Angin sore yang berhembus tenang menerpa wajahku, bahkan mengeringkan air mataku.
"Bunda tak pernah memaksa ayahmu untuk memilih bahkan menikahi bunda, nak!"
Aku menatap ke bola mata bunda begitu tenang. Nampak mata yang indah itu terlihat sendu. Airmata wanita yang kucintai ini Nampak menumpuk di kedua bola mata bunda. Bunda mengelus lembut rambutku dengan penuh kasih saying, aku bisa merasakan hal itu, bahkan menatanya di belakang telinga. Pandangannya tak lepas melihat ke arah ku.
"Aku mencintainya, bun" cicitku menahan isak tangis ku. Tanpa sadar aku menggenggam erat tangan bunda yang aku gapai.
Bunda tersenyum kecil."Cinta tak bisa dipaksakan, bukankah kamu sudah mencobanya"
Aku mengangguk membenarkan perkataan bunda. Aku sudah mencoba sebisa aku bisa bertahan.
"Itu bukan cinta, Andrea! Kamu hanya ingin memlikinya. Kamu hanya ingin menang di depan Sea."
Aku menggeleng, kali ini bunda pikiran bunda salah. Aku benar-benar mencintainya.
"bund....." selaku membela diri.
Bunda memotongnya."Kamu ingin berkata bahwa bunda salah?" tebaknya
Aku mengangguk sambil memainkan cincin yang bertengger indah di jari manisku. Saat ini, cincin itu sudah ingin lepas dari jariku. Entah cincin ini memang kebesaran, atau tubuhku yang semakin kurus.
"Kalau benar kamu mencintainya, buat dia bahagia."kata bunda.
"Ak....aku sudah melakukan berbagai cara agar dia melihatku bunda, tap...tap...tapi" belaku
Bunda menghapus air mataku "aku ingin kisahku seperti bunda dan ayah"lanjutku dengan senyuman manis setiap kali mengingat kisah cinta kedua orangtuaku.
"Bunda malah tak ingin melihat nasibmu sama dengan bunda. Bunda ingin kamu mendapatkan lelaki yang mencintai dan memperjuangkanmu. Bunda selalu berdoá agar jalan cintamu selalu mulus putiku saying.
"Bunda" kataku sendu di pelukannya.
"Kamu ingin membuatnya bahagia?"
Aku mengangguk, itu memang impianku.
"Lepaskan dia, biarkan dia bersama orang yang dicintainya. Kamu tahu dengan siapa dia akan bahagia. Biarkan dia hidup dengan Sea!!"
Aku menangis di pundak bunda, apa aku bisa melepasnya. Sudah banyak yang telah ku korbankan bahkan membuat sahabat dan teman terdekatku memusuhiku. Aku meanatap bunda dengan pandanga kabur. Bunda mengangguk mencoba membujuk ku agar aku bisa memberi keputusan.
Jika aku melepaskannya, maka tak ada satupun orang yang ada disekitarku. Bahkan ayah dan kak Adri pun membenciku. Aku sudah kehilangan semuanya.
**