an Bara, betapa pun samar, menguatkan dugaannya: Wijaya memang telah menyiapkan skenario pengambilalihan yang matang. Aroma l
antor Paramarta Group, membawa bekal makan siang untuk Bara yang seringkali hanya disentuh sedikit, atau sekadar duduk di lobi, membaca laporan keuangan yang diberikan Arini sambil sesekali mencuri pandang
pengingat akan tujuan utamanya. Melihat tawa putranya, mendengar celotehannya yang lucu, Ayla merasa semua sandiwara ini layak ia jalani. Langit adalah jangkar ya
ujar Bu Lastri suatu sore, sambil menyaji
kan hanya wajah, tetapi juga semangat dan kecerdasannya.
ategi, rencana, dan perkembangan kasus. Tak ada basa-basi, apalagi sentuhan yang tulus. Setiap percakapan terasa formal dan penu
g Wijaya coba alihkan," lapor Ayla suatu sore, di dalam ruangan Bara. Ia memegang s
p dokumen itu dengan dingin. "K
"Wijaya pasti akan bereaksi.
ngadakan konferensi pers tandingan, menuduh Ayla dan Bara memperkeruh masalah perusahaan dengan "masalah keluarga yang b
patut dipertanyakan niatnya," kata Wijaya di depan kamera, senyumnya menyeringai. "Saya khawa
rini. Tangannya mengepal. Ia dicap sebagai wanita murahan, wani
am Arini. "Dia memu
u sudah kuduga. Dia ingin mengisolasi Bara, membuatnya tidak pu
rencanamu s
benar di pihak Bara, bahkan di mata publik. Aku harus lebih p
datang bersama Bara, duduk di sampingnya, mendengarkan semua argumen, dan sesekali mengajukan pertanyaan yang cerdas, yang
etujui penjualan aset-aset strategis perusahaan kepada "invest
anya penuh tekanan. "Jika kita tidak menjual aset-aset i
ini, Paman," Bara menolak tegas. "Aku perl
Bara!" Wijaya membentak. "Para p
gan Bara. Keputusan sebesar ini tidak bisa diambil tergesa-gesa. Terutama mengingat bahwa proposal ini datang dari Paman sendiri, sebagai kep
engan tatapan tajam. Ia tak menyangka Ayla akan be
kan. "Ini adalah urusan bisnis yang sangat komple
dasar: kehati-hatian dalam mengambil keputusan penting. Dan sebagai istri Bara, say
nya sebagai istri sah, yang kini sedang "berupaya rujuk" dengan Bara. Bara sendiri menatap Ayla de
rtanda bahwa kehadiran Ayla mulai efekti
ntuk mempelajari laporan keuangan, menganalisis data, dan mencari celah-celah manipulasi yang mungkin dilakukan Wijaya. Arini, yang beker
panggilan video suatu malam. Ia menunjukkan spreadsheet di laptopnya. "Ada beberapa transaksi b
ya Sejahtera? Aku belum pernah mendengar nama per
an bahwa perusahaan itu milik Wijaya, dan bahwa dia mengalirkan dan
t rapi, dengan dokumen-dokumen palsu yang meyakinkan. Ayla dan Arini
emberikan informasi penting yang ia dapatkan, atau sekadar bertanya tentang progres penyelidika
menerima cangkir kopi
adanya datar. "Aku hanya tidak ingi
an di balik itu. Ia tahu, Bara masih dalam proses. Kepercayaanny
mati Langit bermain di taman aparte
ng?" suara Bara terdengar mendesak.
ih lama. Setibanya di kantor Bara, ia melihat Bara duduk di
la, mengambil tempa
nemukannya di brankas lama ayahku. Ini... in
akan bahwa jika terjadi krisis besar pada perusahaan akibat kelalaian atau pengkhianatan pihak internal, maka kendali penuh perusahaan akan beralih kepada ahli waris yang paling berkompeten dan bersih, bukan kepa
itu. "Ini berarti, Wijaya tidak akan bisa mengamb
ngan tatapan rumit. "Ini jelas mengacu pada ibuku. Tapi karena beliau sudah tida
biasa besar. Surat wasiat ini bisa menjadi kun
t ini tidak pernah muncu
ia tidak ingin ada perebutan kekuasaan internal. Dia percaya pada Wijaya.
la yang membekukan aset, dan surat wasiat rahasia ini yang
," kata Ayla, bersemangat. "Ini bisa menjadi bukti
ana jika ini justru memperburuk keadaan? Wijaya akan se
yla menatapnya serius. "Kita sudah sampa
urat wasiat itu, lalu menatap Ayla. Di matanya, Ayla bisa melihat
lembut dari biasanya. "Aku... aku tahu aku sela
ng ia khianati, kini meminta maaf padanya. Hati Ayla berdesir. Ia tahu, pe
las, suaranya juga melembut. "Aku
nya sekadar intrik bisnis, tetapi juga pergulatan emosi, luka lama yang kembali terbuka, dan mungkin... benih-benih perasaan yang dulu pernah ia abaikan. Topeng yang ia