/0/29142/coverbig.jpg?v=b38885164abdd30fd131766a0b284955)
dah delapan bulan, dan ban mobil kami kempes. Tiba-tiba,
a menghindar. Truk itu
ang mengerikan merobek perutku yang hamil, aku menelepon
. bayinya... ada yang
r hanyalah suara saudari tirinya, Florence, yang
r suara Kian,
cuma menyerempet trotoar. Fl
ce daripada aku, daripada kakak iparnya
ng pianis terkenal di dunia, tidak akan pernah bisa bermain piano lagi.
h korban sampingan dalam
tahu, kami adalah
a
Wijay
a. Pada panggilan ketiga, saat lampu depan itu membesar menjadi matahari yang
adalah sebu
iri setiap wanita yang memimpikan akhir cerita dongeng. Kami menikahi si kembar Adhitama, Kian dan Cakra, pewaris kerajaan bisnis
tu terkelupas, menampakka
yang sama denganku. Tangannya, tangan berbakat yang diasuransikan miliaran rup
enggorokanku, sama sekali tidak berhubungan dengan kehamilan delapan bulan yang membuat gerakanku canggung. B
n. Kumohon,
ah buku yang terbuka untukku, penuh dengan kepastian dan cinta posesif yang ganas, yang kusalahartikan sebagai pengabdian. Tapi belakangan ini, terutama seja
k membanting setir untuk menghind
Cakra lagi," desakku pada Chint
nya memutih. "Sudah. Dia bilang hal yang
n pacarnya. Suara Kian dari panggilan singkatnya yang terakhir, yang penuh kejengkelan, bergema di telingaku. "Ya Tuha
uamiku, serta suami kakakku, memperlakukan drama sepele Florence seolah-olah itu masalah keamanan neg
da waktu untuk keluar, tidak ada waktu untuk melakukan apa pun selain bersiap menghadapi apa yang tak terelakkan. Chint
putar, dan kemudian segalanya hanyalah simfoni kehancuran-pecahan kaca, erangan baja yang bengkok, dan desahanku sen
k tubuhku, rendah dan dalam. Kram yang
ku terbang ke perutku. Perutku
wajar. Noda gelap menyebar di lengan bajunya, dan tangannya yang i
ugasnya, melesat pergi ke dalam k
ian. Berdar
batin suamiku lebih keras darip
tu yang hangat. Layarnya retak, tapi masih menyala. Aku meneka
sekali.
sudah kubilang aku sedang bersama Florence. Apa
Kian... kecelakaan... kami ditabrak... Chintya terluka, kuras
f berharap mendengar kepanikan, mendengarnya meneriakkan peri
belakang, rengekan menyedihkan dan manipulatif. "K
i. Tarik napas saja." Dia kembali bicara padaku, suaranya sedingin es. "Dengar, jangan drama. Kamu mungkin cuma
asanya seperti pukulan lain. "Kian, mobilnya han
uh. Tidak sepertimu. Urus saja sendiri. Dan janga
telepon
nutup
aku. Daripada kakak iparnya.
bukan sekadar kelalaian. Ini adalah pengabaian yang disengaja.
ap Chintya, yang begitu diam dan sunyi, lalu ke perutku yang kaku di mana denyut panik itu
k yang kucintai dengan segenap jiwa ragaku, s
hintya, melakukan sesuatu, apa saja, tapi tubuhku terasa seperti dipe
an hidupku, aku bersumpah. Jika aku selamat dari ini, Kian
ng anak yang akan hilang dariku. Putra kecilku. Jeritan tanpa s
GOOGLE PLAY