Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Godaan Sang Mantan Pacar
Godaan Sang Mantan Pacar

Godaan Sang Mantan Pacar

5.0
36 Bab
8K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Warning!! Mature content. Boncil menyingkir!! Nisa kembali dipertemukan dengan cintanya, namun dia sudah tidak mengingat apapun tentang Leon. Leon, laki laki yang pernah sangat berharga bagi Nisa, bahkan seluruh dunianya hanya untuk Leon, kini semua berubah. Leon kini sangat dibenci dan ingin dijauhi oleh Nisa. Mampukan Leon membangun kembali cintanya yang hilang, ketika Nisa melupakan semua hal tentang dirinya. Follow my ig: aleena.marsainta_sunting

Bab 1 Awal Baru

Sebuah taksi berhenti di area pemakaman, langkah kakinya terasa berat. Dia membawa dua karangan bunga yang sudah di pelukannya dengan erat.

Dua batu nisan terpampang jelas di pelupuk matanya. Ada rasa sesal dan sesak dalam dada, rasa sakit yang disimpan selama lima tahun itu tertumpah begitu saja diatas batu-batu nisan tersebut.

"Aku pulang Pah, Lana. Maaf membuat kalian menungguku terlalu lama. Maaf karena aku telah banyak menyusahkan kalian. Aku berjanji akan menjaga dan merawat mama menggantikan kalian."

Deraian air mata berjatuhan membasahi wajah nan cantik jelita. Mengingat semua kejadian lima tahun lalu meninggalkan luka yang teramat dalam.

Setelah menaruh karangan bunga, dia pun pergi meninggalkan area pemakaman. Taksi kembali melanjutkan perjalanan pada sebuah rumah sakit.

Dia membawa satu karangan bunga lili putih juga sekotak makanan kesukaan. Wanita paruh baya itu terbaring lemah dengan selang infus di lengan dan hidungnya. Alat bantu yang membuatnya bertahan untuk hidup.

Wanita nan cantik jelita tadi meletakan bunga lili putih kesayangan menggantikan bunga yang sudah layu di atas meja pasien.

"Ma, aku sudah pulang, aku sudah sehat. Semua ini berkat Lana yang sangat menyayangiku. Sekarang giliran aku yang menjaga dan merawatmu," ucap wanita nan cantik jelita itu sambil mengusap lembut pipi wanita kesayangan yang sudah terlihat keriput.

Suara dorongan pintu dibuka, seorang pria berkacamata menghampiri wanita nan cantik jelita tadi, "Kau sudah datang, Nis? Bagaimana perjalananmu?" suara tadi menepuk perlahan pundak wanita itu.

"Uhm, lumayan melelahkan Adam, tapi aku sudah bertemu papa dan Lana sebelum kesini," ucapnya sambil tangan mungil itu memijat perlahan lengan wanita kesayangan tadi.

"Sebaiknya kau pulang dan istirahat, dua hari lagi kau kan sudah mulai bekerja dan maaf jika tempat tinggal yang kupilihkan tidak sesuai dengan keinginanmu. Aku harap kau tak keberatan," tambah lelaki yang bernama Adam tadi.

"Terima kasih sudah membantuku mencarikan pekerjaan dan tempat tinggal buatku, Dam!" suaranya nan lembut dengan lesung pipi yang kembang kempis juga tersenyum saat berbicara.

"Jangan bicara seperti itu Nis, selama ini paman dan bibi sudah banyak membantuku. Kalau bukan mereka yang membantu, mungkin aku masih bergelandangan di jalan," ucap Adam menatap Nisa yang sedang mengkhawatirkan kondisi ibunya.

"Bagaimana dengan kondisi terakhir mamaku, Dam? Apa yang dokter katakan?" Nisa mencoba mengalihkan dengan pertanyaan.

"Bibi memerlukan transplantasi jantung dan yang paling penting biaya untuk operasi juga pemulihannya membutuhkan biaya yang tak sedikit," jelas Adam.

Meski mencoba tersenyum, Adam sangatlah tahu beban yang sedang dirasakan Nisa.

"Uhm, aku paham!"

Nisa hanya mengangguk perlahan, dia mencoba memahami semua ucapan yang dikatakan Adam.

Ya ... inilah awal baru untuk seorang Faranisa Aznii setelah orangtuanya bangkrut. Ayah dan adiknya, Lana meninggal karena kecelakaan dan jantung Lana didonorkan kepadanya. Sedangkan dirinya terpaksa memulihkan diri di negeri orang dengan sia-sia ekonomi terakhir mereka.

Ibunya memiliki riwayat yang sama seperti Nisa, terpaksa hanya bisa mengandalkan peralatan bantu untuk mendominasi tubuhnya tiga tahun belakangan ini. Kali ini Nisa harus berjuang mengandalkan diri sendiri dan kemampuannya yang tak seberapa untuk mencari biaya perawatan, operasi ibu juga dirinya sendiri.

Nisa berjalan keluar rumah sakit berbarengan dengan satu mobil yang diparkir dengan tergesa, terlihat salah seorang membuka pintu penumpang dan memapah seseorang yang terluka. Mereka hanya terhalang satu orang sehingga tidak ada satupun dari mereka yang menyadarinya.

"Nis, aku akan mengantarkanmu." Adam berlari menyusul Nisa.

"Kau pasti lelah seharian bekerja, Dam. Apa masih ada waktu untuk mengantarkanku?"

Nisa merasa sungkan karena selama dia tak ada, Adamlah yang menjaga juga merawat ibunya.

"Tidak apa-apa, Nis. Kau juga pasti belum makan, kita mampir makan sekalian ya," ucap Adam, Nisa tak bisa menolak lagi menerima ajakan dari Adam.

"Aku ambil motorku sebentar. Kau tunggu disini ya, Nis," lanjut Adam meninggalkan Nisa berjalan ke arah parkiran.

"Cih ... aku bilang, aku baik-baik saja. Kau sampai repot membawaku ke rumah sakit!" Gerutu seorang pria yang lengannya sudah di balut perban.

"Maaf, Tuan, tapi ini adalah perintah dari tuan Prawira langsung, kakek Tuan, beliau menyuruh saya menjaga Tuan apapun yang terjadi. Jadi mana saya berani melanggarnya." kilahnya.

"Kau masih saja memakai alasan kakekku, Bisma. Dia itu sudah meninggal, sudahlah, aku bukan anak kecil lagi," sahutnya dengan suara setengah bariton yang dikeluarkan.

"Ta–ta–pi, Tuan Leon, ini adalah amanat beliau yang harus saya jaga." Bisma masih saja bersikeras.

"Sssttt, sudah jangan berisik lagi. Ambilkan mobil! Mau sampai kapan aku berdiri seperti ini," delik Leon memberi perintah. Dia terdengar tak sabar ingin segera meninggalkan rumah sakit.

"Ba–ba—baik, saya ambil sekarang, mohon tunggu sebentar, Tuan!" Bisma berlari meninggalkan tuannya mengambil mobil.

Mata Leon berkeliling sesaat, matanya menangkap sosok yang dia kenali. Namun, dia segera meremas wajahnya sendiri dengan kasar.

"Ughh. Aku masih juga belum bisa melupakan dia, padahal sudah lima tahun berlalu. Rasanya itu tidak mungkin dia. Aku sudah sering salah mengenali orang. Dasar sial, semua karena ulah Marko mengajakku minum malam ini."

Leon bergerutu dalam hati saat melihat sosok wanita yang di bonceng motor bebek butut.

"Maaf ya, Nis. Aku hanya bisa mengantarmu pakai motor jelek begini," ucap Adam disela perjalanan mereka.

"Nggak apa-apa, Dam. Kalau kamu nggak kasih aku tebengan malam ini, aku akan keluar uang lagi buat bayar taksi," kekeh Nisa. Adam hanya tersenyum mendengar celotehannya.

Motor bebek butut Adam berhenti di salah satu warung tenda pecel ayam.

"Nah Nis, ini pecel ayam favorit disini, aku jamin sekali coba bikin nagih!" Adam mempromosikan santapan pecel ayam dengan penuh semangat.

"Wah ... aku makan banyak loh, Dam, kalau bikin nagih aku bisa makan dua atau tiga porsi sekaligus," sahut Nisa sambil tersenyum meledeknya.

"Boleh, boleh, kamu mau makan tiga porsi pun, boleh. Malam ini spesial, aku traktir!" Adam tak bisa menghindari pesona dari wajah cantik Nisa.

"Oke, satu porsi aku bungkus ya, buat cadangan kalau nanti malam aku kelaparan. Soalnya aku belum punya stok apa-apa di rumah, barang-barang pun belum ada yang aku bongkar!" Nisa melepas rasa sungkannya sambil tertawa bersama di meja makan pecel ayam.

***

"Anda ada janji makan malam dengan nona Wina, Tuan," Bisma mengingatkan tuannya.

"Dia lagi! Huft, sungguh tidak pernah menyerah!" Leon langsung kesal ketika Bisma menyebutkan nama Wina.

"Setidaknya dia salah satu kandidat yang cocok untuk, Tuan," tambah Bisma lagi.

"Aku sudah bilang, apapun kau boleh atur, tapi untuk urusan kandidat apa dia cocok denganku atau tidak, aku yang sendiri yang menentukan. Itu perjanjianku dengan almarhum kedua orangtua dan kakekku!" tegas Leon, mengingatkan perjanjian mereka.

"Saya mengerti, Tuan. Tapi tidak salah jika anda mencobanya dengan nona Wina. Dia sangat cantik, anggun dan juga seorang model," kembali Bisma mulai berkhotbah mempromosikan Wina.

"Kalau begitu, kau saja yang menggantikan aku menemui dia. Kau juga harusnya sudah punya calon kandidat, kan?" cibir Leon tak mau kalah jika berdebat soal kandidat.

Bisma menelan pil pahit ketika dia terus membujuk tuannya untuk menerima acara kencan buta yang sudah dirancang, tapi tuannya langsung menolak mentah-mentah.

"Ah, Tuan sampai kapan anda akan menutup diri anda. Setelah kepulangan anda lima tahun lalu, sikap anda telah banyak berubah."

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY