Soegiha
dengan intensitas yang mengerikan. Aku mencoba bernapas pelan, memaksakan diriku untuk tetap t
Rasanya seperti ada duri di tenggorokanku. Aku memaksakan sen
kutinya, setiap langkah adalah siksaan. Sensasi di antara kakiku semakin kuat, seperti terbakar dan gatal secara bersam
uara dari luar. Ini hanya akan memperburuk keadaan. Aku sudah bisa mendengar tawa-tawa reka
itu kecil, hanya ada dua tempat tidur single yang dipisahkan oleh sebuah na
it ruang bernapas. Tapi ruang ini terlalu sempit. Kehadirannya saja sudah menyesakkan. Aroma
semakin ganas. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam, menghembus
gan. Dia sudah melepas jaketnya dan melipat lengan kemejany
baik-baik saja." Aku berbohong. Aku tidak
ahan, jalang. Karierku akan tamat. Semua yang kubangun, perlahan-lahan akan runtuh. Aku sudah bekerja keras untuk sampai di
ikan-bisikan, dan kemudian... suara desahan samar. Sialan. Mereka sedang bermesraan. Suara-su
di lidahku. Ini satu-satunya caraku untuk sedikit mengalihkan perhatian dari pend
idak apa-apa?"
aya... saya hanya sedikit kedinginan, Pak
dahiku. Sentuhannya seperti sengatan
etar," katanya, nadanya datar ta
kecil terjadi di dalamku. Organ intimku berkontraksi dengan kejam. Napasku t
mbang panas yang membanjiri, memaksaku untuk melengkungkan punggung. Aku memej
ng. Jangan di sini.
tubi. Ini adalah pengalaman yang mengerikan, orgasme yang datang tanpa rangs
memalukan di antara kakiku, tanda yang tak terbantahkan. Sebuah orgasme. Orga
sedikit mengernyit. Aku tahu, aku tahu dia pasti melihat sesuatu. Pipi
riku. Itu adalah tatapan yang terlalu tajam, terlalu
anyanya lagi, suaranya kini lebi
berbicara. Aku ingin menghilang. Aku ingin llagi, mendekatiku. S
ksi, dia meraih selimut tebal dari tempat tidurnya, dan
. Kehadirannya begitu dekat. Aroma maskulinnya, yang kini semakin kental, menyerbu hidungku. Aku bisa melihat
i dengan kekuatan dua kali lipat. Orgasme kedua datang, lebih kuat, lebih menyakitka
ar. Sensasi yang tak terkendali itu menguasai diriku.
nyaris tak terdengar. Aku mendorong selimut itu dari pu
asalkan jauh darinya, jauh dari ruangan kecil ini, jauh dari sentu
r justru tersandung karpet. Tubuhku yang lr
dingin. Rasa sakit itu, untuk sesaat, mengalihkan
embantuku berdiri. "Gisela!" serunya, nada
Tubuhku yang lemas bersandar padanya, tak berdaya. Aroma tubuhnya, kehang
ak bisa mengendalikan apa pun lagi. Bahkan pikiranku pun terasa kabur. Orgasme keti
nya. Dia pasti mendengarnya. Dia p
nelanku hidup-hidup. Air mata mulai mengalir di pipiku, bukan kare
in, lebih serius. Dia menahan bahuku, membuatku tetap berdiri di depa
iku. Aku merasa seperti mangsa yang tertangkap basah, dan dia adalah predator yang b
GOOGLE PLAY