Pandan
tajam pecahan es. Dia menatap ke dalam kegelapan tempat aku membeku, e
seperti predator yang mencium ancaman. Dia menyipitkan mata, mata
la
il hingga terbuka, mekanisme mahalnya mendesah pelan di jalan yang sepi. Dia b
a, nadanya aneh, campuran antara kekhawa
ar karena amarah yang tidak kuketahui kumiliki. Aku mendorong
mobil, melilitkan syal sutra di lehernya. Di
pat dia dibesarkan. Sangat... kampungan." Dia menatapku, matanya lebar dengan kepolosan palsu. "Aku turut berduka
emotong sandiwaranya.
an wajahnya di dada Kian, bahunya mulai bergetar dengan isak tangis buatan. "
rambutnya. Dia menatapku dari atas kepala wanita itu, alisnya berkerut
sik. Hatiku, yang kukira sudah hancur, sepe
, tawa mereka menggema di dinding berubin saat mereka menahanku. Dahlia, dengan senyum puas, telah men
bertahun-tahun. Aku telah menyembunyikannya, malu, sampai aku bertemu Kian. Dialah yang dengan lembut me
ni padamu?" tuntutnya,
Aku akan menghancurkannya, Elara. Untukmu. Aku akan me
a telah jatuh cinta pada monster yang telah dia sumpahi untuk
erutan tidak sabar yang sudah kukenal. "Kamu mau berdiri di situ saja?" Di
dari dada Kian. Namun, matanya dingin dan tajam dengan kemenangan. "Kita semua bisa
sekitar bekas lukaku yang lama. Itu adalah gerakan kecil yang hampir tak terlihat, te
a-tiba itu membuat Dahlia kehilangan keseimbangan. Dia terhuyung mundur dengan teriakan
menarik diri, dan pikirannya, yang dikaburkan oleh kegilaa
ku telah me

GOOGLE PLAY