i sampingnya, dalam balutan gaun pengantin putih yang seharusnya melambangkan kebahagiaan, Sintia Wijaya terlelap pulas. Wajah polos itu terlihat damai, kontra
ia lindungi sebagai adik dari sahabatnya, justru menjadi korban kebrutalannya. Kenangan buram tentang sentuhan, rintihan, dan penyesalan yang membakar, terus menghantui setiap tidurnya. Pagi harinya, ia terbangun dengan rasa mual dan kepala pening, hanya untuk menemukan Sintia
ak tercela. Ketika berita memalukan itu sampai ke telinga mereka, kemarahan dan kekecewaan meluap. Namun, demi menjaga kehormatan keluarga dan menghindari skandal yang bisa menghancurkan kerajaan bisnis mereka, keput
ya. Ia merasa diperangkap, dipaksa hidup berdampingan dengan seseorang yang ia yakini sebagai benalu. Rio selalu curiga, sangat curiga, bahwa Sintia adalah wanita licik yang memanfaatkan situasi ini. Bagaimana tidak? Setelah kejadian itu, ibu Sintia yang sudah bertah
ah ia tinggalkan malam itu, benih yang kini telah tumbuh menjadi seorang balita berusia dua tahun lebih, Dika. Kehadiran Dika adalah luka yang tak kunjung sembuh, pengingat abadi akan malam terkutuk itu. Rio tidak p
n, dan kehadiran Sintia serta Dika adalah anomali dalam hidupnya yang terencana dengan matang. Ia selalu mengabaikan mereka, memperlakukan mereka layaknya bayangan tak terlihat, pengganggu yang hanya menambah beban dalam hidupnya. Kat
ncoba berbagai cara untuk meluluhkan hati Rio, mulai dari menyiapkan makanan kesukaan Rio, mengatur keperluannya, bahkan mencoba memulai percakapan ringan. Namun, setiap usa
ang keluarga, membaca koran bisnis. Dengan suara pelan, ia berkata, "R
-repot. Aku sudah makan di luar." Nada suaranya dingi
, kamu terlihat lelah. Sup hangat
sakah kau berhenti berpura-pura peduli? Aku tahu apa maumu, Sintia. Jangan perna
namun ia menahannya agar tidak tumpah. "Aku.
Jangan lupa, Sintia, semua kemewahan yang kau nikmati sekarang adalah hasil dari k
at tajam Rio selalu menancap dalam hatinya, meninggalkan luka yang menganga. Sintia tahu, tidak peduli sekeras
ong, bahkan tidak pernah memanggil namanya. Jika Dika mencoba mendekat, Rio akan segera menghindar atau menyuruh pengasuhnya menjauhkan anak
eliharaannya. Dengan langkah kecilnya, Dika mendekat, membawa bola plastiknya sendir
nya langsung berubah dingin. "Kenapa kau di sini? Bukankah Bibi Narsih sudah
egera menghampiri. "Maaf, Tua
ri telunjuknya. "Bawa dia masuk. Ak
ai merengek dan meronta. "Ayah... Ayah..." pa
kali tidak menoleh. Sintia, yang menyaksikan kejadian itu dari jendela kamarnya, hanya bisa memeluk diri sendiri. Hatinya perih melihat putranya dit
mber kebahagiaan bagi Sintia di rumah besar itu. Ia bersumpah dalam hatinya, tidak peduli seberapa buruk Rio memperlakukannya, ia akan melin
kan sebagian besar waktunya di kantor, tenggelam dalam pekerjaan, atau bertemu dengan teman-temannya di klub malam
eka saling mencintai, merencanakan masa depan bersama, dan Clara adalah satu-satunya wanita yang mampu membuat Rio merasa utuh. Namun, dua tahun lalu, Clara menghilang tanpa jejak. Tidak ada kabar, tidak ada pesan, seol
rjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah mencintai wanita lain selain Clara. Dan ia menepati janji
hari, keajaib
ing. Nama "Nomor Tidak Dikenal" muncul di layar. Biasanya ia tidak akan mengangkat pangg
ra Rio terd
ni ia rindukan, suara yang sering muncul dalam mimpinya.
etar, tidak percaya den
ra itu, kini terdengar l
ang ia cari selama ini, akhirnya kembali. Senyum lebar, yang sudah lama tidak menghiasi wajahnya, kini merekah sempurna. Rasa bahagia yang meluap
karuan. Ketika Clara masuk, Rio merasa waktu berhenti. Clara masih sama indahnya, mungkin bahkan lebih. Rambut panjangnya terurai, mata indahnya bersina
encarimu ke mana-mana," ucap Ri
k bisa memberitahumu sekarang, Rio. Ada banyak hal yang terjadi.
perjalanannya, tanpa detail yang jelas, sementara Rio mendengarkan dengan penuh perhatian. Namun, ada satu hal yang terus meng
lam-dalam. "Clara, ada sesuatu
ya dengan tata
cap Rio, kata-kata itu terasa
a membulat, dan raut kecewa tergambar
takan semuanya dengan jujur, tidak ada yang ditutupi, kecuali perasaannya yang sebenarnya terhadap Sintia. Ia menekankan
erkejut, marah, dan sedih. Ketika Rio selesai, Clara terdiam sejena
encintai wanita itu?
Aku mencintaimu, Clara. Hanya kau." Rio meraih tangan Clara, menggenggamnya erat. "Aku bersumpah, ak
ran di sana. Akhirnya, ia menghela napas. "Baiklah
a pun untukmu," Rio
pi... aku tidak ingin menjadi istri kedua yang tersem
lah hal yang mustahil di mata masyarakat. Reputasinya akan hancur, dan orang tuanya pasti akan murka. Namun, melihat sorot mat
na dengan Sintia
nemukan cara agar kita semua bisa hidup di
aris Dirgantara dan keberadaan Dika. Namun, hidup berdampingan dengan Clara dan Sintia di
Tapi aku janji, aku akan menemukan cara
tipis. "Aku pega
ncana, memikirkan bagaimana cara mewujudkan keinginannya untuk menikahi Clara, tanpa harus menghancurkan
mbali, dan tentang keinginannya untuk menikahi wanita itu. Ayahnya, Tuan Dirgantara, adala
Dengan Sintia! Bagaimana bisa kau berpikir untu
uah kesalahan! Aku tidak pernah mencintainya! Clara a
a. Kau punya seorang putra dengannya! Jangan kau coba-coba menghancurkan reputasi kita han
strategi. Ia tahu satu-satunya cara adalah dengan meyakinkan orang tuanya bahwa Clara tidak
ung, Rio menemukan sebuah i
Tapi, aku punya ide." Rio menjelaskan rencananya. "Aku ingin kau menikah denganku, tapi bukan sebagai istri ya
i kedua? Maksudmu, kita akan hi
gar orang tuaku menyetujui pernikahan ki
n apa?" ta
Rio menjelaskan rencananya dengan hati-hati. Ia akan memaparkan kepada orang tuanya bahwa kehadiran Clara, yang memiliki latar belakang keluarga terpandang (walaupun tidak sekaya keluarga Dirgantara), bisa memperk
kan di kalangan orang kaya. Namun, cinta Rio adalah taruhannya. Ia menatap Rio, mata me
a. "Tapi, pastikan perjanjian itu adil untukku
g pantas kau dapatkan," Rio berjanji. "Dan aku juga akan memastik
alat untuk mengontrol Sintia, dan sekaligus untuk meyakinkan orang tuanya. Rio tahu, cara terbaik untuk meyakinkan orang tuanya adalah dengan menunjukkan bahwa ia masih memegang kendali penuh atas kehidupann
keuntungan bagi bisnis keluarga. Ia juga menekankan bahwa Clara bersedia menerima posisinya sebagai istri kedua, tanpa menuntut hak-hak yang akan mengancam status Sintia di mata pub
ditambah dengan janji Clara untuk menjaga perdamaian dan tidak menimbulkan masalah, hati mereka mulai melunak. Bagi mereka, nama baik keluarga dan kel
merebut Dika dari Sintia?" tanya Nyonya Di
ak akan pernah mengganggu hak asuh Sintia atas Dika. Lagipula, bukankah kau tidak peduli
ganggap Dika sebagai cucunya. Dika adalah anak dari "kesalahan" Ri
menyetujui pernikahan kedua Rio dengan Clara. Syaratnya, sebuah perjanjian tertulis harus dibuat, yang akan
, yang ia tahu akan menjadi tugas yang lebih sulit daripada meyakinkan orang tuanya. Ia tidak peduli dengan perasaan Sin
etapi juga tegang memikirkan reaksi Sintia. Ia tahu Sintia akan terluka, mungkin bahkan hancur. Tapi Rio
gan ekspresi bingung, tidak tahu apa yang akan terjadi. Ia mengamati wajah Rio ya
io?" tanya
m. "Aku ingin memberitahumu se
hu Rio tidak pernah mencintainya, dan ia juga tahu Rio pernah memiliki kekasih sebelum menikah d
gan siapa?" Suar
dah kembali." Rio men
sas-desus para pelayan, bahwa Clara adalah wanita yang sangat Rio cintai. Ia tahu, posisi
kita masih suami istri," ucap Sintia
i istriku. Dan aku tidak akan pernah melakukannya," Rio berkata dingin. "Lagipula, orang
engalir deras, membasahi pipinya. "Dan... dan Dika? Bagaim
a. Jangan khawatir, posisi Dika tidak akan berubah," Rio berujar. Nad
a tidak bisa menerima. Hidup berdampingan dengan istri kedua Rio
yang aku inginkan ke rumah ini," Rio menjawab tegas. "
a seperti pisau yang mengiris hatinya. Perjanjian itu tidak hanya mengatur tentang pernikahan Rio dengan Clara, tetapi juga tentang hak dan kewajiban Sintia. Ia tidak bokarena menangis. "Kau... kau tidak punya hati,
rimu semua yang kau inginkan, Sintia. Kemewahan, peng
k bisa melawan kekuatan Rio, tidak bisa melawan keluarga Dirgantara. Dengan hati yang hancur berkeping-keping, Sintia menandatangani perjanjian it
apa yang ia inginkan. Clara akan segera menjadi miliknya, dan ia tidak perlu berurusan dengan skandal atau kemarahan ora
ntinnya, senyum bahagia terukir di wajahnya. Rio juga tersenyum, senyum tulus yang sudah lama tidak ia perlihatkan. Di saat yang bersamaan, di rumah yang sama, Sintia mengurung diri di kamar, m
t, mengikat semua pihak dalam sebuah tatanan yang kompleks dan penuh potensi konflik. Perjanjian yang bukan hanya tentan
acuh, kini sesekali terlihat tersenyum dan tertawa, terutama saat Clara berada di dekatnya. Sen
a tidak secara terang-terangan menunjukkan permusuhan, tetapi ada aura dominasi dan kepuasan yang tidak bisa disem
, Clara datang dengan senyum tipis. "Oh, Sintia. Kau rajin sekali. Pa
elan. "Aku terbiasa menge
baiknya kau pastikan semuanya sempurna. Rio tidak suka makan
ri yang menusuk. Ia tahu, Clara sengaja mengungkit masa lalu, mengingatk
ab Sintia, mencoba mempe
tidak suka keributan." Setelah mengucapkan itu, Clara berbalik dan pe
gkali sengaja menghalangi interaksi Rio dengan Dika, bahkan jika Rio sesekali mencoba mendekat. Ri
iaan Rio tidak pernah melibatkannya. Ia melihat bagaimana Dika terus diabaikan oleh ayahnya sendiri. Hati Sintia hancur, namun i
ka yang terlelap, air matanya membasahi bantal. Ia bertanya-tanya, apakah ia akan selamanya terjebak dalam pernik
nya. Perjanjian itu adalah penjara, tetapi juga satu-satunya jaminan untuk kelangsungan hidup ibunya
di sisinya. Ia masih memiliki kekuasaan dan kekayaan yang tak terbatas. Sementara Sintia, wanita yang ia
pa yang ia inginkan, tanpa harus kehilangan apa pun. Ia tidak pernah berpikir tentang perasaan Sint
mungkin saja akan menjadi awal dari kehancuran yang tak terduga. Sebuah benih kebencian yang ia tanam, sebuah hati
ada sebuah badai yang perlahan-lahan terbentuk. Badai yang akan data