t berdenting pelan, membawanya ke lantai yang tertera di pesan. Pintu kamar 207, begitu katanya. Scarlett merapikan gaun sutra selututnya, memej
iel yang berdiri
ang di wajahnya, menghalangi pandangan. Mata Scarlett membelalak,
r yang remang-remang. Jantung Scarlett mencelos. Ini jebakan! Ia berusaha melepaskan diri, meronta sekuat tenaga, namun tenaga
, seolah menertawakan ketidakberdayaannya. Ia mencoba bangkit, namun tangan kekar itu menekan bahunya, kemba
desisnya, suaranya serak dan berat,
a berteriak, namun suaranya hanya menjadi bisikan pilu. Dengan satu gerakan cepat, pria itu merobek gaun sutra Scarlett, kainnya berg
oba menutupi tubuhnya dengan tangan, namun percuma. Pria itu menyeringai, matanya penuh hasra
hnya, membuat napasnya sesak. Kengerian mencengkeramnya. "Tolong! Siapapun!" teriak Sc
iel, kini dinodai oleh sentuhan menjijikkan ini. Scarlett memalingkan wajah, berusaha menghindar, namun cengkeraman
kasar. "Mhhhh...kau sangat cantik, sayang," desahnya, su
a gemetar tak terkendali. Pria itu terus meremas, jemarinya semakin turun,
." desah pria itu, kepalanya mendongak, matan
ri sentuhan kotor itu. Namun, pria itu hanya tertawa, tawa yang penuh kemenangan dan kekejaman. Ia men
snya masuk lebih dalam. Scarlett terbatuk, tersedak, air mata dan air liur bercampur, membasah
m... telan... lagi..." desah
cairan kental, menjijikkan, memenuhi mulutnya. Ia ingin memuntahkannya, namun pria itu menekan kepalanya, memaksa Scar
nya tenaga lagi untuk melawan. Ia hanya bisa pasrah, memejamkan mata, membiarkan tubuhnya dinodai, jiwanya hancur berkeping-keping. P
sangat... ahhh... nikmat..
iri bantal, menenggelamkan rasa sakitnya. Ia
foto yang membuat darahnya mendidih: Scarlett, kekasihnya, di kamar hotel ini, bersama pria lain. Foto itu buram, namun jelas terlihat Scarlett terbaring tak berdaya di bawah
a seperti palu godam. Pakaian Scarlett robek berserakan di lantai. Dan di atas ranjang,
Daniel
ang lebih mirip raungan binatang buas, Daniel melompat, menarik pria itu dari atas Scarlett, lalu menghantamkan tinjunya ke wajahnya berkali-kali. Pri
tuh kekasihku!" raung Daniel, suaranya
k berdaya. Daniel meludahinya, lalu beralih menatap Scarlett. Wajah Scarlett pucat par. Ia melihat tubuh Scarlett yang telanjang, bekas merah di kulitnya, rambutnya acak-acakan. Pemanda
iel, air matanya semakin deras. "D
ni ia percaya Scarlett sepenuhnya, mencintainya tanpa batas. Tapi apa yang ia lihat? Pemandangan menj
dak, Daniel, dengarkan aku! Aku dije
bodoh? Kau pikir aku akan percaya omong kosong itu? Pakaianmu robek, kau telanj
dia mema
enusuk. "Aku tidak ingin mendengar apapun lagi darimu. Sem
. Berakhir? Tidak. Tidak mungkin. Ia mencintai Daniel lebih dar
luar dari sini. Aku tidak ingin melihat wajahmu
n dan ketidakpercayaan. Bagaimana bisa Daniel begitu mudah percaya pada kebohon
berbicara dengan Daniel, harus menjelaskan semuanya. Kakinya melangkah berat menyusuri koridor, setiap
in masuk. "Masuk," suara Danie
tawa, impian, dan cinta. Namun kini, ruangan itu terasa asing, dingin, dan penuh aura permusuhan. Daniel
anyanya, sua
keberaniannya. "Daniel... aku datang untuk m
jawab Daniel, tanpa mengalihkan p
ungguku di sana. Dia... dia memaksaku, Daniel. Aku bersumpah, aku tidak melakukan apapun dengannya. Saat kau datang, dia pan
ku percaya kalau bajingan itu melakukan semua itu padamu, lalu saat aku datang, dia kabur begitu saj
anmu dan menjelaskan semuanya." Scarlett merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah amplop putih. "Dan
Senyum sinis tersungging di bibirnya. Ia meraih amplop itu, merobekny
au berani-beraninya datang kepadaku dengan kebohongan ini setelah semua yang aku lihat ke
g. "Tidak! Ini anakmu, Daniel! Aku tidak pernah be
kuat darinya. "Aku tidak ingin mendengar apapun lagi darimu. Aku sudah muak dengan se
mata mengalir deras di pipinya. "Aku tidak pernah melakukan hubungan dengan lelak
a licik seperti kalian beraksi? Hidup dengan kekerasan, desing peluru, dan hitamnya dunia mafia sejak kecil telah mengajariku untuk ti
i, Scarlett. Sekarang juga. Aku tidak ingin melihatmu lagi di kantorku, di hid
berbadan dua dengan anak Daniel. CEO tampan dan bengis yang sangat ditakuti musuh itu tidak percaya bahwa anak di da
enuh kebencian dan jijik. Rasa sakit itu tak tertahankan, menusuk hingga ke inti jiwanya. Ia hanya bisa menangis pasra
ya. Dunia terasa gelap, hancur. Ia tidak tahu harus pergi ke mana, bagaimana ia akan bertahan hidup, atau bagaimana ia akan membesarkan anak ini sendirian. Yang ia
. Api dendam. Daniel Lee telah menghancurkan hidupnya. Dan suatu hari nanti, ia akan memas