"Setelah aku bosan. kamu bisa pergi!" tekan Tyson. "Sekalipun belum genap 1 tahun?" Tyson hanya mengangguk. ••• Karena tidak bisa membayar hutangnya tepat waktu Beatrice Miller terpaksa harus menjadi teman tidur Tyson Lynch selama 1 tahun.
"Setelah aku bosan. kamu bisa pergi!" tekan Tyson. "Sekalipun belum genap 1 tahun?" Tyson hanya mengangguk. ••• Karena tidak bisa membayar hutangnya tepat waktu Beatrice Miller terpaksa harus menjadi teman tidur Tyson Lynch selama 1 tahun.
Beatrice Miller, seorang wanita muda dengan tubuh ramping dan penampilan sederhana, tampak sangat terintimidasi ketika berdiri di hadapan pria yang begitu berwibawa namun menakutkan.
Dengan kepala tertunduk, ia memutar-mutar jemarinya, tanda kegelisahan yang jelas terlihat. Suaranya terdengar lirih dan bergetar saat berkata, "Maaf tuan, saya... sepertinya tidak bisa membayar uangnya tepat waktu." Kata-kata itu terhenti di udara yang terasa begitu berat di antara mereka.
Di hadapannya berdiri Tyson Lynch, seorang pria dengan aura yang mengintimidasi, mata gelap penuh kuasa, dan garis wajah yang tegas.
CEO perusahaan besar Dezero Pumf di Savona, Italia, Tyson dikenal sebagai pria yang tidak kenal ampun, ditakuti oleh banyak orang karena kekejamannya dalam mengambil keputusan.
Ketika Beatrice mengucapkan kata-kata itu, Tyson mengisap rokoknya dengan tenang sebelum mematikan putungnya di asbak, sebuah isyarat bahwa ia akan bertindak lebih jauh.
Tanpa mengalihkan pandangan tajamnya dari Beatrice, Tyson berdiri dari sofa. Gerakannya terukur namun penuh dominasi, melepas jas dan dasinya, menciptakan suasana yang semakin tegang. Dengan langkah mantap, ia mendekati Beatrice yang kini semakin terpojok, mendorongnya ke ranjang tanpa berkata apa-apa, hanya menyisakan keheningan yang penuh tekanan.
Jantung Beatrice berdegup kencang, nyaris menyakitkan. Ketakutan dan kegugupan bercampur aduk dalam dirinya. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria ini, pria yang kekuatannya seakan mampu menghancurkan segalanya, termasuk dirinya.
Tyson Lynch adalah mimpi buruk yang menjadi nyata, seorang penguasa yang tak memberikan ruang untuk kesalahan, bahkan pada orang-orang yang bekerja untuknya.
"Maka puaskan aku malam ini!" kata Tyson yang langsung menindih tubuh Beatrice dan memanggut bibir ranum merah chery itu.
"Tuan, beri saya waktu satu minggu, saya akan membayar lunas beserta bunganya," kata Beatrice mencari celah untuk bisa kabur dari Tyson.
"Terlambat!" kata Tyson yang kembali melumat bibir Beatrice.
Beatrice berusaha dengan panik untuk menahan dorongan Tyson, kedua tangannya menyentuh dada bidang pria itu, mencoba memberikan jarak di antara mereka. Namun, tenaganya yang lemah tidak mampu melawan kekuatan Tyson yang mendominasi.
Dadanya naik turun, dipenuhi oleh ketegangan yang menyiksa, sementara napasnya terengah-engah mencoba memahami situasi yang kian memojokkannya.
Tyson tidak memberinya celah untuk melawan.
Dengan gerakan cepat dan tegas, ia menangkap pergelangan tangan Beatrice, menguncinya erat dalam genggaman yang kuat.
Sentuhannya tegas namun tidak menyakitkan, menciptakan sensasi yang membuat Beatrice semakin terguncang. Ia tidak bisa menggerakkan tangannya, tak mampu melepaskan diri dari kontrol Tyson yang begitu mendominasi.
Mata tajam Tyson tidak pernah meninggalkan wajah Beatrice, seolah mengamati setiap reaksi yang muncul darinya. "Jangan melawan," bisiknya dengan nada rendah, suaranya serak namun penuh otoritas.
Beatrice merasa tubuhnya melemah, seolah kehilangan kekuatan untuk bertahan. Detak jantungnya semakin tidak karuan, antara takut dan canggung, sementara ia mencoba mencari kata-kata untuk menghentikan situasi ini. Namun, Tyson tidak memberinya ruang untuk bicara. Pangutan yang intens di antara mereka terasa semakin nyata, semakin sulit dihindari, seperti badai yang tak terbendung.
Tyson menatap Beatrice dengan sorot mata tajam yang penuh intensitas, menciptakan aura yang membuat ruangan terasa semakin sempit. Dengan satu gerakan tegas, ia meraih kerah kemejanya, dan dalam satu hentakan kuat, kemeja itu terlepas dari tubuhnya, memperlihatkan dadanya yang bidang dan berotot. Kain itu terlempar ke lantai dengan suara lembut, namun aksinya memancarkan dominasi yang membuat suasana semakin mencekam.
Tanpa memberi Beatrice kesempatan untuk bereaksi, Tyson mengulurkan tangannya, menggenggam pakaian Beatrice. Dalam satu tarikan cepat, kain itu robek tanpa perlawanan, terbelah dan jatuh ke lantai dalam potongan-potongan yang tak lagi berbentuk.
Tidak ada sisa, tidak ada celah untuk bersembunyi.
Beatrice yang kini terpaku oleh rasa kaget dan takut hanya bisa merasakan jantungnya yang berpacu semakin liar.
Sikap Tyson yang begitu tegas dan tidak kenal ampun membuat tubuh Beatrice gemetar. Udara di antara mereka terasa berat, penuh ketegangan yang tak terucapkan. Mata Beatrice yang berkaca-kaca hanya mampu memandang pria itu dengan kebingungan dan ketakutan, sementara Tyson tetap berdiri dengan postur yang penuh kontrol, seperti seorang penguasa yang tak terbantahkan.
"Enghhh," lenguh Beatrice kala mulut Tyson mulai merambah mengecupi basah leher dan belahan benda kenyalnya.
Beatrice yang merasa dirinya lepas kendali, kali ini hanya bisa pasrah di hadapan Tyson. Entah ada apa dengan dirinya, namun tubuhnya selalu melemah kala berhadapan dengan sosok pria di atas tubuhnya ini.
"Akhhh," desah Beatrice begitu Tyson menghentakkan ke dalam intinya hingga sepenuhnya.
Tyson mulai menghujam namun Beatrice menahan suaranya membuat Tyson menghentikan hujamannya dan mencengkeram leher Beatrice.
"Bersuaralah dan sebut namaku!" perintahnya membuat Beatrice hanya bisa memejamkan mata dengan tangan yang memeluk erat punggung kekar Tyson.
"Tuan tolong cepat lakukan," lenguh Beatrice seraya mendongakkan kepalanya berusaha untuk mengontrol dirinya yang semakin menggila membumbung tinggi karena permainan Tyson.
"Panggil namaku Beatrice," tekan Tyson dengan bisikan serak basah di daun telinga Beatrice.
Beatrice meremas kuat rambut Tyson dengan menggigit bibir bawahnya, "Tyson cepat lakukan!"
Tyson tersenyum devil dan langsung kembali menghujam Beatrice dengan tenaga dan semangat yang menggebu.
***
Keesokan paginya, Beatrice perlahan membuka kelopak matanya, pandangannya samar-samar menangkap cahaya pagi yang lembut menerobos masuk dari celah tirai.
Suara gemericik air yang menenangkan terdengar dari arah kamar mandi, membuatnya tertegun sejenak. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana yang asing. Saat matanya beralih ke langit-langit kamar yang tak dikenalnya, sebuah kesadaran mengejutkan langsung menghantamnya.
Dengan panik, Beatrice duduk dan segera merapatkan selimut tebal yang ada di tubuhnya, menutupi dada dan tubuhnya yang polos tanpa sehelai kain. Pipinya merona panas saat kenyataan itu menyadarkannya akan sesuatu yang terjadi malam sebelumnya.
Jantungnya berdegup kencang, rasa malu dan kebingungan bercampur aduk dalam dirinya.
Di tengah kekalutannya, pintu kamar mandi terbuka.
Dari balik uap yang masih menggantung, Tyson muncul dengan langkah santai. Ia hanya mengenakan handuk putih yang melilit pinggangnya, memperlihatkan tubuh atletisnya yang masih basah dan berkilauan oleh sisa air. Dengan satu tangan, ia mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil, sementara tatapan matanya yang tajam langsung mengarah pada Beatrice.
Beatrice membeku, merasa dirinya tenggelam dalam suasana canggung yang tak terelakkan. Napasnya tertahan saat Tyson berjalan mendekat dengan sikap yang begitu santai namun memancarkan aura mendominasi. Dalam hati, ia bertanya-tanya bagaimana ia harus menghadapi pria ini, yang kini begitu nyata di hadapannya, setelah apa yang telah terjadi.
Tyson berjalan dengan langkah santai namun penuh otoritas, mengambil kartu hitam dari meja kecil di sudut ruangan. Tanpa berkata apa-apa, ia melemparkan kartu itu ke atas ranjang, tepat di depan Beatrice yang masih memeluk selimut dengan erat.
Suara benda itu jatuh di atas kain terdengar ringan, tetapi dampaknya terasa berat bagi Beatrice. Ia menatap kartu itu dengan penuh kebingungan, bertanya-tanya apa maksud dari tindakan pria tersebut.
"Satu miliar. Beli obat atau aborsi. Putuskan sendiri," kata Tyson dengan suara dingin tanpa emosi. Ia melirik Beatrice sekilas sebelum berbalik, berjalan menuju walk-in closet tanpa menunggu tanggapannya.
Kata-kata itu menghantam Beatrice seperti palu godam. Hatinya mencelos, tetapi ia tahu bahwa Tyson adalah pria yang tidak akan peduli dengan apa yang dirasakannya.
Sejenak, Beatrice hanya duduk mematung, mencoba memahami maksud perkataan Tyson. Dengan tangan gemetar, ia meraih kartu hitam itu dan menggenggamnya. "Terima kasih, Tuan," ucapnya lirih, meskipun ada kegetiran yang terselip dalam nada suaranya. Matanya berkaca-kaca, tetapi ia menahan air matanya, tidak ingin terlihat lemah.
Setelah menarik napas panjang, Beatrice mulai mengenakan kembali pakaiannya yang telah ia kumpulkan dari lantai kamar. Gerakannya cepat namun tetap penuh kehati-hatian, memastikan dirinya terlihat rapi dan tidak meninggalkan kesan yang ceroboh. Begitu selesai, ia berdiri dengan tegap, mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Tyson.
Ia melangkah mendekati walk-in closet, tempat Tyson masih berada, dan mengetuk pintu dengan ringan sebelum berdiri di sana dengan sikap yang penuh keteguhan.
Tyson sedang mengenakan dasi di depan cermin besar di walk-in closetnya ketika ia menyadari keberadaan Beatrice di ambang pintu. Dengan nada datar dan penuh kebiasaan, ia bertanya tanpa menoleh, "Jadwal hari ini?"
Beatrice, yang telah berdiri dengan rapi mengenakan pakaian formal sederhana, menjawab dengan suara tenang, meskipun ada sedikit getaran yang tertahan.
"Hanya menemui Tuan Jylen untuk membahas kontrak, lalu nanti malam ada makan malam bersama di mansion mama Tuan," jelasnya.
Tyson hanya mengangguk singkat, memberikan konfirmasi tanpa sepatah kata pun. Beatrice, yang memahami isyarat itu, melanjutkan dengan sopan, "Jika sudah tidak ada urusan lagi, saya pamit pergi."
Tanpa mengangkat pandangannya dari cermin, Tyson kembali mengangguk. Beatrice kemudian berbalik dan melangkah pergi, langkahnya teratur meski terasa beban di dadanya. Saat ia melangkah keluar dari kamar, Tyson menoleh sekilas, pandangannya mengikuti sosok Beatrice yang kian menjauh. Tidak ada emosi yang terlihat jelas di wajahnya, hanya keheningan yang penuh misteri.
Begitu selesai merapikan penampilannya, Tyson keluar dari walk-in closet dengan gerakan yang tenang namun mantap. Saat pandangannya tertuju pada ranjang, ia mendapati noda darah yang menodai seprai putih bersihnya.
Pandangannya menggelap sesaat, memperhatikan bekas itu dengan ekspresi yang sulit diartikan, campuran antara refleksi dingin dan pikiran yang terpendam. Namun, seperti biasa, ia tidak membiarkan pikirannya terbaca, hanya menghela napas pendek sebelum melangkah pergi, membiarkan sisa malam sebelumnya tertinggal di balik pintu kamar yang kini sunyi.
Ini tentang Zhea Logari Gadis SMA yang dijual ibu tirinya pada seorang germo sekaligus Mafia terkemuka di kota Malta. Bukannya dijadikan budak, Zhea malah dijadikan seorang putri. Yang mana hal itu membuat kakak tirinya berusaha menghalalkan segala cara untuk menggantikan posisi Zhea.
"Kau sedang mengintip? Bagaimana jika kuajari secara langsung?" Tawari Hunter Oragle kala menangkap basah putri tirinya mengintip dirinya yang tengah bergumul panas dengan ibunya. •••• Perasaan dan hubungan tabu itu menjadi rumit saat fakta dan kebenaran mencuat.
"Paman enghh sakit hmppp," rintih Shila saat Sam mulai menghujam dirinya. "Sssttt pelankan suaramu sayang, ayah dan ibumu akan dengar!" bisik Sam lirih.
"Duke tolong jangan enghh!" Selina berusaha menahan dirinya. Namun Duke terus menggodanya. "Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku!" bisiknya pada telinga Selina. •••• Entah Selina harus bersyukur atau menyesal menghadiri reuni sekolah malam itu. Setelah pertemuannya dengan mantan kekasih, semua hidup Selina berubah berwarna.
"Pak kenapa bimbingannya di dalam kamar?" Tanya Zeya Scopuso. "Akan ada bimbingan tambahan dari saya," jawab Delson Weather seraya meraba paha Zeya dengan lembut.
"Di negara Turin, tidak ada yang tahu siapa istriku!" Ucap Grey Massimo -polisi paling kejam dengan julukan Hiu Daratan. •••• Grey menyembunyikan pernikahan dan juga istrinya dari publik. Entah karena dia malu tentang disabilitas yang disandang istrinya karena bisu atau memang dia sengaja menutupi dari publik demi keamanan istrinya sebagai istri seorang polisi yang dikelilingi musuh tak terlihat. Hingga suatu hari Grey mendapatkan sebuah telepon misterius jika dia tahu siapa istrinya dan berniat akan membunuhnya jika Grey tidak melepaskan salah satu narapidana yang Grey tangkap dalam buronan selama 3 bulan ini. Kira kira apa yang akan Grey lakukan, melepas narapidana yang sudah lama mereka cari atau mengabaikan telepon yang baginya sebuah penipuan?
BANYAK ADEGAN DEWASA ++ Niat mencari pemandangan indah di kampung neneknya, Bayu justru terpikat janda muda yang cantik dan molek. Meski sudah mempunyai pasangan di kota, Bayu tak bis menahan hasratnya terhadap Lina. Lantas bagaimana akhirnya? BACA SELENGKAPNYA
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?
Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY