/0/29177/coverbig.jpg?v=20251029165720)
. Kukira pernikahan kami adalah sebuah kisah dongeng, dan makan malam penyambutan untuk pro
yang cantik tapi tidak waras, Diana, mengacaukan
Melainkan tatapan mata suamiku. Dia memeluk penyerangnya, mem
lal
Diana melemparkanku ke dalam kandang berisi anjing-anjing kelaparan, padahal dia tahu itu adalah ketakutan terbesarku. Dia membiarkan Diana m
ali, memohon pertolongan saat sekelompok
ela lantai dua. Sambil berlari, berdarah dan hancur, aku
n. "Aku mau cerai. Dan aku mau
Mereka tidak tahu kalau mereka baru saja
a
dang Kira
dengan emosi yang bukan sekadar basa-basi adalah saat wa
akhirnya berhasil meyakinkannya untuk mengizinkanku magang di perusahaannya. Aku ingin merasa lebih dari sekadar aksesori cantik di lengannya, seor
h seperti berjala
paling labil yang pernah kulihat. Dia menyerbu masuk ke ruang makan pribadi, gaun merahnya seperti goresan warna d
rendah, penuh rasa tidak percaya dan penghinaan. Bau wiski
, tanganku secara naluriah menggenggam tangan Baskara di bawah meja. Dia mer
nya, suaranya tenang yan
un kau berada, Baskara, kau tahu itu. Dan kau memilih berada di sini,
k memprovokasiku, kan? Kau menemukan gadis hambar bermata lebar yang sedikit mi
. Rambut gelap yang sama, rahang tajam yang sama. Tapi fitur wajahnya keras dan
ara, suaranya tegang saat mencoba
ka. Itu adalah energi beracun yang menyedot semua udara dari ruangan. Dia tidak sedang menatap s
erbisa yang hanya bisa didengar olehku dan Baskara. "Kau berjanji
kahan kami. Dia menangkup wajahku, matanya tulus, dan mengatakan bahwa akulah satu-satunya yang a
engambil pisau steak dari meja. "Akan kubunuh ka
ekspresi aneh yang tak terbaca di wajahnya. I
menancap di daging lengan bawahnya. Darah merekah,
mpat berdiri, kursiku bergeser deng
ada Diana, dan di dalamnya, aku melihatnya. Secercah sesuatu yang gelap dan posesif. K
a. Itu adalah jawaban untuk pertanyaan yang tidak kudengar, k
ng. Air mata mengalir di wajahnya, bercampur dengan maskaranya yang luntur. Dia melemparkan diriny
Tangannya membelai rambut Diana, dagunya bersandar di atas kepalanya. CEO dingin dan kejam yang ku
a campuran antara kaget dan kasihan yang canggung. Mata mereka beralih dari pria berdarah yang
eseorang dari meja terdekat.
"Dia benar-benar mirip Diana Prawira waktu muda
alam permainan yang bahkan tidak kuketahui sedang kumainkan. Perutku mual, dan gelombang mual
ng Diana ke belakang, memegang bahunya. Tatapannya lembut, suara
ennya. "Antar dia pu
u lenyap, digantikan oleh topeng dingin dan jauh yang begitu kukenal. Dia meng
ik saja?" tanyanya, n
. Tenggorokanku teras
emudian, ponselku sendiri bergetar di
rumit. Aku akan urus. Pulang dan is
Diana yang menangis, membimbingnya dengan lembut menuju pintu keluar. Dia tiihan mereka menekanku. Aku mencoba meneleponnya. Pertama kali, berdering sampai
i pada romansa kilat kami. Mogul teknologi yang brilian dan karismatik menyapu seorang mahasiswi biasa. Dia mengejarku dengan intensitas yang
iah di kota lain hanya untuk berada di Jakarta, hanya untuk bersam
yang dibisikkan, setiap gestur megah. Itu bukan untukku. Itu adalah sebuah pertunjukan. Sebua
alah pan
simbol kehidupan baru kami bersama, kini terasa seperti sangkar emas. Setiap foto kami yang tersenyum bersama
u berjanji padaku. Kau berjanji akan menungg
kiku bergema dalam keheningan. Aku pergi ke kantornya, tempat yang jarang kumasuki. Ruangan itu ramping dan minimalis, sama seperti dia. Tap
t di mejanya dan menancapkannya ke kunci. Aku memutar dan mendorong, didorong oleh g
u te
Bukan parfumku. Itu adalah aroma sedap malam dan melati yang kay
n kantor. Itu ad
l pesiar, rambutnya tertiup angin. Diana dan Baskara, wajah mereka berdekatan, mata mereka menyala dengan api yang belum pernah
ebuah liontin perak. Di atas meja, setumpuk surat diikat dengan pita merah. Aku melbertengkar, bahkan saat aku membencimu
eluruh tubuhku gemetar. Dia telah masuk ke sini. Selama tiga bulan pernikahan kami, dia telah ma
diriku. Aku ingin merobek foto-foto itu dari dinding, menghan
ing, mengejutka
" Suaranya tenang, terkendali
yaku, suaraku sendi
kejadian malam ini," katanya me
bu. "Tolong. Aku... aku takut." Itu adalah sebuah ujian. Se
ndengar keraguannya. Aku hampir bis
akhirnya dia berkata, dan suaranya
ngan berani-
pulang b
dengarnya. Desahan samar seorang wan
gan te
Itu bukan hanya desahan. Itu adalah desahan puas s
dingin dan keras menggantikan patah hati. Aku mengambil lukisan cat minyak Diana, bingkainya terasa berat di tanganku. D
ion dalam permainan mereka. Ak
n perang? Mereka a
idak bisa mengetik. Aku menggulir ke nomor yang sudah berbulan-bulansuaraku pecah, "ini K
tajam dan khawatir. "Kirana? Ada
itu akhirnya terlepas. "Dan aku m
dalam suaranya, aku mendengar janji
Dan Baskara Aditama tidak ta
-
 
 
 GOOGLE PLAY
 GOOGLE PLAY