengan nada d
n pakaian formal sederhana, menjawab dengan suara
kontrak, lalu nanti malam ada makan mala
tah kata pun. Beatrice, yang memahami isyarat itu, melanjutkan d
hnya teratur meski terasa beban di dadanya. Saat ia melangkah keluar dari kamar, Tyson menoleh sekilas, pandangannya mengik
t dengan gerakan yang tenang namun mantap. Saat pandangannya tertuju pa
i dingin dan pikiran yang terpendam. Namun, seperti biasa, ia tidak membiarkan pikirannya terbaca, hanya menghela na