"Masukin kak... Aahhh... Aku sudah gak tahan..." Zhea mengerang. Kedua tangannya telah berpindah ke atas kedua payudaranya yang berukuran 34B dengan puting berwarna merah muda yang nampak menggemaskan ditambah dengan kulitnya yang putih mulus. Kedua tangan Zhea meremas-remas payudaranya menantikan vaginanya diterobos oleh penis milik suaminya tersebut.
Permintaan tersebut tak juga digubris oleh pria yang berstatus sebagai suami dari seorang wanita yang sedang terlentang pasrah menunggu hujaman penis 10cm nya. Pria itu tetap sibuk menggesekkan penisnya yang tak kunjung berdiri sedangkan vagina milik istrinya telah sangat menantikan hujaman dari penis miliknya.
"Gak berdiri lagi ya kak?" Tanya Zhea.
"Gak tau nih, kok gak bisa berdiri sih" jawab Muchlis.
"Ya sudah, gesek gesek saja kak.. yang penting kakak puas" ujar Zhea kepada pria berusia 34 tahun itu.
Tanpa menjawab, Muchlis memposisikan penisnya tepat diatas klitoris milik Zhea yang timbul seperti kacang. Zhea hanya bisa mengerang, nikmat, namun bukan kenikmatan seperti ini yang ia harapkan. Akan tetapi, sebagai seorang istri yang baik dan berwajah polos, ia tahu bahwa ia harus berpura-pura menikmati kenikmatan yang nanggung seperti ini. Sehingga ia hanya terus mendesah sambil meremasi kedua payudaranya yang berukuran 34B seiring gesekan-gesekan antara vaginanya dan penis suaminya.
"Aku mau keluar... Aaahhhhhhhh" Muchlis melenguh bersamaan dengan tiga semburan sperma mengenai perut istrinya.
Pinggulnya berhenti bergerak, nafasnya pun terengah-engah, ia merasakan kepuasan namun tidak dengan istrinya yang memperlihatkan senyuman palsu seakan ikut merasakan kepuasan yang sama.
Muchlis berbaring disamping kiri Zhea, nafasnya masih belum stabil. Sedangkan Zhea menoleh kearahnya memperlihatkan senyuman manis dari wajahnya yang tanpa diketahui oleh Muchlis bahwa itu adalah senyuman yang menyembunyikan kekecewaan. Diusianya yang menginjak angka 26 tahun, kebutuhan pemuas syahwat adalah salah satu hal yang amat ia inginkan.
Muchlis tak berkata apapun, ia pun menoleh kearah Zhea dan membalas senyuman nya dengan senyuman juga tanpa merasa bersalah atas ketidakmampuannya dalam memberikan kepuasan seksual kepada istrinya. Kemudian dengan segera ia bangun dan berjalan menuju kamar mandi yang ada didalam kamar tidur mereka.
Zhea menghela nafas, kecewa dan sedih selalu ia rasakan tiap berhubungan intim selama satu tahun ini. Di usia pernikahan nya yang baru menginjak usia dua tahun ini ia hampir tidak pernah mendapatkan kepuasan batin yang selayaknya, kecuali hanya saat malam pertama dimana selaput daranya pertama kali diterobos oleh penis milik suaminya.
Dering notifikasi ponsel yang singkat terdengar membuat matanya yang semula menatap kearah langit-langit rumah tertuju kepada ponselnya yang ia letakkan disebelah kotak tisu yang terbuat dari manik manik berwarna biru dan putih, warna kesukaannya. Zhea meraih kotak tisu dan mengabaikan HP nya lalu mengambil beberapa lembar tisu kemudian membersihkan sperma suaminya yang berserakan diatas perutnya yang rata dan terawat.
Zhea memiringkan badannya kearah kanan. Masih dalam keadaan tak berbusana. Ia meraih ponselnya dan melihat sebuah notifikasi dari aplikasi Facebook yang memberitahu bahwa seseorang ingin menambahkannya sebagai teman. Mata Zhea terbelalak dan tubuhnya terasa bergidik melihat akun tersebut menggunakan foto profil sebuah penis yang berdiri tegak dengan gagah perkasa yang sangat berbeda jauh dengan milik suaminya yang tak pernah lagi ia melihatnya berdiri selama hampir dua tahun ini.
Zhea menoleh kearah kamar mandi dan masih terdengar suara guyuran shower. Zhea kembali menatap foto profil dari akun Facebook tersebut. Nafasnya terasa berat dan ia merasa vaginanya berkedut membuat tangan Zhea mulai menyentuh ujung klitorisnya yang seakan menciptakan aliran listrik yang membuat tubuhnya bergetar. Namun secepat itu Zhea menyadari bahwa ia sedang melakukan sebuah kesalahan bagi seorang istri. Zhea akhirnya memblokir akun tersebut dan kembali meletakkan HP nya diatas meja kecil disamping tempat tidurnya.
*****
Zhea dan Muchlis telah berencana untuk berjalan jalan ke sebuah taman wisata yang sedang jadi pembicaraan oleh banyak masyarakat disana. Zhea mengajak Muchlis pergi ke taman tersebut setelah ia mendengar pembicaraan dari ibu ibu di kompleknya saat mereka sedang belanja sayur dari gerobak Mang Bejo, si penjual sayur keliling.
Mereka berdua telah berada di sebuah stasiun kareta yang cukup megah. Perjalanan dari rumah mereka ke tempat yang mereka tuju memakan waktu yang lebih singkat apabila ditempuh dengan kereta listrik yang melintas ditengah kota. Namun tanpa mereka duga, hari ini terjadi peningkatan penumpang sehingga mereka harus berdesak-desakan untuk mengantri masuk kedalam gerbong kereta.
"Pokoknya kalau kita terpisah, tetap turun di stasiun Biji Rambutan ya." Muchlis berkata dengan mendekatkan bibir ke telinga Zhea yang tertutup oleh jilbab pashmina. Zhea hanya mengangguk, matanya menjelajah ke seluruh sudut yang ia bisa jangkau dan melihat betapa penuhnya gerbong kereta nanti. Tangan Zhea menggenggam erat tangan suaminya, berharap ia tak terpisah dengan suaminya ketika didalam gerbong kereta nanti.
Beberapa menit kemudian, kereta yang mereka tunggu pun tiba. Mereka bergegas untuk masuk kedalam gerbong namun desakan penumpang dari arah belakang dan samping membuat genggaman tangan mereka terpisah hingga Zhea yang telah menginjakkan kakinya kedalam gerbong kereta terpisah dengan Muchlis yang kemungkinan masih berada diluar. Penumpang gerbong kereta yang padat membuat Muchlis tidak bisa menjangkau Zhea, begitupun sebaliknya. Ditambah tubuh Zhea yang tingginya hanya 156cm membuatnya semakin tenggelam dalam kerumunan penumpang yang saling berdesakan.
Zhea merasa kebingungan, semua handgrip diatas kepalanya telah dipenuhi oleh tangan tangan penumpang lain, sedangkan ia berada diantara pria yang sama sama mengapitnya. Penumpang kereta makin sesak, Zhea makin tenggelam dalam kerumunan penumpang yang mayoritas nya adalah laki-laki.
Kereta mulai berjalan. Akibat tidak berpegangan pada handgrip, Zhea hampir terjatuh dan tubuhnya tersandar pada tubuh kekar seorang pria dibelakangnya hingga ia benar benar menempel pada tubuh pada pria tersebut. Didepan Zhea, dua orang laki laki yang memunggunginya yang juga mundur dan membuat Zhea makin terdesak bahkan kedua payudara Zhea yang tersembunyi dibalik jilbab pashmina nya terasa menyentuh punggung pria didepannya.
Gerakan gerbong kereta membuat tubuh Zhea tidak bisa berdiri dengan stabil karena ia tidak memiliki tempat untuk berpegangan. Zhea menyadari bahwa tubuhnya benar benar bersentuhan dengan tubuh besar pria dibelakangnya dan didepannya. Sesekali Zhea merasakan tangan pria tersebut menyentuh pantatnya yang tertutup oleh gamis. Zhea menganggap itu hanyalah sebuah ketidaksengajaan sehingga ia tidak mempermasalahkan hal tersebut. Melihat tidak adanya reaksi protes ataupun perlawanan dari wanita didepannya, pria tersebut semakin intens menyentuh pantat Zhea bahkan tanpa Zhea sadari, ia membuka resletingnya dan mengeluarkan penisnya lalu menempelkannya ke pantat Zhea dari luar gamisnya. Zhea mulai risih dengan suasana tersebut, namun ia tidak berani untuk memberi perlawanan. Ia mengetahui bahwa yang ada dibelakangnya adalah seorang pria yang bertubuh besar dan perkiraan Zhea pria tersebut adalah seorang preman ataupun pria yang jahat. Zhea hanya berharap ia bisa menemukan suaminya dan berusaha menyelinap melewati kerumunan penumpang menuju tempat suaminya berada.
Zhea berjinjit untuk mencari keberadaan suaminya, namun ia membuat penis pria dibelakangnya makin terasa seperti digesek oleh pantat sekal wanita tersebut begitupun payudaranya yang juga terasa naik turun dipunggung pria didepannya. Zhea menyadari ada tonjolan yang keras yang menempel di bongkahan pantatnya dan membuat Zhea menoleh sedikit kebelakang. Ia melihat seorang pria berusia 40 tahunan berkulit putih dengan wajah yang sangar dan rambut model uppercut. Pria tersebut mengeluarkan sebilah pisau lipat dan menodongkan nya ke pinggang Zhea.
"Lu ngelawan, baju lu gua sobek" bisik pria tersebut.
Nyali Zhea menjadi ciut. Ia hanya mengangguk ketakutan dan memalingkan wajahnya kearah depan. Penis pria tersebut masih menempel di pantat Zhea dan goyangan gerbong kereta membuat penisnya seakan akan digesek oleh pantat Zhea. Beberapa kali tubuh Zhea hampir terjatuh karena ia tidak berpegangan sama sekali. Tiap kali tubuhnya terdorong kebelakang, pantatnya semakin tertekan pada penis pria dibelakangnya, dan tiap kali tubuhnya terdorong kedepan, payudaranya semakin menempel pada punggung pria didepannya. Hal ini tanpa Zhea sadari memancing birahinya.
"Aahhh" refleks, Zhea mendesah.
Bersambung