Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Mak, Kata Orang Aku Anak Haram
Mak, Kata Orang Aku Anak Haram

Mak, Kata Orang Aku Anak Haram

5.0
9 Bab
65 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Denada adalah seorang gadis yang menyandang status anak haram di kampungnya. Dahulu emaknya pulang dari tempat perantauan dalam keadaan hamil tanpa suami. Denada menjalin hubungan dengan Yusuf, anak dari orang terkaya di kampungnya, tapi orang tua Yusuf tak setuju dengan hubungan mereka. Di sisi lain ada seorang pemuda yang juga menyukai Denada, Fandi. Orang tua Fandi tak mempermasalahkan status Denada. Dengan siapakah nantinya Denada akan menikah?

Bab 1 Tetangga Nyinyir

Part 1

"Mak, kata orang aku anak haram," ucap Denada kepada wanita tua yang berusia sekitar 55 tahun. Rambutnya mulai memutih, Khadijah namanya. Orang-orang desa memanggil, Bu Dijah. Dia bangun dari duduk dan memeluk putrinya, lalu mencium gadis cantik yang mengadukan hinaan salah satu tetangga.

"Kamu bukan anak haram, Nak. Sudah sering Emak katakan. Kamu bukan anak haram," ucap Bu Dijah sambil memeluk putri tercinta.

Bu Dijah seringkali mengatakan hal itu ketika Denada mulai mengadukan sikap para tetangga yang menghinanya. Kata-kata 'Anak Haram' sering terdengar dari mulut beberapa tetangga yang suka nyinyir. Bahkan sejak Denada masih kecil sampai sekarang yang usianya sudah menginjak 25 tahun.

Denada sangat kesal dengan sikap Rozi, anak Bu Siti yang letak rumahnya sekitar 150 meter dari rumah Denada.

"Kamu akan menjadi perawan tua. Siapa yang akan menikahi anak haram sepertimu? Tidak punya wali nikah kamu, Dena."

Denada mengulang kata-kata yang di ucapkan Rozi. Hinaan demi hinaan yang terlontar dari mulut tetangga membuat dada pendengarnya seperti di hantam benda keras. Sungguh terasa sangat sakit.

Tentu saja Bu Dijah murka. Dia menarik tangan Denada menuju rumah Bu Siti. Ibu dari Rozi yang sering menghina. Sebenarnya bukan hanya Rozi, ibunya pun adalah salah satu tetangga yang suka bergosip tentang Denada.

Tak lama mereka sudah ada di depan pagar rumah Bu Siti. Bu Dijah mulai berteriak memanggil nama Rozi. Amarahnya bangkit, wajah ibu itu pun memerah.

"Keluar kamu Rozi! Anak kurang ajar! Apa salah putriku sehingga kamu suka sekali menghina dan mengatakan Denada adalah anak haram?!"

Bu Siti keluar dari dalam rumahnya, diikuti Rozi yang berusia 28 tahun. Dia bersembunyi di balik punggung emaknya karena ketakutan.

"Sudah tua masih sembunyi di belakang ibumu! Apa kamu masih meny*su padanya?!"

Kerasnya suara Bu Dijah memancing sikap kepo para tetangga. Beberapa tetangga mulai keluar dari rumahnya. Penasaran entah apa yang terjadi.

"Apa salah putraku, Dijah?! Kenapa kamu berteriak-teriak di rumahku?!" tanya Bu Siti yang meletakkan kedua tangan di pinggang. Matanya pun mulai melotot.

Tak terima dengan ucapan Bu Dijah. Wanita tukang gosip itu berusaha melawan. Mereka berdiri di teras rumahnya. Sedangkan Bu Dijah dan Denada berada di pintu pagar rumah Bu Siti.

"Hei, Siti! Beri tau anakmu. Anakku bukan anak haram. Beri tau putramu itu agar tak selalu menghina Denada. Dia laki-laki tapi mulutnya seperti perempuan!" Sambil menunjukkan jari telunjuk ke arah Rozi yang masih bersembunyi di belakang punggung emaknya.

"Buktikan kalau dia bukan anak haram! Bukannya setelah kamu dan orang tuamu dulu pulang dari merantau, perutmu itu bunting tanpa membawa suami!"

Wanita penggosip itu mengingat masa lalu. Di mana ketika Khadijah pulang dari perantauan, dia hamil tanpa membawa suami.

"Suatu saat aku akan membuktikan padamu bahwa Denada bukan anak haram. Kamu akan merasa menyesal dan malu karena suka sekali bergosip tentang putriku, Siti!"

"Saya akan menunggu hari itu, Dijah. Tapi saya yakin hari itu tidak akan terjadi karena Denada memang anak haram." Bu Siti dengan percaya diri mengatakan hal itu.

Rasa geram Bu Dijah kali ini bertambah-tambah, mengingat aduan Denada tentang wali nikah yang di lontarkan Rozi.

"Rozi! Asal kamu tau, ya. Denada akan menikah dengan pria yang tepat. Kamu tidak usah sibuk memikirkan masalah wali nikah putriku," ucap Bu Dijah.

Akhirnya, Bu Dijah melangkahkan kakinya lebih jauh lagi masuk ke wilayah rumah Bu Siti. Wanita tua itu berusaha menjambak rambut Rozi yang bersembunyi di belakang emaknya.

Dengan sigap, Bu Siti mencegah agar putranya tak di jambak, tapi Bu Siti kalah telak. Bu Dijah dapat meraih rambut Rozi dan mulai menarik rambutnya yang keriting.

"Sakit maakkkkkkkk!" Rozi berteriak dan menangis. Para tetangga yang awalnya hanya menyaksikan pertengkaran adu mulut antara Bu Dijah dan Bu Siti, kini menyaksikan pertengkaran yang lebih sengit lagi.

Bu Dijah yang menjambak rambut Rozi. Bu Siti yang juga menarik jilbab abu-abu yang di kenakan Bu Dijah. Tak ketinggalan Denada menghalangi Bu Siti yang menarik kerudung emaknya.

Keributan itu disaksikan oleh banyak warga dan menjadi tontonan gratis. Ada yang melerai, ada yang hanya menyaksikan, bahkan ada pula yang merekam dan berniat menguploadnya di tiktok, agar menjadi viral.

Salah satu warga memanggil pak RT yang rumahnya tak begitu jauh dari TKP. Pak RT pun berlari dan berusaha melerai pertengkaran mereka yang mulai adu kekuatan, meskipun usia Bu Dijah dan Bu Siti sudah tak muda lagi.

"Sudah! bubar! Kalian berdua ini sudah tua, tapi tingkah kalian seperti bocah. Malu sama umur ibu-ibu!" Pak RT berteriak dan berusaha melerai tingkah konyol mereka.

"Bu Dijah, silahkan pulang bawa Dena!" Perintah pak RT. Matanya menoleh ke arah Pak Darwis yang baru datang.

"Baik, saya akan pulang. Sudah enek lihat emak dan anak seperti Siti dan Rozi," ucap Bu Dijah sambil melebarkan matanya selebar mungkin pada Bu Siti.

Rozi menangis dan duduk tergeletak di tanah seperti anak kecil. Mereka mulai berjalan untuk pulang. Ketika sampai di luar pagar, Bu Siti mulai mengomel lagi. Masih tak terima atas kedatangan mereka berdua.

"Aku juga enek sama wajahmu, Dijah. Apalagi sama putri harammu si Denada." Tak mau kalah, Bu Siti membalas sambil melotot dan menunjukkan jarinya ke arah mereka berdua dengan menggunakan jari tengah.

Bukan hanya mata yang di lebarakan selembar mungkin, jari tengah pun ikut ambil bagian. Urat leher mereka terlihat sangat jelas, wajah pun memerah.

Mendengar ucapan dan hinaan Bu Siti, Bu Dijah membatalkan niatnya untuk pulang. Dia mulai berteriak kepada tetangga lain yang suka menghina putrinya.

"Saya jelaskan lagi, ya, para warga! Denada bukan anak haram! Saya dulu menikah di tempat perantauan, tapi malang lelaki itu pergi ketika saya sedang hamil."

Bu Dijah mengingat pada masa sulit itu. Hari-hari berat yang harus di lalui karena di tinggal oleh suami tercinta dalam keadaan hamil tanpa tau alasannya.

"Halaaa, ngeles kamu. Kamu bilang begitu agar putrimu tak di cap anak haram, kan?!" ucap Bu Siti, seraya menatap ke dalam mata Bu Dijah dengan tatapan sinis dan senyum licik di bibirnya. Wanita itu merasa puas sudah menghina.

"Kamu gak percaya tak masalah, tapi setidaknya anak saya meskipun tak punya bapak dia wanita normal. Tak seperti anakmu Rozi," ucap Bu Dijah. Yang berniat masuk ke area rumah Bu Siti untuk memulai Adu kekuatan seperti sebelumnya. Untungnya Pak RT dan warga melerai.

Bersambung

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 9 Fandi VS Yusuf   09-13 14:34
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY