/0/29188/coverbig.jpg?v=c99ab58bd6d32ddc5d2974872602c154)
antis di puncak tebing. Dia menuangkan segelas sampanye untukku, senyu
a menghantam punggungku. Dunia buyar, hanya ada lang
at pada waktunya untuk mendengar suaranya dari ata
sudah mati?"
a selamat dari situ. Saat mayatnya ditemukan, semua akan terlihat seperti kecelakaan t
dari benturan apa pun. Dia sudah menulis obituariku, merangka
api kemudian sesuatu yang lain meny
ar dari sebuah mobil mewah. Itu bukan Marco. Itu Julian Suryo, saingan paling dibenci sua
a
edak di belakang mataku. Hal kedua adalah bau tanah basah dan daun pinus yang hancur, aroma yang begitu pekat
n es kecil di kulitku. Di atasku, melalui jalinan dahan-dahan gelap, langit berwarna ungu lebam, bergolak dengan awan badai. Dunia adalah s
ndengar suar
lah suara perempuan, dengan nada manis yang
anpa kehangatan yang telah ia palsukan selama lima tahun. Itu adalah suara seorang p
eh "spesial" yang membuat kepalaku pusing. Dorongan tiba-tiba dan brutal dari belakang. Sensasi jatuh
an ini. Dia
ertahan yang keluar dari bibirku. Tenggorokanku terasa
ngek Chika. "Nanti ada
ia sudah pasti mati. Saat mayatnya ditemukan, semua akan terlihat seperti kecelakaan tragi
ran dengan tanah. Dia sudah menulis obituariku, merangkai narasi kematianku. Suami ya
mesin mobil menyala, dan kemudian derak ban yang menjauh, ditela
ng di sana, membiarkan hujan membasahiku, sebuah boneka rusak yang dibuang di hutan. Tapi kemudian, percikan sesuatu yang lain menyala di kegelapan di
ubuhku, tetapi amarah adalah bahan bakar yang lebih kuat. Aku merangkak melalui semak belukar yang lebat, ranting-ranting tajam dan bebatuan merobek gaunku
g kayu kecil, diukir dengan rumit, permukaannya halus dan anehnya masih bersih meskipun berlumpur. Benda itu terasa padat dan nyata di telap
gguncang tubuhku. Hipotermia mulai menyerang. Aku kalah dalam pertempuran ini. Pandanganku mulai menyempit, tepiannya berubah menjad
ngga berhenti di jalan berkelok-kelok tepat di luar batas pepohonan. Jantungku berdeb
ergerak dengan keanggunan yang meresahkan, seekor predator puncak yang terganggu oleh rintangan di jalannya. Di
a hujan, dan mata berwarna awan badai. Aku kenal wajah itu. Aku pernah melihatnya di majalah, di saluran berita keuangan, dalam tata
gin yang merendahkan. Tidak ada belas
akuan. "Wah, wah. Clara Adijaya. Sepertinya
spresinya tidak melunak. Dia tampak seolah-olah menikmati pemandangan itu. Di
iliki, aku menerjang, jari-jariku mencengkeram kulit halus sepatunya yang mahal, meraih
p tanganku seolah-o
rokanku. Mataku, yang melebar karena teror, te
tu mobil. Dia berdiri di sana, terperangkap antara kebenciannya yang mendalam terhadap suamiku dan bukti kejahatan yang mengerikan da
GOOGLE PLAY