img Aku Diabaikan Saat Setia  /  Bab 4 Tak Cukup Sebungkus Nasi | 7.84%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 Tak Cukup Sebungkus Nasi

Jumlah Kata:1115    |    Dirilis Pada: 14/03/2022

di dalam rumah. Tadinya aku pikir dia pergi entah ke mana, lantaran se

an nasi kuning.” Tangan Kang Oded mengulurkan sepi

dalam udara penuh aroma. Cuping hidungku bergerak-gerak mengendus uap hangat yang menggugah selera. Memalukan sekali, tubuhku telah mengkhianati kehen

ajukan piring nasi kuning hingga berada tepat di depan tu

uk aku duduki. Ia sendiri duduk di kursi yang lain, menghadapi me

ning di meja, lalu duduk di kursi yang disediakan Kang Oded. Baru satu su

ku pikir ia berusaha terdengar

Dari sudut mata, aku merasakan pandang

nasi. Apa boleh buat, aku terpaksa ha

? Lalu kita makan bersama seperti ini.” Kentara

nya, aku sudah tak percaya lagi kepadanya. Bukan apa-apa, aku ragu ia mampu melaksanakan rayuanny

yang keluar dari lubang hidungnya menerpa pipiku. Aku kembali melirik dari sudut mata, dingin dan malas. Ekspresi wajah

us menahanku dan tak akan membiarkanku berangkat. Akibatnya, aku bisa terlambat masuk kerja. Bisa-bisa aku kena t

pat makan nasi agar bisa segera pergi dari rumah yan

r. Wajahnya yang tadi tegang kini berseri-seri. Ia juga menggosok

lagi. Mungkin dipikirnya aku sudah mulai melunak. Sayangnya, kamu salah, Kang. Hatiku telanjur sa

ng selalu tersedia di dalam tas. Kursi berderit ketika aku bangkit hendak pergi. Kan

Sengaja aku tekankan kata menginap agar ia tak berharap aku pulang dalam waktu dekat. Biar saja ia dat

hku yang sudah lebih dulu maju tanpa menunggu tanggapan dari ucapanku sebelumnya. Bagiku, perka

, aku menjawa

aku kalem. Lekas-lekas aku mempercepat langkah keluar rumah, t

abrik. Selama ini, aku selalu berangkat sendiri dengan angkot. Kang Oded hanya mau mengantarkan aku hingga ke pabrik apabila aku minta, itu pun dia

lewat, sebuah mobil angkot sudah mendekat. Penuh suka cita aku menyambut angkot itu. Angkot berhenti tepat di depanku, lalu aku mel

paham kondisi angkutan umum bangsa ini. Hanya ada sedikit keamanan dan kesabaran berkaitan dengan angkot sebagai sarana an

dalam agak penuh. Lima orang duduk di hadapanku, sedangkan tiga orang lagi duduk satu kursi di sampi

beda status denganku. Mereka para karyawan kecil yang harus mengejar angkot pagi-pagi s

batik. Sebuah keranjang anyaman dari plastik tergenggam di tangannya. Wajahnya tanpa riasan sama sekali. Aku tebak

Heran aku. Bukankah sudah kewajiban suami mengantarkan istrinya pergi kemana-mana? Lantas kewajiban siapa mengantarku kemana-mana? Abang ojek? Huh. P

kemudian dia mulai ogah-ogahan menjemput. Aku disuruh pulang sendiri dengan angkot. Sudahlah lelah bekerja, pulang harus naik a

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY