ngit, seperti biasa, bangun dengan ceria, mengisi apartemen sederhana itu dengan tawa dan celotehannya. Ayla berusa
beberapa waktu ke depan, dan Bu Lastri dengan ramah meyakinkannya. "Jangan khawatir, Nak Ayla. Saya a
sel Ayla berdering. Nama
menyiapkan semuanya. Ada konferensi pers kecil di kantor Bara, untuk mengumumk
elah tiga tahun menghilang bak ditelan bumi. Ia tahu, semua mata akan tertuju pad
wab Ayla, meskipun hati
sil yang rapi. Riasan tipis ia bubuhkan untuk menyamarkan kantung mata akibat kurang tid
rkerumun di lobi, kamera berkedip-kedip, dan mikrofon menjulur ke segala ara
tu masuk khusus. "Siap?" bisik
gguk. "Sebi
di sebuah ruangan kecil yang terhubung langsung dengan ballroom tempat konferensi pers akan diadakan. Bara terlih
yum. Rasa canggung menyelimuti udara di antara mereka. Ayla tahu,
Bersikaplah seolah kalian sedang dalam masa pemulihan, berusaha memper
k. Bara hanya
ra naik ke panggung. Jantung Ayla berdetak semakin cepat. Ia berjalan di samp
sing wartawan yang saling berebut posisi segera mengikuti. Ayla mencoba untuk tidak
aha untuk terdengar tenang dan meyakinkan. Ia menjelaskan tentang restrukturisasi perusahaan, tentang upaya untuk mengat
ini telah menyiapkan beberapa
n ia segera menguasai diri. "Saya, Ayla, ingin menegaskan kembali dukungan
ahnya. Ia menatap Bara sekilas. Raut
kami memilih untuk menghadapi ini bersama. Saya kembali ke sini untuk mendukung Bara, untuk bersama-sama melewati t
k, beberapa di antaranya tampak terkejut. Kehadiran Ayla, yang dulu menghilang misterius dari kehidupan Bara
nghilang selama beberapa tahun. Mengapa baru sekarang And
menjawab diplomatis. "Ada saatnya kami perlu introspeksi, memberi ruang satu sama lain. Namun, di saat sulit seperti
ait dengan klausul perjanjian pra-nikah yang memungkinkan
n. Ayla merasakan Bara di s
-mata untuk mendukung suami saya. Perjanjian pra-nikah kami adalah urusan pribadi yang sudah kami selesaikan. Fo
utamanya kembali. Tapi ia harus mempertahankan sandiwara ini. Bara
usaha menjawab dengan kompak, meskipun di balik layar, mereka sama sekali tidak kompak. Mereka bahkan belum berdis
bali ke ruangan Bara. Bara melemparkan jasnya ke sofa
gumamnya, lebih kep
idaknya, kita sudah memberikan kes
andai berbohong, Ayla. Aku hampir percaya denga
ak bereaksi. "Itulah gunanya kita di sini, Bara
selanjutnya?" tanya
Aku perlu mendekatinya, membangun kembali kepercayaannya. Dia pasti meng
ara mencibir. "Wijaya buka
ja sama dengan pengacara Arini. Siapkan semua dokumen yang diperlukan untuk membekukan a
erjuangan yang panjang. Kepercayaan di antara mereka sudah hancur
wa makan siang untuknya, dan bahkan sesekali muncul di acara-acara sosial perusahaan yang Bara hadiri. Setiap kali mereka tampil di depan um
tentang "pasangan yang rujuk" ini. Ayla selalu menjawab dengan diplom
Ayla sering berkata dengan senyum ramah. "M
i antaranya sinis. Namun, sebagian besar karyawan Paramarta Group, yang khawatir akan masa depan per
mbalinya Ayla. Ia tidak menyangka. Ia bahkan menghubungi Ayla secara
sempatan emas. Ia harus mendekati Wijaya,
baya itu terlihat sangat ramah, senyumnya lebar, namun mata Ayla tak pernah lepas d
basa-basi yang manis. "Saya tidak menyangka And
aya hanya merasa sudah saatnya untuk ke
Saya rasa Bara lebih membutuhkan keajaiban saat i
Paman," Ayla membalas, tatapannya luru
etia, Ayla. Saya tidak menyangka. Du
ati-hati. "Dulu adalah dulu, Paman. Sekarang, s
dihadapi Bara. Wijaya terus-menerus mencoba memojokkan Bara, menyalahkan Bara atas semua
Wijaya berkata, menyeruput wine-nya. "Saya sudah serin
s, senyumnya tipis. "Mungkin Bara memang terlalu fokus pada p
ncoba membantu. Tapi Bara keras kepala. Sekarang, satu-satunya cara untuk menyelamatka
apa, Paman?" tanya Ayla,
dak produktif, mengalihkan sebagian kepemilikan saham kepada inves
adalah dirinya sendiri. Ia tahu, Wijaya sedang mencoba menguasai saha
erkata, berpura-pura setuju. "Saya
an bersama," Wijaya menekankan. "Saya sudah berbicara de
mbil alih semuanya. Tapi dengan kembalinya Ayla, dan rencana tuntut
strategi. Ia segera menghubungi Arini, me
la," kata Arini. "Kita harus segera mengajukan tun
meskipun masih enggan berinteraksi langsung dengan Ayla, mulai menunjukkan sedikit kooperatif. Ia member
ga jarak dari Bara, agar rahasia Langit tetap aman. Namun, ia juga harus cukup
mancarkan kesedihan. Terkadang, Ayla melihat Bara menatapnya dengan tatapan campur aduk: amarah, kebencian, namun juga sed
diucapkan dengan hati-hati. Ayla tahu, Wijaya adalah lawan yang licik. Tapi ia juga tahu,