ahu sudah pagi saja. Aku beranjak
untuk bertempur, bukan hanya dengan pelajaran sekolah, tetapi juga
juga sedang menuju ke arah yang sama. Jantungku hampir lompat dari dadaku
an tak terduga selalu menyimpan teror tersendiri pada diriku. Tapi yang lebih menakutkan dari amarahnya adalah tatapan itu. Tatapan yang seolah men
kacau itu cukup untuangkat tanganku sekadar membe
lama. Seolah matanya ingin membakar tubuh
otomatis, aku mengucapkan doa yang tak selalu kuingat
ahi, la haula wa la quwwata i
emberiku ketenangan.
a jadi anak pintar, apalagi berprestasi di sekolah. Tidak ada optimisme
at dalam pikiranku. Tatapannya mengekori langkahk
arnya aku ingin men
k Ibuku
ahkan
ar keji
rmasuk dalam daftar manusia yang ingin sekali kuumpati habis-habisan. Aku benci perasaan ini.
padahal belum tentu mereka seburuk itu. Tapi... prasangka buruk ini seolah sudah menjadi bagian dari da
lain, seolah-olah kutukan balik mengenai diriku sendiri. Kutukan yang
i, mengacaukan pikiranku, membuatku ingin menjerit tanpa su
jika itu t
njadi nyata. Takut jika kelak aku menjadi seperti yang kubenci. Takut jika
tang lagi dan lagi, seperti monster dalam kege
menyalahkan siapa pun. Karena pera
ditanamkan oleh keluarga, tanpa mereka sadari... adalah kanker. Ia tumbuh diam-diam,
kehilangan
menerima semua ini sebagai bagian dari takdir dan hidup). Mungkin... saat itu se
ain PR PAI belum? Har
" jawab
h belum kukerjakan, jadi kutulis dan mengerjakannya saja dengan asal-asalan. To
." Sebuah suara terdengar di depan kelas. S
ullahi wabarakatuh," jaw
uk menulis. Masih ingin menyelesaikan
menulis, bisa
itu menga
tergesa-gesa. Duduk tega
u 0,02 detik,
ungku berdetak tak ka
. Gur
ng dari dunia. Bahkan jika harus ke nerak
ya?" tanyanya s
l, berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Seo
, dia akan menggantikan guru sebelumn
seolah
ggu putusan hakim. Dihukum mati, dib
ai mana pelajaran sebe
ni
" katanya lagi, me
k guru mau lihat buku salah satu dari kalian.
nit kem
diam t
g mau maju, biar Pak Guru saj
" seru beb
n tajam. Kenapa dia malah semangat begitu?
u mencondongkan tubuh ke ara
gak lo aja
justru aku y
sebelah situ! Ay
diriku sendir
u! Ayo
Guru," jaw
PR yang tadi kukerjakan asal-asa
sekarang. Tapi Pak Guru p
hela nap
idak mengungkit k
rasa syukur dalam hatiku. Setidaknya, dia tidak membuka aibku
ingin memberi pen
ri ini... kau tidak menambahi luka di
belumnya walaupun yang mengajar ini guru
uru penggan

GOOGLE PLAY