dang Kira
lena merasa sangat bersalah." Dia membelai rambut Helena saat wanita itu membenamkan wajahnya di dadanya, bahunya bergetar dengan apa yang kuketahui ada
dia bisa membeli kebungkamanku, membeli pengampunanku, menambal luka menga
k menjadi supernova. Itu membakar air mataku, kesedihanku, ke
bergema di keheningan kapel yang tertegun. Kepalanya tersentak ke samping, bekas tangan merah mekar
tapku seolah-olah aku telah menumbuhkan kepala kedua. Saudara perempuan yang
aat aku menunjuk jari gemetar ke arah Hele
ng menggelegar. Wajahnya memerah. "Pegang dia
u. Mereka telah bekerja untuk Adrian selama bertahun-tahun.
tar karena marah. "Lakukan!" Dia menunjukku. "Bu
asar dan tajam. "Minta ma
bergegas maju. "Tuan Wijaya, tolong, ini ada
itu secara fisik mundur dan melebur kembali ke dalam bayang-
a," kata Adrian, suaranya s
semua kebencian di jiwaku, dia mengangg
andang ngeri. "Tuan," salah sat
ingin sedingin es. "Dia adalah sebuah ketidaknyamanan. Lakukan s
liki untukku. Mereka mencengkeram lenganku, cengkeraman mereka tanpa ampun. Aku berjuang, tapi
yang pernah kucintai lebih dari hidup itu sendiri, dan tidak melihat apa-apa selain k
n. Dia ragu-ragu sejenak, matanya memohon padaku untuk hanya mengucapkan kata
akan p
rikan angguk
erlutut
eritaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya menjalar ke kakiku, panas membara d
akiku yang lain. Retakan lain, ledakan rasa saki
k hitam menari di depan mataku. Melalui kabut rasa sakit, aku melihat Adrian memunggungiku. Dia dengan
ir yang kudengar dia katakan sebel
alu rendah di punggungku. Adrian melihatnya dari seberang ruangan. Dia tidak meninggikan suaranya. Dia tidak membuat keributan. Dia hanya berjalan, mengambil tangan pria itu, dan menekuk
as, posesif, dan penuh kasih. Dia bersedia mematahk
sendiri untuk dipatahkan di sebuah kapel,
li bukan garis. Itu adalah tebing. Dan Adrian baru saja melemparku dari sa
 
 
 GOOGLE PLAY
 GOOGLE PLAY