"Umm Ah Mas juga sangat pintar memanjakan aku, ah Mas ... aku udah nggak tahan, masukin sekarang aja Mas," suara wanita itu semakin manja- benar-benar membuat buluk kuduk meremang, siapapun yang mendengarnya.
"Dasar wanita penggoda suami orang, kamu benar-benar nakal," si laki-laki juga sepertinya sudah terlena dan sudah nggak akan mundur lagi dengan tindakannya.
"Emm ahh ahh siapa suruh pedang kamu begitu enak Mas, aku sekali coba malah ketagihan pengen berkali-kali, ahh umm, Mbak Amel pasti sangat seneng banget setiap hari mendapatkan ini dari kamu ya Mas, ah umm, Mas lebih kencang Mas ahh aku pengen lebih kencang dan dalam lagi, Mas ...," suara wanita itu makin serak dengan semua gelora berbahaya, dia benar-benar menikmati pedang pusaka milik suami orang.
"Itu kamu juga enak banget Rania aagh si Amel mana bisa kasih service seperti kamu, dia mah lewat nggak ada apa-apa nya. Pokoknya, aku lebih berselera bersama dengan kamu ketimbang dia. Apalagi setelah aku tahu kenyataan itu, huh ahh sia-sia saja selama ini aku usaha, ternyata dia wanita yang nggak ada isinya," keluh laki-laki itu sambil dia membalikkan tubuh wanita itu lalu memompanya makin kencang dari belakang.
"Ah ah Mas bisa aja ngerayu aku ump Maaas Ah terus Mas ahh aku mau keluar Mas UMM ahhh!" wanita tadi makin menggeliat saat pedang pusaka laki-laki itu dipercepat dan sama–sama ingin mengeluarkan cairan mereka.
"Ahh Rania kamu memang sangat hebat ah umm kamu benar benar bisa memuaskan aku aah aku juga mau keluar, Ran," laki-laki itu makin memompa lebih dalam hingga mereka benar benar sudah berada pada titik langit ke tujuh.
Surga dunia yang nggak mungkin ditolak siapapun. Titik kenikmatan yang nggak mungkin mereka ragukan dan hindari. Mereka benar benar mengeluarkan suara-suara yang bergelora. Kamar itu seolah menjadi saksi kenikmatan gairah mereka.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata membeku menatap adegan panas tersebut. Bukan hanya wajahnya yang panas, hatinya pun ikutan terbakar.
Aku baru saja pulang dari membeli kue. Aku ingat, hari ini adalah hari perayaan pernikahan kami yang kedua. Mas Yuda memintaku keluar rumah dan jangan pulang ke rumah sebelum jam 9 malam.
Aku nggak tahu apa yang Mas Yuda rencanakan, tapi pastinya aku memang mengharapkan sesuatu yang bahagia juga spesial untuk perayaan pernikahan kami.
Di Luar cuaca sedang tak bersahabat. Bahkan sejak sore tadi langit sudah mulai gelap dan rintikan air hujan mulai membasahi bumi. Aku tetap keluar rumah sejak sore karena Mas Yuda yang meminta dan berpesan seperti itu.
Aku yakin, Mas Yuda sedang mempersiapkan kejutan untukku. Kejutan yang benar-benar aku harapkan, nggak lain dan bukan adalah hari dimana yang selalu aku tunggu ketika Mas Yuda lebih memanjakan diriku.
Mas Yuda belakang ini sering sekali sibuk dan keluar rumah padahal itu hari liburnya bekerja. Aku nggak punya alasan menahan Mas Yuda karena setiap kali aku tanya dia selalu bilang ada urusan kantor yang mendesak. Tentu saja aku percaya, karena dia adalah suamiku yang nggak pernah berbohong.
Meski dingin menyapu seluruh kulitku dan rintikan hujan sampai membuat bajuku basah, aku tetap nggak peduli karena aku membayangkan saat pulang nanti Mas Yuda akan memeluk tubuhku dengan erat. Harapan itu adalah pemicu agar aku bisa menghilangkan rasa dingin yang menjalar di seluruh tubuhku.
Aku nggak percaya dengan apa yang aku lihat. Mas Yuda sepertinya baru saja selesai dengan adegan panas mereka dan tubuhnya masih terlihat penuh dengan keringat. Wajahnya bahkan biasa saja saat melihatku di hadapannya.
Hingga kue yang ada di kedua tanganku, yang sudah dibuka dari boxnya begitu saja terjatuh di lantai.
"Oh, rupanya kamu sudah pulang, Amel!" kata Mas Yuda, wajahnya bahkan nggak menunjukkan rasa bersalah padaku. Sepertinya, itu memang benar-benar sudah direncanakan.
"Apa maksudnya ini, Mas? Ke-–Kenapa kamu dengan Rania ada di ranjang kita?" tentu saja aku mengenal siapa wanita yang sedang bertelanjang bulat di samping tubuh suamiku dan duduk di tepi ranjang sambil membenahi rambutnya yang masih basah karena keringat pertempuran nya tadi.
Mungkin itu adalah pertanyaan bodoh, jelas sekali aku tahu kalau suamiku sedang ena ena dengan anak dari teman ibu mertuaku. Aku mengenal Rania, dia pernah datang pada arisan keluarga beberapa bulan lalu. Aku nggak pernah menyangka kalau hari seperti ini akan terjadi pada diriku.
Layaknya seperti sinetron unggulan televisi yang tayang istri yang teraniaya oleh anak arisan teman ibu mertuaku.
Mas Yuda tiba-tiba saja mendekat dan satu tamparan keras langsung menyapa pipiku. Aku nggak tahu kenapa Mas Yuda menamparku.
"A–ada apa Mas? Apa salahku?" suaraku bergetar dan leherku tercekik saking kagetnya. Harusnya aku yang marah, kenapa ini malah Mas Yuda.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini kejutan yang mas Yuda rencanakan untukku?
"Pikir saja pakai otakmu, Amel? Apa yang kamu lakukan? Hah! Kamu benar-benar menikmati waktu yang aku berikan dengan laki-laki itu kan?" tudung mas Yuda membuat tubuhku bergetar.
Aku bingung dengan apa yang diucapkan Mas Yuda. Kenapa dia mengatakan hal seperti itu?
"Aku? Aku kenapa, Mas? Memangnya aku kenapa?" Mas Yuda nggak menjawab, dia hanya berjalan ke dekat ranjang kami dan kembali dia melemparkan sesuatu ke wajahku.
Aku semakin bingung? Aku merasa nggak melakukan satu kesalahan dan aku yakin pagi tadi kami masih baik baik saja. Apa yang sebenarnya terjadi?
Aku melihat beberapa lembar foto yang berserakan dekat kakiku. Aku berjongkok dan memungutnya. Melihat apa yang berada dalam foto tersebut.
Mataku membulat nggak percaya dengan apa yang ada di dalam foto tersebut. Aku berada di dalam foto tersebut dalam kondisi nggak mengenakan pakaian dan dalam dekapan seorang laki-laki. Aku sendiri bahkan nggak sadar kalau pernah ada kejadian seperti itu.
"Seharusnya kamu sudah tahu dong kenapa aku bersikap seperti ini. Ibarat kata, mata dibayar dengan mata dan kamu selingkuh dengan laki-laki lain, aku nggak salah dong kalau aku juga bersama dengan wanita lain. Toh, kamu itu juga nggak bisa memberikan yang aku mau," suara Mas Yuda lantang penuh dengan kemarahan. Sepertinya, dia benar-benar serius dengan ucapannya.