/0/13522/coverbig.jpg?v=20250123145341)
Mira adalah seorang ibu rumah tangga yang berhati mulia. Kehidupannya bisa terbilang pas-pasan. Namun, meski begitu, Mira tetap ikhlas saling tolong menolong terutama menolong Abah Karjo, pria renta yang hidup sebatang kara. Bagaimana kelanjutan kisah hidup Mira dan Abah Karjo? Mampukah Mira menjalani hidupnya yang penuh rintangan?
Angin sore berhembus pelan menerpa dedaunan layu yang berserakan di tanah gersang. Suara kicauan burung yang berterbangan terdengar saling bersahutan.
Di ujung jalan setapak, tampak pria renta sedang berjalan tertatih-tatih dengan menggunakan tongkat kayu. Tubuhnya pun sudah sedikit bungkuk. Maklum usianya sudah menginjak Delapan puluh tahun lebih.
Namanya adalah Karjo. Biasa dipanggil abah Karjo. Keseharian abah hanya bekerja sebagai pemulung barang bekas. Kadang jika tubuh ringkihnya kelelahan, abah hanya bisa berdiam dan berbaring dalam rumahnya.
Hidup seorang diri di daerah perantauan membuatnya tidak banyak dikenal warga sekitar. Hanya sebagian yang mengenalnya dengan baik bahkan ada juga sebagian warga yang mau mengasihinya.
Hasil memulung tidaklah seberapa. Jika kesehatan tubuhnya mendukung, abah pergi bekerja mencari barang bekas di sekitar. Ia kumpul hasil memulung itu selama tiga hari lalu ia jual pada orang pengumpul barang bekas.
Hasil penjualan terkadang hanya dapat lima belas ribu. Abah akan selalu bersyukur berapapun uang yang ia dapatkan. Terpenting baginya adalah dapat membeli beras.
Jika tubuhnya sedang tak enak, abah pun terpaksa tidak mencari. Terkadang ia terpaksa menahan lapar karena stok kebutuhannya sudah habis. Jika sudah begitu, abah hanya mampu meminum air putih untuk mengganjal perutnya.
Kaki kurus tanpa mengenakan sandal itu terlihat masih kuat berjalan. Hanya beberapa langkah lagi ia tiba di sebuah rumah yang dituju.
Akhirnya, ia tiba di halaman sebuah rumah yang sederhana. Sejak sebelum sore tadi ia sudah berniat mendatangi rumah tersebut. Tujuannya tidak lain hanya ingin meminta tolong dan ia yakini hanya pemilik rumah inilah yang mau menolongnya.
Abah melangkah pelan memasuki teras depan rumah tersebut. Ia mengangkat tangannya yang terlihat gemetar kemudian mencoba mengetuk pintu dan memberi salam.
Tok tok tok
"Assalamualaikum, Nduk!" ucapnya sambil mengetuk pintu.
Sembari menunggu pintu dibuka, abah mencoba duduk di kursi untuk mengurangi rasa lelahnya. Ia letakkan tongkat kesayangan di samping kursi tempatnya duduk.
"Waalaikumsalam." terdengar sahutan si empunya rumah dari dalam.
Seorang wanita muda beranjak dari kamarnya dan bergegas ke depan untuk membukakan pintu. Pekerjaannya melipat baju di kamar itu pun ia tinggalkan sebentar.
Nama wanita itu adalah Mira. Rumahnya memang tidak begitu jauh dari rumah abah. Mira merupakan seorang ibu rumah tangga. Keseharian ia hanya di rumah merawat rumah, suami dan kedua anaknya.
Krek
Pintu berbentuk persegi itu pun terbuka lebar. Mira melihat pria tua yang menggunakan tongkat duduk di kursi teras rumahnya. Ternyata yang mengetuk pintu rumahnya adalah Abah Karjo
"Eh, Abah. ada apa, Bah?" tanyanya menghampiri Abah.
Mira langsung duduk di samping pria tua itu. Ia memandangnya sambil tersenyum. Di lihatnya, wajah keriput itu pun ikut tersenyum ke arahnya.
Tampak di sebelah mata kanan abah ada kotoran mata yang menempel. Mira tahu, mata abah sudah sangat rabun. Akhirnya ia mengambil handuk kecil yang sedikit usang yang tergantung di leher abah kemudian mengelap kotoran mata tersebut.
"Nggak apa-apa, Nduk. Abah kesini cuma mau minta tolong kalau kamu berkenan." Ucap Abah langsung ke intinya. Kedua tangannya terlihat saling meremas merasa tidak enak dengan apa yang barusan diucapkan pada Mira.
"Minta tolong apa, Bah? InsyaAllah Mira selalu berkenan," jawab Mira kembali sambil tersenyum. Ia akan menolong semampunya, siapa pun yang membutuhkan pertolongannya. termasuk abah, pria tua di hadapannya itu.
Abah karjo tampak mengangguk. Mengambil nafas kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Sejujurnya ia merasa ragu untuk meminta tolong pada Mira. Sebab, dirinya bukan siapa-siapanya bagi wanita itu.
Akan tetapi, karena tak ada pilihan lain, abah pun terpaksa meminta pertolongan. Sebab tubuhnya sungguh tidak mampu lagi untuk berusaha. Akhirnya, dengan pelan dan hati-hati, abah pun mengatakan tujuannya pada wanita tersebut.
"Abah mau minjem beras, Nduk. kalau ada, secanting saja. Dari tadi pagi abah belum makan. karena beras abah habis. InsyaAllah kalau ada rejeki nanti, abah pasti kembalikan." Jelas abah kemudian sambil memandang Mira penuh harap.
Mira tertegun mendengar ucapan abah Karjo. Sekarang hari sudah pukul empat sore. Dari tadi pagi abah belum makan. Hatinya terasa teriris melihat pria renta di hadapannya. "Ya Allah, kasihan Abah," batinnya dalam hati.
"Iya, tunggu sebentar ya, Bah. Mira ambilkan beras dulu," ucapnya tersenyum.
Mira beranjak dari duduknya kemudian pergi kembali ke dalam. Tujuannya mengambil beras di dapur dan memberikannya pada abah Karjo.
Saat tiba di dapur, Mira bergegas mengambil sepiring nasi beserta lauk tumis kangkung dan sambal. Tak lupa ia mengambil beras di dalam wadah tempat ia menyimpan beras.
Saat membuka wadah beras, Mira terdiam.Ternyata beras-nya juga tinggal sedikit cuma secanting. Itupun untuk jatah makan esok hari.
Lama Mira terdiam sambil berpikir. Ia merasa bingung. Suaminya pun belum pulang dari kerja. Jika beras secanting ini ia berikan pada abah Karjo, bagaimana keluarga kecilnya makan esok hari. Ia takut suaminya nanti akan marah. karena mengingat hari ini suaminya pun belum gajian.
Suami Mira hanya bekerja jadi kenek mobil angkutan umum kota. Itu pun tak selalu dapat uang. kadang tiga hari kedepan ia baru mendapatkan uang. Itupun tergantung keberuntungan.
Bila angkot sedang ramai penumpang, dalam satu hari suaminya bisa membawa uang sebesar seratus ribu Rupiah. Terkadang bila lagi sepi, suaminya hanya bisa membawa uang sebesar dua puluh ribu Rupiah. Terkadang pulang suaminya tidak membawa uang sama sekali.
Dengan niat dan Bismillah, akhirnya Mira berniat menyedekahkan satu-satunya harta secanting beras pada abah Karjo.
Soal esok hari, ia akan mencari. Apapun dan bagaimanapun ia harus berusaha. Yang penting baginya anak-anaknya bisa makan.
Mira lantas membungkus beras secanting tersebut dengan plastik kemudian bergegas beranjak pergi ke luar menemui abah Karjo kembali.
Sambil tersenyum, Mira memberikan sepiring nasi tadi serta beras dalam plastik tersebut pada abah karjo.
"Ini Bah, berasnya. nggak usah dikembalikan, Bah. Mira ikhlas. Dan juga ini ada nasi beserta lauk untuk makan Abah nanti malam," ucap Mira sambil memberikan kantong plastik dan sepiring nasi.
Mata abah Karjo berkaca-kaca menahan rasa haru dan syukur. Hatinya senang dan merasa sangat berterimakasih pada wanita di hadapannya.
"Terimakasih, Nduk. Mudah-mudahan rejeki nduk melimpah dan barokah."
"Amin, Bah," sahut Mira mengaminkan ucapan abah Karjo.
" Kalau begitu abah pulang dulu, Nduk! Bentar lagi hari mau malam." Ucapnya lagi mohon pamit untuk pulang.
"Iya, Bah. hati-hati di jalan." Balas Mira sambil menganggukkan kepala.
Abah karjo pun pulang. Sambil memegang kantong plastik dan sepiring nasi, abah tersenyum kemudian berlalu pergi berjalan mengenakan tongkatnya menuju pulang ke rumahnya.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.