Kedua mata Beverley tampak memerah. Bukan karena dia ingin menangis, tetapi karena merasa sangat marah. Kenapa Emma bisa memikirkan hal seperti itu? Apa karena Emma hanya seorang ibu tiri?
"Bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kau hidup dengan nyaman bersama orang kaya. Kau bisa hidup dengan tenang tanpa harus memikirkan uang. Apa aku salah?" Emma bertanya tanpa merasa bersalah.
Beverley langsung mendengkus. "Kau pikir siapa yang sedang kau tipu? Emma, aku bukan anak kecil yang bisa dibodohi. Sampai kapan pun aku tidak akan setuju!" desisnya dengan tajam. Dia tahu situasi apa yang sedang dihadapinya.
Emma, si ibu tiri mata duitan itu ingin menggunakan putrinya untuk melunasi utang-utangnya pada keluarga Oliver. Dengan cara apa? Dengan cara menikahkan Beverley dengan putra Michael Oliver yang sedang dirumorkan sebagai seorang gay!
Beverley sangat paham. Pernikahan itu pasti hanya digunakan untuk menutupi rumor itu. Tentu saja dia tidak mau. Pernikahan adalah hal yang sakral, dia tidak ingin menikah dengan sembarangan. Apalagi dengan orang yang sama sekali tidak dikenal.
Lagi pula orang yang berutang banyak adalah Emma. Kenapa dia yang dikorbankan? Kenapa tidak ibu mata duitan itu saja yang menikah dengan lelaki gay putra Michael Oliver? Dia sangat senang jika ayahnya bercerai dengan wanita sinting itu.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau tidak suka?" tanya Emma. Dia duduk menyilangkan kaki lalu menatap Beverley dengan kepala terangkat.
"Jika kau membantah maka aku akan pergi dari rumahmu. Biarkan ayahmu yang sudah lumpuh itu telantar sendirian," ucap Emma tanpas ekspresi. Meskipun terdengar halus, tetapi terdapat nada ancaman yang nyata.
"Emma!" Beverley langsung berteriak marah. Dia mengepalkan telapak tangannya dengan kuat sampai tubuhnya ikut gemetar. Matanya terpejam dan mulutnya terkatup rapat.
"Kau berani berteriak padaku?" Emma mengerutkan alisnya dalam-dalam. "Jangan berpikir hanya karena aku adalah ibu tiri lalu kau dengan bebas bersikap tidak sopan kepadaku!" lanjutnya dengan nada yang ditinggikan.
"Lalu hanya karena aku adalah anak tiri, lalu kau bisa dengan bebas menentukan hidupku?!" Beverley balas berteriak.
Dia sudah muak dengan Emma. Wanita itu sama sekali bukan ibu tiri yang baik. Jika dia tahu karakter aslinya seperti itu, maka di masa lalu dia tidak akan mengizinkan James menikah dengannya.
Ya, ayah Beverley yang bernama James memang menikah lagi setelah istri pertamanya meninggal. Namun, setahun terakhir ini James mengalami stroke yang membuatnya tidak bisa bekerja lagi.
Emma yang sangat suka berfoya-foya memiliki tagihan kartu kredit hingga jutaan dolar. Itu membuatnya pusing karena tidak tahu bagaimana cara melunasi. Akhirnya dengan alibi suaminya yang sakit, dia meminjam uang jutaan dolar itu untuk melunasi tagihan bank.
Lalu siapa orang yang meminjamkan uang? Orang itu adalah Michael Oliver, atasan James. Mungkin karena James adalah salah satu orang kepercayaannya sehingga Michael Oliver mau meminjamkan uang sebanyak itu.
Kadang-kadang Beverley sungguh ingin mengusir Emma dari rumah James. Namun, itu tidak mungkin karena ayahnya sangat mencintai wanita itu.
James tampaknya sudah dibuat gila oleh Emma yang memiliki penampilan 'lumayan' cantik. Mungkinkah wanita itu menggunakan mantra sihir untuk menggodanya?
"Bev, kau sudah dewasa. Jika kau menikah dengan pria kaya, bukankah kau juga yang akan diuntungkan?" Emma berkata dengan sinis. Dia meniup kuku panjangnya yang berwarna merah dan menatap itu dengan bangga.
Sungguh memuakkan!
"Kau harus tahu, Emma. Aku sama sekali tidak mengenal pria itu. Aku tidak tahu seperti penampilannya, sifatnya, dan-"
"kenapa kau harus memikirkan hal semacam itu? Apa yang paling penting adalah kehidupan yang terjamin. Menikah itu tidak selalu tentang cinta atau omong kosong apalah," balas Emma dengan acuh tak acuh.
Beverley menjadi semakin marah. "Apa maksudmu? Apakah selama ini kau tidak pernah mencintai James?"
"Aku tidak berkata seperti itu."
Beverley mendengkus dingin. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya secara perlahan. "Aku tidak akan menikah. Dan utang-utangmu itu tidak ada urusannya denganku," ucapnya dengan dingin.
"Well, kau bisa menolak sekarang. Namun, yang pasti ... mau tidak mau kau akan pergi ke altar pernikahan."
Tiba-tiba Emma berdiri dan menjinjing tasnya yang harganya sangat mahal. Kemudian wanita itu melenggang pergi tanpa peduli dengan wajah pucat Beverley.
Sebelum benar-benar menutup pintu, Emma menoleh menatap Beverley dengan tajam. "Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri, Bev. Ayahmu bisa kutelantarkan kapan saja."
Setelah mengatakan ancaman itu, barulah pintu benar-benar ditutup.