img Passionate Hubby  /  Bab 3 Penguntit (Gagal) | 8.57%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 3 Penguntit (Gagal)

Jumlah Kata:1967    |    Dirilis Pada: 09/11/2021

iatan Mas Aiden, aku secara asal memilih sweater rajut kunyit, dan celana jeans hitam. Tak lupa mengenakan sneaker shoes hi

gar terlihat lebih pendek. Lalu memakai kacamat

wajahku semakin jelas. Segera saja aku menghapus make up dengan micellar wa

iran bibir aku berikan warna gelap, dan bagian dalamnya kuberi warna merah.

menjadi

ter. Itu jalan terbaik. Kami sudah hampir setahun bersama, tapi masih sepe

pintu. Baru ke garasi untuk mengambil sepeda motor. Tapi, kalau

a salah satu dari mereka seharian ini dengan

dikan d

*

a itu memasuki kantornya. Ia menyapa beberapa orang dengan ram

. Meminta alasan untuk masuk. Aku menggigit ujung kuku

ak sembarang orang boleh masuk ke dalam.” Pria seusia Mas Aiden

sejak pria itu masuk, dia tidak pernah terlihat lagi. Sampai berjam-jam lamanya. Aku y

ung.” Selembar uang seratus ribu ak

angsung melesat pergi. Aku mengipas diri sendiri denga

jek datang lagi, Mas Aiden

Masa iya, sepanjang cerita n

, Mb

Air mineralnya nih.” Aku menyodorka

a sih, sampai seg

a d

au orang kantoran mah, kemungkinan ngg

mengunyah.

gangguk

*bl

ak?” tanya

jawabku

ak biasa saja. Aku langsung berpikir, bahwa usahaku setengah harian ini tidak akan menghasilka

n mah biasa. Cemburu sama cowok kay

den. Tapi, mereka terlalu santai sebagai kerabat ke

ntaku pada Adi setelah

. Untungnya, kami pakai helm, jadi ti

jauh dari kantor. Padahal, sebelum tempat ini, tadi

-tawa lebar. Sesekali, memukul lengan pria itu dengan

buk mengobrol entah apa. Aku juga memilih meja yang lumayan

g seperti dalam pikiranku—mereka akan saling bergelayut man

arena itu artinya, peluang

ang mengobrol dengan pria berjas itu. Ah, tidak ada yang

, tu

sering dengan pria itu daripada deng

y, kenapa harus dengan pria setua it

dengkus

n mereka terus? Ada yan

” ucapku. “Kalau misi hari ini gagal, kamu haru

k? Semoga misinya

ajam. Dia langsu

nya hubungan spesial masih terlalu minim, hanya sebatas terlalu akra

Uh, ini tidak akan bekerja baik, karena hanya menga

i ini juga, pria yang begitu akrab dengannya itu ik

di depan sebuah rumah minimalis berwarna biru.

h sangat me

mah. Di tengah perjalanan, aku ba

. Adi langsung melajuk

n wajah dan rambut secara asal, menyiapkan air hangat, lalu membersihkan ru

as Aiden. Dahinya sedikit

Aku kalap. Masakan

Mas Aiden untuk Salim, men

at, Mas.” Aku memberitahu

ya

iden mandi, aku buru-buru mempersiapkan pakaiann

tan mandi. Aku baru seles

ntar, ya, Mas.” Aku seger

ompor. Zonk! Tidak mau hidup! Pas aku cek masakan, belum masak

gerah banget. Aku semakin tambah str

apa,

n

tu dapur. Astaga, aku bingung harus memberi alasan apa. Ba

at Mas Aiden melewati

Tadi, aku kelu

ut beneran kalau Ma

anan di luar, ya?

n kabur. Tetapi tangan dicekal, membuatku ter

” Dia diam be

curigai suami kala

uar,” lanjut Mas

fleks tersenyum,

yo

ndi, Ayya? Ker

enghirup aroma

menitan aja.” Aku mau kabu

, kalau misalnya kamu mau dandan dikit,

apa pun, Tuhan, aku tidak bisa ikhlas kalau pria perhatian

epaskan tanganku, dan segera

*

ak tabur, eye liner tipis, dan lip tint agar terlihat segar. Dengan tunik navy serta celana jeans bir

n pernah memang, tapi itu dengan keluarga besar. Dan sekarang, ha

ng, karena sikap Mas Aiden sela

Pria itu tampak sibuk dengan gawainya dan selalu tersenyum.

i-lagi

pangg

padaku. Ponselnya dimasukkan ke dalam saku c

u ca

ke arah Mas Aiden. Ia bersikap santai, sementara jantungku di dalam dada se

Ayya. Kamu tidak malu jalan

lau pakai biasa aja, terus jalan sama Mas, ntar aku disangkanya pembantunya Mas.” Niatku melucu untuk menormalkan perasaan, walaup

ntu. Setelah aku keluar, dia mau repot-repot nutup pintu—yang padahal harusny

dari garasi. Setelah aku masu

aya kasih, sudah hab

abku gugup, karena yakin Mas Aiden ma

ng menafkahi kamu. Kalau butuh apa-apa, apalagi ini untuk

kin tida

ebuah kartu kredit. “Kam

salah gas tadi itu karena kurang

a keperluan kan? Seingat saya, kamu jarang, bahkan saya tidak

Tapi, “Sering kok

ia tetap memaksaku menerima kartu i

arena Mas Aiden yang biasa beli setiap bulan. Lalu ditamba

a Mas Aiden, aku jadi se

a, nggak nyiapin makan malam. A

rumah. Saya malah seneng kalau kamu mau keluar jalan-jalan atau ke mall, atau

aku melanjutkan penyelidikan ini. Ini demi kebaikan Mas Aiden. Kalau aku tahu mas

di siang kamu ke restoran Jepang di pe

rtanyaan dari Mas Aiden. Dia tahu

a lalu mengusap wajahnya. “Ah, maaf, Ayya. Seharusnya saya tidak cerita tenta

bisa mengg

m-

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY