/0/14296/coverbig.jpg?v=20230901170726)
Kiara, dan Arron bercerai saat usia pernikahan mereka hanya dalam hitungan bulan. Sebuah perceraian yang sebenarnya disebabkan oleh fitnah dan konspirasi. Tanpa sepengetahuan Arron, saat mereka bercerai, Kiara sebenarnya sedang mengandung darah dagingnya. Tujuh tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan. Namun, saat ini situasinya sudah berbeda. Arron telah menikah, dan Kiara sudah memiliki tunangan. Arron telah menikah dengan wanita yang dijodohkan oleh kedua orang tuanya, sedangkan Kiara menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang telah menolongnya saat dia mengalami trauma ketika berpisah dengan Arron. Namun, rasa cinta yang masih begitu dalam membuat keduanya tak mampu lagi memendam rasa cinta dan gairah yang begitu menggelora, meskipun harus hanyut dalam hubungan terlarang.
Sebuah mobil BMW Hurricane warna hitam tampak melaju dengan kecepatan sedang di jalan tol arah masuk ibu kota. Di bawah rintik hujan yang turun begitu lebatnya, tampak seorang laki-laki fokus mengendarai mobil itu dengan begitu hati-hati karena derasnya air hujan yang membasahi kaca depan mobilnya. Atensi laki-laki itu, tiba-tiba tertuju pada sebuah mobil yang berhenti di tepi jalan tol tersebut.
Dari kejauhan, tampak sesosok wanita berdiri di samping mobil dengan kap mobil yang terbuka. Merasa kasihan, laki-laki itu pun memperlambat mobilnya, tentunya dia tidak tega melihat wanita yang terlihat tak berdaya itu. Terjebak di tengah jalan tol dalam kondisi mobil yang mogok, dan juga hujan lebat, pasti bukan hal yang mudah, sekaligus juga membahayakan bagi seorang wanita, begitu yang ada dalam benaknya. Setelah menghentikan laju mobilnya, laki-laki itu mengambil sebuah payung di dalam laci dasboard lalu turun dari mobil dan mendekat pada wanita itu.
Di bawah guyuran rintik hujan, kedua manik mata itu bertemu pada satu titik, dada keduanya bergemuruh, rasa rindu, sakit, dan emosi bergumul di dalam hati. Sejenak mereka terpaku dalam diam, diantara gejolak hati yang begitu menggebu, namun tak tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya, kebekuan diantaranya pun memudar, manakala bibir keduanya mulai bergerak, dan mengucap sebuah nama.
"Kiara..."
"Arron..." ucap mereka dengan bibir bergetar. Beberapa saat, keduanya kembali terdiam dalam rinai hujan yang beradu dengan suara gemuruh kilat dan petir yang sesekali menggelegar, dalam pekatnya suasana malam. Tubuh mereka seakan kembali membeku.
Gemuruh langit malam ini, seolah sama dengan apa yang mereka rasakan, begitu hebat mengoyak kalbu, mengingatkan kembali pada kisah masa lalu. Sebuah kisah yang seharusnya telah usai. Tujuh tahun memang telah berlalu, tetapi kisah itu seakan masih membekas di dalam hati keduanya, Kiara, dan Arron yang harus terpisah saat usia pernikahan mereka hanya dalam hitungan bulan saja.
Perlahan, langkah kaki Arron pun mendekat, sedangkan Kiara hanya bisa diam terpaku. Ingin rasanya dia berlari, tapi tubuh itu terasa begitu kaku. Hingga akhirnya, dia merasakan rintik hujan itu tak lagi jatuh ke atas kepala dan tubunya saat sebuah payung yang dipegang oleh Arron, kini melindungi tubuh keduanya dari derasnya air hujan. "Lama tak bertemu," sapa Arron. Kiara hanya tersenyum kecut. "Maafkan aku, Kiara. Aku tahu kalau kata maaf ini terlambat, seharusnya tujuh tahun yang lalu aku mengatakan ini padamu."
"Cukup Mas, lebih baik kau pergi sekarang, kisah kita sudah usai."
"Tapi rasa cinta ini belum usai, Ara."
"Itu menurutmu, tapi tidak denganku. Kisah ini sudah usai ketika suamiku mengusirku saat dia berfikir aku telah berselingkuh di belakangnya. Rasa cintaku juga sudah habis saat dulu suamiku lebih mempercayai apa yang dikatakan oleh orang lain dibandingkan diriku. Padahal, dia mengenalku bukan satu, dua, atau tiga hari, tetapi dia sudah bertahun-tahun mengenalku. Namun, semua itu ternyata sia-sia. Jadi, lebih baik kau pergi sekarang, dan anggap kita tidak perah bertemu lagi."
"Aku tahu kesalahanku begitu besar padamu. Silahkan kalau kau tidak mau memaafkan aku, kau berhak melakukan itu, Kiara. Tetapi, tolong malam ini ijinkan aku untuk menolongmu. Tolong jangan pedulikan siapa yang sedang menolongmu, anggap saja aku orang asing bagimu, anggap kau tak mengenalku. Tapi tolong, terima pertolongan dariku, setidaknya demi orang-orang yang masih menyayangimu, dan menunggu kepulanganmu. Kiara, ini sudah malam, sangat berbahaya di sini, aku yakin di saat seperti ini tidak ada petugas yang berkeliling, sedangkan pintu tol masihsangat jauh. Jadi, tolong ikut denganku. Sejenak Kiara pun terdiam dan tampak berfikir. "Kiara.."
"Baiklah."
Segurat senyum pun tersungging di bibir Arron. "Ayo masuk ke mobilku, biar anak buahku yang membawa mobil ini ke bengkel." Kiara pun mengangguk, lalu berjalan mengikuti laki-laki bertubuh tegap yang berjalan di depannya. "Baju kamu basah, pakai ini saja," ujar Arron sambil memberikkan jas yang dikenakan olehnya saat mereka sudah sampai di mobil Arron. Kiara hanya menatap jas itu. "Kenapa? Tolong pake, Ara. Lihat tubuhmu sudah menggigil seperti ini."
Perlahan, Kiara pun mengambil jas tersebut, lalu dia kenakan di luar kemeja basahnya. Tetapi, tetap saja tidak bisa mengurangi rasa dingin yang rasanya sudah begitu menusuk ke dalam tulang. "Ara!" panggil Arron. Wanita itu tak menyahut, yang terdengar hanya suara gemerletuk giginya disertai tubuh yang tampak kian menggigil. Melihat keadaan itu, Arron pun kian mempercepat laju mobilnya. Dalam benak laki-laki itu, dia harus membawa Kiara ke sebuah tempat untuk menghangatkan tubuhnya.
"Ara, bertahan ya!" Tak berapa lama, mobil itu pun keluar dari pintu tol. Lebih tepatnya, sebuah pintu tol yang jaraknya masih puluhan kilo meter dari ibu kota. "Kita mau kemana, Mas?"
"Ara, lihat tubuhmu. Menggigil seperti itu, jarak ke Jakarta masih jauh, Ara. Sebaiknya kita cari tempat dulu sampai kondisi tubuhmu jauh lebih baik."
Dalam hati Kiara, sebenarnya dia menolak ajakan dari Arron, dia sadar siapa laki-laki itu, Arron hanyalah sebatas mantan suami yang seharusnya dia lupakan, dan dia tak mau hanyut dalam kenangan masa lalu itu. "Ara, aku nggak ada niat buruk sama kamu. Percaya sama aku."
"Jangan lama-lama, aku ada urusan penting di Jakarta."
"Iya," sahut Arron, sambil melajukan mobilnya ke sebuah hotel yang lokasinya tak jauh dari pintu keluar tol itu. Setelah melakukan reservasi dan masuk ke dalam kamar, Arron menyuruh Kiara untuk mengganti bajunya dengan bathrobe sambil menunggu pelayan yang diperintahkan olehnya untuk membelikan baju datang ke kamar itu.
"Kamu istirahat dulu, tidurlah. Nanti kalau bajunya sudah datang kau kuberi tahu."
"Iya," jawab Kiara singkat, dia memang tak ingin banyak berbicara pada Arron, karena baginya, hanya akan semakin memperdalam luka di hatinya. Laki-laki itu pun memilih untuk pergi ke ruangan di samping kamar, dia ingn menepati janjinya untuk tidak mengganggu Kiara, meskipun harus menahan rasa rindu yang begitu menggebu. Rindu yang telah dia tahan selama bertahun-tahun. Lebih tepatnya, sebuah rindu yang terbingkai dalam penyesalan. Arron pun hanya bisa menghela napas sepenuh dada, hingga lamunannya tersentak saat terdengar bel di pintu kamar itu.
TET TET
Sedangkan di sisi lain ruangan, tubuh Kiara yang sudah terbungkus oleh sebuah selimut, tetap saja merasa kedinginan, bahkan tubuh itu terlihat semakin mengigil. Arron yang baru saja mendekat ke arah ranjang Kiara, spontan membelalakkan matanya saat melihat wanita itu tampak begitu kedinginan. Detik itu juga, Arron baru menyadari jika Kiara sedang terserang hipotermia.
"Kiara!" panggil Arron, seraya mendekat ke arah Kirana, dan melemparkan begitu saja pakaian yang dibawakan oleh petugas hotel tersebut. Arron pun masuk ke dalam selimut, lalu mendekap dan memberikan kehangatan pada tubuh Kiara.
"Kiara! Ada aku di sini, kamu pasti baik-baik aja, aku nggak bakalan biarin kamu kenapa-kenapa, Kiara," ujar Arron, tangannya pun menjelajah dan menggesek seluruh lekuk bagian tubuh Kiara hingga hampir satu jam lamanya keadaan Kiara pun tampak lebih membaik.
Arron yang telah begitu telaten merawat Kiara akhirnya menghembusakan napas dengan lega. "Sekarang udah jauh lebih baik, kan?" Kiara pun menganggukkan kepalanya. "Aku ke samping dulu ya," pamit Arron. Tetapi saat dia akan beranjak dari ranjang itu, tiba-tiba Kiara mencekal tangannya. "Jangan pergi, temani aku sebentar," ucapnya dengan begitu lirih, bahkan hampir saja tak terdengar.
Meskipun dipenuhi perasaan yang begitu campur aduk, pada akhirnya Arron pun mengikuti keiginan Kiara. Dia merebahkan tubuhnya di samping Kiara, lalu mendekap tubuh itu. Awalnya Kiara menolak dekapan hangat itu karena dia hanya ingin Arron menemani di sampingnya, bukan untuk bermesraan dengannya.
Tetapi dekapan Arron yang kian kencang, membuatanya tak mampu lagi mengelak, apalagi tubuhnya kini masih terasa begitu lemah. Di tengah suasana malam dengan derasnya hujan yang begitu syahdu, keduanya seakan tak mampu lagi membendung rasa cinta dan hasrat yang begitu bergumul di dalam dada.
"I love you, Kiara. I love you, we together."
"Ingat istri dan anakmu, Mas."
Cinta yang tak berlogika, begitulah yang dialami Leonora Cheryl yang menyukai Gavin, suami dari tantenya sendiri, Diandra. Hubungan yang kian dekat karena tinggal dalam satu rumah, akhirnya membuat keduanya hanyut dalam hubungan terlarang.
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Awalnya, Krystal hanya meminta pertolongan pada Kaivan untuk meminjam uang demi mengobati adiknya yang sakit. Namun, semua niat Krystal tidak bisa gratis begitu saja. Ada harga yang harus dibayar. Menjadi istri kedua dari seorang Kaivan Bastian Mahendra adalah syarat utama yang harus Krystal lakukan. Hubungan rumit layaknya sesuatu hal yang tak mungkin, mampukah Krystal bertahan?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?