Setelah terkena amukan Kevin, kini Anne berdiri di hadapan Cherry dengan bajunya yang basah kuyup.
Kehadiran Kevin di belakang membuatnya merasa ketakutan. Pria itu mengenakan kemeja rapi dan celana kasual, kedua tangannya terlipat di depan dadanya. Terlihat sangat jelas Kevin sangat menikmati ketika Anne dipermalukan.
"Kenapa kamu basah kuyup seperti ini?" Nada bicara Cherry terdengar terkejut dan juga khawatir. "Cepat ganti pakaianmu," perintahnya.
Kekhawatiran dan kegugupan yang terdengar dalam nada suara Cherry membuatnya terlihat seperti seorang kakak baik hati yang sedang mengkhawatirkan adiknya.
Namun, Anne tahu betul bahwa Cherry hanya berpura-pura khawatir padanya.
Mata Cherry menunjukkan cerita yang berbeda. Kegembiraan dan kesenangan yang tergambar jelas di matanya tidak bisa disembunyikan.
"Aku di sini untuk meminta maaf padamu. Lalu aku akan mengganti pakaianku setelah mengatakannya," ucap Anne. Meskipun Anne bisa melihat kemunafikan dan sandiwara Cherry, tetapi Anne tetap mempertahankan wajah tanpa ekspresinya. Dia tidak ingin mengekspos wanita ini.
Tidak peduli apa pun yang Anne katakan, semua orang hanya akan percaya pada sandiwara Cherry.
"Sudah kubilang, itu bukan salahmu. Kenapa kamu meminta maaf?" Cherry mengalihkan pandangannya ke arah Kevin, nada suaranya terdengar sangat tidak tulus dan palsu. "Kamu bereaksi berlebihan. Ini benar-benar tidak ada hubungannya dengan Anne. Kamu terlalu mengkhawatiranku. Orang terkadang bisa sakit. Bagaimana bisa itu menjadi kesalahan Anne?" tanya Cherry.
Kelihatannya Cherry malah sedang menyalahkan Kevin.
Namun, bagi Anne, ini hanyalah caranya untuk menunjukkan kasih sayangnya.
Selama ini, Anne sudah kebal terhadap kemesraan mereka berdua. Tidak peduli betapa menjijikkannya itu, dia sudah pernah mendengar semuanya. Anne bahkan pernah melihat adegan yang jauh lebih menjijikkan.
Apa yang Anne lihat sekarang sama sekali tidak akan bisa memengaruhinya.
"Seharusnya aku tidak membiarkanmu menunggu sopir di bawah hujan dan basah kuyup seperti ini. Itu semua salahku. Cherry..." Anne mengambil napas dalam-dalam, mengumpulkan semua kekuatannya untuk meminta maaf. "Tolong maafkan aku." Sangat menyakitkan bagi Anne untuk mengucapkan permintaan maaf padanya. Itu terasa seperti seseorang baru saja meninju perutnya.
Anne bahkan bisa merasakan aroma amis darah yang naik hingga ke tenggorokannya.
Cherry sepertinya tampak senang melihat penderitaan Anne. "Tolong jangan katakan itu." Cherry akhirnya bersuara, sudut bibirnya terangkat naik, dia menyeringai dengan puas.
"Bagaimana aku bisa memaafkanmu saat kamu tidak melakukan kesalahan apa pun? Itu semua..." perkataannya terhenti sejenak. Dalam upaya untuk menunjukkan ketulusannya, Cherry bangun dari posisi untuk duduk, kemudian secara perlahan dia turun dari tempat tidur untuk memegang tangan Anne.
Kevin merasa tidak tahan lagi dengan semua itu. Dia dengan segera melangkah maju dan mendorong Cherry kembali ke tempat tidur secara perlahan. Ucapan Kevin terdengar terburu-buru, menandakan jika dia merasa sedikit cemas, "Kamu masih sakit. Kenapa kamu bangun?" Dia mengalihkan pandangannya ke arah Anne, menatapnya dengan tajam dan kemudian menambahkan, "Dia pantas mendapatkannya."
Cherry menatap Kevin dengan ekspresi kecewa, berpura-pura menyalahkannya.
Kevin tidak ingin membuatnya marah, jadi dia dengan cepat mencium bibirnya lembut.
Sementara Cherry membalas ciuman itu, sebuah senyum puas muncul di wajahnya.
Anne memalingkan wajahnya perlahan, enggan melihat pemandangan di depannya itu. Kini dia bisa merasakan rasa dingin di sekujur tubuhnya dan bahkan hatinya. Anne berharap bisa meninggalkan tempat itu secepat mungkin.
Saat Anne hendak berbicara, Kevin menyela dan membuatnya terdiam lagi. "Malam keluarga akan diadakan di rumah tua pukul lima sore besok," ucapnya. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Anne. "Kamu juga harus datang untuk menjaga Cherry."
Setelah mendengar apa yang Kevin katakan, Anne menatapnya dengan heran, sedangkan Cherry tersipu malu.
Tanpa menunggu apa pun, Kevin berbalik memunggungi Anne dengan arogan. "Kamulah yang membuatnya sakit." Suara Kevin terdengar dingin dan tak berperasaan. "Jika kamu tidak merawatnya, maka kamu tidak bisa memasuki rumah tua."
Anne mulai merasakan amarah di hatinya, dia mengepalkan tinjunya. Hanya anggota keluarga Pratama dan kerabat terhormat keluarga Pratama yang bisa masuk ke rumah tua. Anne adalah istri Kevin, cucu menantu dari Keluarga Pratama. Pikiran bahwa Anne hanya bisa memasuki rumah jika dia merawat selingkuhan suaminya sungguh sangat keterlaluan.
Anne memelototi punggung Kevin, matanya berangsur-angsur membeku karena perasaan jijik. Jantungnya seperti ditusuk panah beracun yang secara perlahan melumpuhkan tubuhnya.
"Jadi begitu." Anne mencoba untuk tetap bersikap tenang terlepas dari segala kesakitan yang sedang dirasakannya. "Aku akan pergi sekarang. Cherry, selamat istirahat," ucapnya.
"Pergi! Kamu telah mencemari udara di sini," ucap Kevin dingin. Ucapannya begitu tajam dan menyakitkan, bagaikan pedang tajam yang siap menusuk tubuhnya.
Namun, hati Anne kini sudah kebal. Sudah terlalu sering Kevin menanamkan duri di hatinya hingga semua itu tidak bisa lagi menyakitinya. Anne benar-benar tidak pernah membayangkan jika pria setampan dan semulia Kevin bisa berubah menjadi seseorang yang sangat mengerikan dan mampu menyakiti orang lain dengan cara yang begitu kejam.
Anne tidak pernah tahu jika pria seperti itu ada, sampai dia menikahi Kevin.
Mungkin memang benar, jika seseorang tidak mencintaimu, maka mereka bisa membuat hidupmu menjadi sangat menderita. Anne telah mendapat pelajaran terkait hal itu dengan cara yang sulit.
'Kevin, aku juga manusia, sama seperti Cherry, ' batinnya.
Anne mengambil napas dalam-dalam, kemudian dia berjalan menuruni tangga dengan terburu-buru. Badannya sempoyongan saat menuruni tangga. Kepalanya terasa pusing, kemudian Anne terjatuh ke lantai di sisinya.
"Kak Anne!" Emily berteriak. Melihat Anne yang seperti itu membuat Emily ketakutan hingga dia bergegas memapahnya.
Wajah Anne terlihat pucat dan tubuhnya terasa lemas setelah dia berdiri. Setelah beberapa detik kemudian, Anne kembali tersadar. Saat Anne berbicara, dia bisa merasakan rasa lemas di sekujur tubuhnya, "Aku baik-baik saja."
"Badanmu sedingin es. Biarkan aku membantumu masuk ke dalam mobil," ucap Emily, masih memeganginya erat-erat.
Riasan wajah Anne sudah memudar dan ekspresinya menjadi pucat. Dia tidak terlihat sehat. Kevin... Dia terlalu kejam pada Anne.
Sebenarnya Emily merasa kasihan pada Anne. Emily membantu Anne berjalan menuju mobil, kemudian dia meminta maaf dengan rasa bersalah, "Kak Anne, ini semua salahku. Lain kali aku tidak akan membiarkan orang-orang kita menghubungi mereka lagi."
"Itu bukan salahmu," ucap Anne. Dia duduk di kursi mobil, menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya dengan lemah.
Emily tahu bahwa Kevin sengaja menyakiti Anne. Emliy merasa bersimpati pada Anne, tetapi itu tidak cukup untuk membuat perbedaan. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk membantu Anne adalah dengan bersikap baik padanya.
"Kamu tidak terlihat sehat. Aku akan memanggil Dokter Ferdian." Emily melirik Anne dengan khawatir, tangannya bergerak meraih tasnya, mulai mencari ponselnya.
Dengan mata yang masih terpejam, Anne merasa cukup aman berada di sekitar Emily. "Kamu tidak perlu menghubunginya. Tolong bantu aku siapkan beberapa pakaian bersih dan belikan aku secangkir teh jahe. Aku harus makan malam bersama orang-orang dari grup KIA malam ini," ucap Anne.
"Kak Anne..." Emily merasa iba pada Anne. Anne masih saja harus mengurusi bisnis perusahaan meskipun dia sudah merasa kelelahan.
Meskipun orang lain melihat Kevin sebagai seseorang yang sempurna, tetapi sebenarnya dia tidak lebih dari seorang pria brengsek yang tidak bertanggung jawab terhadap istrinya dan malah berselingkuh dengan wanita lain.
Kevin kini tengah berdiri di depan jendela kaca besar, mengamati Anne yang terlihat basah kuyup dari ujung kaki hingga ujung kepala. Anne terlihat sangat memalukan.
Badannya yang ramping dan bajunya yang basah itu membuat Anne terlihat semakin rapuh.
Melihat keadaan Anne yang basah kuyup seperti itu menggerakkan sesuatu di dalam diri Kevin, membuat hatinya terasa sakit sakit.
Kevin hendak memanggil sopirnya dan memintanya untuk menyiapkan pakaian bersih untuk Anne serta menyalakan pemanas di mobil. Namun, dia mengurungkan niatnya saat mengingat apa yang telah Anne perbuat. Kevin meletakkan kembali ponselnya, tatapan matanya pun kembali menjadi dingin. Rasa iba yang tadi dia rasakan untuk Anne hilang dalam hitungan detik.
'Anne, penderitaanmu itu belum seberapa jika dibandingkan dengan kerugian yang telah kamu sebabkan, ' batin Kevin.
Dengan hati dingin, Kevin membuang muka dan berbalik.
Anne kini merasa jauh lebih baik setelah dia mandi air panas, mengganti pakaiannya dengan yang baru dan meminum secangkir teh jahe panas.
Untungnya Anne memiliki fisik yang bagus dan berkat saran dari dokter dan ahli diet Keluarga Pratama, dia hanya perlu minum secangkir teh panas untuk menghilangkan sakit kepala dan pileknya.
Anne mengenakan atasan organza hitam dengan kerah kecil, dipadukan dengan rok selutut hitam dari bahan yang sama dengan pola geometris. Sepatu hak tinggi hitam terpasang sempurna di kakinya yang ramping. Kini Anne terlihat seperti seorang ratu yang membanggakan.
Setiap kali Anne menggunakan sepatu hak tinggi dan berjalan dengan percaya diri, Emily berkata di belakangnya dengan nada menggoda, "Ratu Anne, biarkan aku membawakan sepatu dan tasmu."
Namun, ketika Emily mengatakan itu untuk pertama kalinya, Anne mengabaikannya dengan tatapan menghina.
Makan malam kali ini diadakan oleh Grup KIA. Mereka mengadakannya di sebuah klub privat di tepi sungai. Klub ini juga menggunakan sistem keanggotaan, yang mana artinya mereka membatasi jumlah pengunjung setiap harinya.
Klub ini bergaya arsitektur barat abad terakhir. Areanya sangat luas, dipenuhi dengan banyak pohon tua dan besar. Pemandangannya didominasi dengan keunikan dan pesonanya.
Anne sama sekali tidak menyangka akan bertemu Ryan di sana. Ryan mengenakan kemeja putih dengan jas abu-abu perak dan ikat pinggang yang menutupi pinggangnya dengan sempurna. Rambut pendeknya tertata dengan rapi. Pakaian yang Ryan kenakan terlihat serasi dengan sorot matanya yang dalam dan menarik, membuatnya terlihat sempurna.
Tiba-tiba, Ryan mengedipkan matanya pada Anne, membuatnya ingin tertawa.
Anne cukup terkejut melihat semua hidangan yang ada di atas meja.
Semua orang di ruangan tahu bahwa Ryan secara khusus memesan hidangan malam ini sesuai dengan kebutuhan tubuh Anne. Namun, tidak ada seorang pun yang mengatakan apa-apa.
Ketika mereka mengusulkan untuk bersulang, mereka menghidangkan sup bergizi untuk Anne. Ryan duduk di samping Anne, menatapnya dengan sebuah senyuman yang terulas di wajahnya.
Meskipun ekspresinya terlihat lembut, tetapi tatapan matanya terlihat tajam. Ryan terlihat seperti seseorang yang siap untuk membunuh siapa saja yang berani berbuat macam-macam pada ratunya.
Oleh karena itu, semua orang bersikap sangat hati-hati di hadapan Ryan.
Satu jam kemudian, Anne mulai merasa sedikit bosan, dia meminta izin untuk pergi dengan alasan membutuhkan udara segar.
Ryan mengikutinya keluar, mengamati wajah Anne yang terlihat pucat lalu bertanya dengan cemas, "Apa kamu baik-baik saja? Biarkan aku mengantarmu pulang. Kamu terlihat pucat."
"Aku..." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Anne sudah mulai merasakan pusing di kepalanya lagi. Anne berjuang untuk berdiri tegak, tanggannya secara naluriah tergerak untuk meraih pegangan sebagai dukungannya.
Melihat Anne yang hampir terjatuh, Ryan merasa panik. Dia bergegas pindah ke sisi Anne untuk menahannya.
Namun, sebelum Ryan bisa menyentuh Anne, dia merasakan seseorang menepis tangannya secara tiba-tiba.
Dalam balutan jas hitam, Kevin berdiri di belakang Anne yang kini terjatuh ke dalam pelukannya karena tidak bisa berdiri lagi.
Anne merasakan angin dingin yang tak asing baginya yang berhembus di lehernya, kemudian dia segera tersadar.
"Tuan Yudhistira, apa kamu lupa bahwa dia adalah wanita yang sudah menikah?" Kevin memelototi Ryan dengan dingin, sementara cahaya kuning redup di sekitarnya membuat garis wajahnya terlihat semakin tegas.
Kevin terlihat lebih kejam dan mendominasi. Bayangannya yang menutupi Anne berhasil membuat Anne merasa tercekik dalam beberapa detik.
Anne berusaha untuk bangun dari pelukannya. Namun, usahanya gagal karena Kevin merangkul pinggangnya dengan erat.
"Mana berani aku melupakan fakta itu." Ryan menyipitkan matanya dan membalas tatapan Kevin dengan dingin, "Aku hanya ingin membantunya sebagai teman," tambahnya dengan dingin.
"Aku berterima kasih atas nama istriku," balas Kevin dingin. Kevin kemudian mengalihkan pandangannya pada Anne yang terlihat pucat di pelukannya. Hati Kevin yang dingin perlahan menghangat, tetapi itu hanya berlangsung sesaat sebelum akhirnya sikapnya kembali acuh tak acuh. "Istriku tidak pernah menerima bantuan dari orang lain," ucapnya.
'Istriku?' Kata-kata yang terlontar dari mulur Kevin cukup membuat jantung Anne berhenti berdetak untuk sesaat. Namun, hati Anne kembali berdebar kencang di detik berikutnya karena tindakan Kevin yang tiba-tiba.
Kevin menggendongnya.
Anne yang merasa bingung dengan apa yang Kevin lakukan, dia hanya bisa terdiam sambil menatapnya.
Di bawah sinar cahaya, wajah Kevin terlihat lebih dingin, ditambah dengan tatapan matanya yang gelap.
Pria ini... Apa pria ini benar-benar adalah suaminya, Kevin? Anne terus menatapnya tanpa berkedip. Apa dirinya sekarang sedang bermimpi?