ta yang membawanya menjauh dari Jakarta. Kepalanya bersandar di kaca jendela yang bergetar hebat, mengikuti laju bus yang ugal-ug
h SMA, dan uang tabungan yang nggak seberapa. Uang itu rencananya mau dipakai buat beli laptop bekas buat
knya pelan, hampir nggak kedengaran
senyum tipis kalau mereka papasan di meja makan, tapi wajah Arjuna yang merah padam karena murka. Tatapan mata pria it
a-kata Arjuna. Gugu
u benar-benar ada sesuatu yang tumbuh di sana. Bagaimana mungkin dia bisa membesarkan anak dalam keadaan sepert
bibi di sebuah desa kecil dekat Garut, tapi dia ragu. Kalau dia ke sana, apakah dia nggak akan makin memperm
ta, rumah megah keluarg
ki dia sudah mandi entah berapa kali. Dia masuk ke ruang tengah dan melihat ayah
angsa tanpa menoleh. Suaran
egun sejena
a. Satpam baru sadar pas lihat jendelany
suara denting yang keras. "Baguslah kalau dia tahu diri. Biar dia pergi. Itu kan yang dia
juna? Kalau dia kenapa-napa di jalan, atau kalau dia benar-benar hamil anak kamu, nama Adiwangsa
Arjuna meninggi. "Dia sudah ngerusak hidup aku! Valerie mutusin aku! Dia pergi ke London
ai ketemu. Bukan karena aku sayang sama dia, tapi karena aku nggak mau a
lagi dengan Kinanti. Dalam kepalanya, Kinanti bukan lagi gadis polos yang dulu sering dia kasih tumpangan kala
bakal baik sama dia," desis Arjuna s
ian semalam seolah menempel di dinding kamar itu. Dia mencoba mengingat-ingat. Dia ingat minum banyak di bar,
yang jebak aku?
dah tidak aktif. Frustrasi, Arjuna menendang kursi kerjanya sampai terjungkal. Dia merasa ter
i ke K
enyewa sebuah kamar kos kecil yang pengap di dekat pasar. Dindingnya hanya triplek, dan kamar mandinya ada di luar
nya orang-orang pasar yang mulai beraktivitas sejak tengah malam membua
nti takut,"
n yang tidak dia inginkan dalam mimpinya. Dia merasa dikhianati oleh takdir. Dia hanya i
uko, menanyakan apakah ada yang butuh tenaga cuci piring atau pembantu toko. Ba
tnya. "Kamu bisa nyuci piring? Tapi di sini kerjanya berat, dari p
ukan, yang penting bisa buat
uap panas dari tungku nasi yang membuatnya makin pusing. Tapi rasa sakit di perutnya mulai terasa berbeda. Mualnya bukan l
anya Bu Siti, pemilik
eka keringat di dahinya.
t. Jangan-jangan kamu..." Bu Siti menggantung k
pura-pura sibuk menggosok panci yang ber
sa tabungannya, dia memberanikan diri pergi ke apotek kecil yang agak jauh dari
cang. Tangannya gemetar saat memegang plastik kecil itu. Dia memejamkan mata, berdoa
dia membuk
merah. Jel
nya. Dia jatuh terduduk di lantai semen yang
ak boleh terjadi,
u pasti akan menganggapnya semakin licik. Tapi yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa anak ini
a menggugurkan kandungan ini seperti yang dikatakan Arjuna? Tapi dia tidak tega. Ini
kan orang-orangnya, bahkan mendatangi kampus Kinanti, tapi tidak ada
i yang ada di file data mahasiswanya. Di foto itu, Kinanti terliha
lau kamu lari, semua orang makin
ada juga sedikit rasa bersalah yang dia tekan dalam-dalam. Dia ingat semalam sebelum kejadian itu, di
inkan dirinya sendiri. "Semua orang miskin puny
n Kinanti, dia tidak akan memberi ampun. Dia akan membuat gadis itu mengak
memegangi perutnya, berjanji pada janin yang belum berbentuk itu bahwa dia akan melindunginya, meski
ahwa saat dia ditemukan nanti, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dia akan

GOOGLE PLAY