/0/12468/coverbig.jpg?v=6b5e081caba00de72ae42e35d5fe3ef2)
Anara Alfhatunnisa Zayba, seorang gadis yang harus menyandang status sebagai seorang istri dari pria tampan, berwibawa, dan pekerja keras. Di malam pertama pernikahan, Anara harus tidur sendiri lantaran sang suami lebih memilih untuk pergi meninggalkannya dengan alasan sebuah pekerjaan. Bekerja di malam pengantin? Sungguh konyol dan tidak masuk akal. Kehidupan pernikahan yang tak sesuai ekspektasi membuatnya cukup frustrasi. Mertua yang cerewet, ipar egois, dan suami yang diduga tukang selingkuh, merupakan alasan yang kuat sehingga Anara memutuskan untuk merubah kehidupannya.
Aku mendesah frustasi, saat tak menemukan namaku di daftar pemenang. Sesulit itukah? Atau diriku yang tak tahu membuat cerita menarik? Sehingga karyaku tak pernah dilirik oleh editor.
Sangat sulit bagiku untuk mendapat info lebih tentang cara menulis, membaca artikel saja tak cukup. Sehingga aku mengunduh hampir semua platform novel online, agar aku membaca banyak cerita yang berbeda.
Kadang aku merasa iri dengan orang-orang yang dengan gampang masuk list pemenang lomba. Aku hanya bisa menghibur diri dengan kalimat, "Jangan berkecil hati, mungkin saja mereka juga pernah melalui apa yang kau lalui, ini hanya masalah jam terbang".
Aku sudah mencoba segala pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, mulai dari membuat kanal Youtube, mengupload video original di salah satu aplikasi kumpulan video pendek, bahkan aku juga menjual jasa melukis henna craft. Namun, lagi-lagi tak ada yang berhasil. Sesial ini kah diriku? Apakah Tuhan lupa, membuat naskah tentang kebahagiaan untukku? Ataukah malaikat melewatkan namaku saat pembagian rezeki?
Memiliki kepribadian Introvert menjadi penghalang, circle pertemanan terbatas, sehingga sulit untukku mencari bahan untuk dijadikan sebuah cerita. Rasa malu dan tak enak hati akan melanda saat ingin menggali ide dari teman atau keluarga.
Pernah sekali, aku mencoba bertanya pada kerabat yang berprofesi sebagai prajurit bela negara. Akan tetapi, ia menolak dengan alasan 'rahasia negara', padahal tak ada yang salah dengan isi pertanyaanku. Setelah itu, dia membicarakanku dan membuat cerita di story Instagramnya, menjelekkanku karena berani mengorek tentang sebuah rahasia negara. Sementara, aku hanya bertanya tentang pangkat dan syarat menikah bagi seorang prajurit.
Seberapa banyak naskah yang kukirim, selalu ditolak dengan kalimat, "cerita sudah bagus dan gaya penulisan yang rapi. Namun, cerita Anda tak sesuai dengan gaya platform kami". Pertama kali mendapatkan penolakan, membuatku tak pantang menyerah, aku kembali merevisi dan membuat naskah baru. Akan tetapi, berita yang tak menyenangkan itu terus berdatangan membuatku kerap berputus asa.
Aku hanya bisa menangis di pojokan saat kekecewaan lagi-lagi menyerangku. Tak hanya mengirim naskah, aku juga mengikuti beberapa kompetisi di media sosial, tapi lagi-lagi tak ada harapan untuk penulis pemula sepertiku.
Saat mereka bertanya mengapa aku ingin menulis, jawabanku pasti hanya satu, karena aku ingin mencari uang dan pengakuan dari orang-orang yang meremehkanku. Hanya ini yang bisa kulakukan, duduk berdiam di depan laptop jadulku.
Aku tak pandai bersosialisasi, sehingga aku tak suka bekerja di toko atau terjun ke pekerjaan yang sering orang-orang sebut 'Multilevel Marketing', yang mengharuskan untuk lihai berbicara di depan banyak orang. Kuliahku masih stay di semester akhir, sehingga aku tak bisa mencari pekerjaan kantoran. Dan aku tak punya keterampilan tangan seperti kakakku, yang pandai menjahit dan mendesain pakaian.
Aku hanya bisa menciptakan karangan yang ayahku saja menganggapnya sampah. Ia selalu merendahkan keputusanku, mengatakan bahwa aku tak berguna. Beliau selalu membandingkan dengan kakakku yang memiliki banyak penghasilan.
Bukan hanya beliau, mertua dan iparku juga ikut memojokkanku. Mereka akan berteriak jika aku berdiam diri di kamar. Sehingga menyulitkanku untuk berkonsentrasi.
Bukan mauku untuk menikah di usia muda, perjodohanlah yang menjadi penyebab statusku harus berubah. Aku pernah berpikir, kemungkinan orang tuaku punya utang yang tak sanggup mereka bayar, sehingga akulah yang dijadikan jaminan. Namun, aku sadar hidupku bukanlah cerita sinetron.
Hidup di keluarga suami yang memiliki perekonomian memadai, menjadi sebuah bumerang bagiku. Mereka sering menganggapku beban hidup bagi suami. Bukankah tugas suami untuk menafkahi istrinya? Lantas, mengapa mereka yang sibuk mengurusi keuanganku?
Suamiku sebenarnya baik, tetapi karena terlalu patuh kepada ibunya, ia juga ikut-ikutan keras padaku. Menomor satukan orang tua memang tak masalah. Namun, kebahagiaan istri juga sangatlah penting dan menjadi patokan kesuksesan seorang suami.
Pernah sekali, suamiku meminta izin untuk pindah ke rumahnya saja-rumah yang ia beli saat masih bujang-mengikuti kemauanku. Namun, mertuaku melarang dengan alasan adik perempuan suamiku juga sering berkunjung ke rumah mertuanya, sehingga tak ada yang menemani dan mengurusnya di rumah. Lagi-lagi aku mengalah, bukan karena takut kepada mertua, tapi aku menghargai dan menghormati keputusan suamiku.
"Tak usah banyak kerja, kau istirahat saja. Jangan memaksakan diri, aku tidak akan marah jika kamu tidak membersihkan dalam sehari." Perkataannya saat itu membuatku sedikit lega, karena aku mengira, bahwa mertuaku adalah orang yang pengertian. Namun, ternyata aku salah. Saat itulah awal cerita, bagaimana mereka menyebarkan berita yang tak benar tentangku.
***
Anara Alfathunnisa Zayba-itu namaku. Indah bukan? Tapi tak seindah kehidupanku. Semenjak pindah ke rumah mertua, aku tak pernah tertawa, tak pernah bercanda, apalagi bercengkrama bersama keluarga dari pihak suami.
Karena itulah, aku sering berbohong agar bisa keluar dari rumah yang mirip penjara. Ralat, sepertinya penjara akan lebih nyaman dibanding rumah mertua.
"Nara! Di mana baju gamis biru yang kau cuci tempo hari?" teriakan mertuaku menghentikan aktivitasku. Sejak menjadi menantu, semua pekerjaan rumah dialihkan padaku. Ibu mertua sengaja tak melanjutkan kontrak pembantu sebelumnya, sebab aku sudah ada di rumah itu. Terkadang, aku merasa menjadi pembantu berkedok menantu.
"Di lemari, rak kedua sebelah kiri, Bu," sahutku yang masih berada di dapur, menggoreng ikan asin kesukaannya.
"Kau menyuruh Ibu mengambilnya sendiri, menantu macam apa kau ini? Dasar pemalas!" gerutu Mira-adik suamiku.
Mira memiliki usia yang terpaut dua tahun di atasku, membuatnya tak ingin menghormatiku, padahal aku adalah istri kakaknya. Secara terang-terangan ia telah mengibarkan bendera perang padaku.
"Aku sedang memasak, mengapa bukan kau saja yang membantunya?" Aku meliriknya sekilas. Kulihat ia membulatkan mata terkejut mendengar ucapanku. Sebelumnya, aku tak pernah membantah ucapan Mira dan ibu, tetapi kali ini, aku tak ingin terus menerus direndahkan.
Semakin aku diam, semakin mereka menginjakku. Selama ini aku tak takut. Namun, aku memilih untuk diam karena tak ingin mencari masalah. Akan tetapi, kesabaranku sepertinya sudah menipis.
Gelar menantu pembangkang dan pemalas sudah tertanam di pikiran orang-orang yang tak tahu menahu kebenaran. Mereka seakan terlalu asyik bercerita tentang orang lain, tanpa harus bertanya tentang kebenarannya. Mengapa? Karena bergosip adalah kesenangan bagi orang-orang yang tak memiliki pekerjaan, bagi mereka kebenaran tidaklah penting.
"Kau sudah berani membantah? Siapa yang mengajarimu? Kau harusnya tahu diri, tugas menantu memang seperti itu, bukan?" Mira mendekap kedua lengannya dan memberiku tatapan merendahkan.
Aku segera mematikan api kompor. "Apakah kau juga dijadikan pembantu di rumah mertuamu?"
"Jelas tidak! Mengapa aku harus repot mengotori tanganku untuk memberi mereka makan?"
Aku tersenyum miring menanggapi ucapannya, untung saja suara dengusanku tak terdengar. Ia tak ingin mengotori tangannya di rumah mertua, tetapi menyuruhku mengotori tanganku di rumahnya. Sungguh egois, hanya memikirkan diri sendiri.
Aku segera meninggalkan Mira yang masih saja bercerita tentang kelebihannya di antara para saudara suaminya. Terlahir dari keluarga yang mampu, membuatnya buta akan kekurangan diri sendiri.
Segera kuhampiri ibu mertuaku yang terlihat kesulitan mencari baju di lemari yang menurutku sangat besar. Apakah ia ingin menyaingi lemari selebriti kelas atas? Baju yang begitu banyak, apakah terpakai di kondisinya yang sudah menua? Sering kali diriku tersenyum kecut melihat mereka menghamburkan uang demi sehelai baju yang hanya terpakai beberapa kali saja.
"Jika kau ingin ke suatu tempat, pakai saja baju Mira, tak usah beli lagi. Jangan menghamburkan uang," petuahnya yang kubalas anggukan.
Lebih baik aku memakai baju lamaku daripada harus memakai baju Mira, dan berisiko menjadi bahan ejekan para tetangga. Sudah dipastikan, bahwa Mira akan menceritakan hal itu pada tetangga dan memberinya bumbu sambal pedas mercon, agar ceritanya terdengar dramatis. Seperti yang sudah lalu. Dia yang menawarkan, tapi dia pula yang menyebarkan berita palsu bahwa aku iri dengan kehidupannya. Sampai baju pun aku memaksa agar ia meminjamkan padaku.
"Kau juga harus berpenampilan menarik, jangan hanya memakai baju yang itu-itu saja," omelnya yang lagi-lagi kutanggapi dengan senyuman.
Padahal, dia yang melarangku untuk membeli baju baru, tetapi dia juga yang menyuruhku untuk berpenampilan layaknya orang kaya. Orang berkelas tidak dilihat dari seberapa mahal baju yang ia kenakan atau seberapa terkenal brand yang menempel di tubuhnya. Melainkan dari isi kepala, attitude, manner dan karaktermu sendiri.
"Apakah novelmu sudah selesai? Katanya menjadi penulis punya banyak uang, bukan? Lantas mengapa kau masih bergantung pada kakakku?" Lagi-lagi si Nenek Lampir itu kembali menghampiriku.
Untuk apa kakaknya menikah denganku jika kebutuhan hidup pun harus aku yang mencari?
"Bukankah tugas suami untuk memberi nafkah kepada istri. Kau juga seperti itu, kan?" tanyaku dengan nada mengejek. "Oh iya. Meski sudah menikah kau masih bergantung pada orang tua, bukan?" lanjutku sambil menutup mulut berpura-pura syok akan kenyataan itu.
Plak!
"Beraninya kau!" teriakan beserta tamparan mendarat tepat di pipi kiriku. "Dia anakku, wajar jika aku membantunya. Daripada kau, tak memiliki ibu sehingga tak ada yang menjadi sandaranmu."
Sakit? Tidak! Aku sudah kebal dengan segala bentuk pukulan fisik. Justru ucapannyalah yang membuatku kesakitan. Bukan mauku tak memiliki ibu, bukan kehendakku sehingga ibu pergi meninggalkanku. Aku juga merindukan sosoknya, tapi Tuhan sepertinya lebih menyayangi beliau. Ibu sudah tenang di sana, ia tak merasa kesakitan lagi.
"Ingat, Nara! Kau hanya benalu di rumah ini, seandainya Lidya saja yang menjadi menantuku," harapnya yang kuaminkan dalam hati.
"Jika Lidya yang menjadi menantu perempuan di rumah ini, Ibu harus mempekerjakan asisten rumah tangga. Karena ia tak akan mau mengerjakan semua pekerjaan rumah dan mengotori tangan cantiknya," balasku dengan suara yang meninggi.
"Kau ... masih saja membantah. Dasar! Wanita tak tahu diri!"
Ya, sebut saja aku seperti itu. Hanya aku yang hina, hanya aku yang tak pantas berada di keluarga ini. Keluarga toxic yang tidak ingin menghargai orang lain. Bagi mereka harta adalah segala-galanya.
Menceritakan empat sekawan bergelar jomblo abadi, tiada henti mendambakan cinta sejati yang tak kunjung terpenuhi, padahal sudah lama menanti. Meisya, si gadis pecicilan yang menanti percikan cinta dari para senior, tetapi tak kunjung mendapat hilal. Ia memiliki paras yang lumayan cantik, tetapi sikapnya yang bar-bar membuat para lelaki menjauh sebelum memulai penjajahan cinta. Rara, gadis keturunan Jawa-Bugis, memiliki kulit hitam manis dan wajah yang mungil. Ia kerap didekati lelaki karena parasnya yang unik dan berbeda dari gadis Jakarta lainnya. Namun, tak jauh berbeda dengan Meisya. Otak Rara juga tidak genap. Dewi, adalah gadis yang sedikit normal di antara kedua gadis yang lainnya. Namun, sikapnya yang terlalu percaya diri membuatnya kerap mendeklarasikan laki-laki yang mendekat sebagai jodoh masa depan. Wawan si lelaki feminin yang lemah lembut, ingin membuat orang-orang di sekitarnya bahagia. Kepribadian yang melenceng membuat sahabatnya berusaha agar ia beralih ke jalan yang benar.
WARNING 21+ ONLY! Setelah perubahan status Nathalie—menjadi keluarga besar Hamilton—semakin banyak pria yang mulai mendekat tanpa peduli dengan masa lalunya yang kelam. Siapa yang tak tertarik dengan wanita yang digadang-gadang akan menjadi penerus keluarga Hamilton? Keluarga Kaya yang memiliki bisnis terbesar di Amerika. Ada baiknya terlebih dahulu membaca seri pertama {Pesona Gadis Camilan}
WARNING! (ONLY 21+) Nathalie Benoit memilih untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan. Ia sudah terkenal di kalangan wanita-wanita dunia gelap, gadis nomor satu di Santa Marie, Los Angeles. Akan tetapi, kehidupan yang dulunya selalu beruntung, seketika ditimpa kesialan saat ia bertemu dengan Adam Connor, pria kaya yang dirumorkan impoten. Pria itu membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat, lantaran terkena skandal yang menjengkelkan. Akankah ia mampu melewati semua rintangan itu? Atau ia malah pasrah dengan berita-berita simpang siur tentang dirinya dan Adam?
Ellena Cameron, gadis muda yang frustrasi karena dikhianati kekasih, memilih untuk melepaskan keperawanan dan menghabiskan malam dengan pria asing, sebagai bentuk balas dendam karena takdir yang begitu kejam padanya. Saat dia berusaha melupakan kejadian tersebut, saat itu pula seseorang mengaku sebagai pria yang telah menghabiskan malam bergairah bersamanya. Fakta tersebut mengantarnya pada kehidupan yang sanggup membolak balikkan dunianya. William Asahavey Hamilton, pria kaya yang selalu dijodohkan dan dipaksa menikah oleh sang kakek, mengantarnya bertemu dengan seorang gadis muda yang menurutnya sedikit gila. Memberikan keperawanan secara sukarela adalah hal yang sangat tak biasa. Dia sudah sering bertemu dengan banyak wanita, tetapi tak ada yang mengalahkan eksistensi dari gadis mungil itu di matanya.
Hagia Anindita, seorang karyawan biasa, berwajah biasa, dengan kehidupan yang biasa pula, harus menerima kenyataan, bahwa hidupnya yang biasa-biasa saja diterjang ombak permasalahan yang meluluh-lantahkan segalanya. Di hari pernikahan yang dikira akan berjalan sempurna, harus dihentikan setelah seorang wanita asing mengaku bahwa ia telah mengandung anak dari pria yang baru beberapa menit menjadi suaminya. Apa yang harus ia lakukan? Mengikhlaskan berarti ia rela untuk menjanda. Namun, jika menolak dan bersikeras untuk mempertahankan hubungan, ia akan dicap sebagai wanita yang jahat karena membiarkan satu nyawa yang tak bersalah lahir tanpa seorang ayah.
Setelah pemutusan sepihak yang dilakukan oleh sang kekasih, Ayana beranggapan bahwa laki-laki memang selalu sama. Ia tak ingin terjatuh ke dalam pesona kaum adam yang tak punya rasa simpati pada wanita. Bukan perkara mudah untuk melupakan rasa sakit yang mereka timbulkan. Butuh waktu yang lama untuk bangkit dari keterpurukan yang mereka ciptakan. Ayana bersumpah pada diri sendiri untuk tidak gampang terpesona dengan laki-laki mana pun. Sampai ketika ia bertemu dengan Bima Argunarta, seseorang yang pernah menjadi bagian dari masa lalu Ayana. Masa lalu yang begitu mencekam, sekaligus menyesakkan.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”