/0/14976/coverbig.jpg?v=aaee2514e8e79ddd453bca16f017e440)
Suci syok mengetahui jati dirinya, yang terlahir dari hasil perkosaan kemudian menjadi ragu menerima lamaran kekasihnya yang seorang Polisi.
"Tolong ditandatangani Pak." Suci menyerahkan slip penarikan untuk Nasabah di hadapannya. Ia ingin secepatnya mengakhiri transaksi tersebut, karena merasa jengah dengan tatapan lelaki setengah baya di depannya itu. Bukan tanpa alasan Gadis cantik itu merasa terganggu, karena dari sejak masuk dan duduk diantrian hingga berdiri di depan Suci, lelaki tersebut tak henti-hentinya menatapnya.
Ia merasa risih dengan tatapan lelaki yang dari buku tabungannya bernama Hery Zhuang, dengan penampilannya yang wah dapat dikatakan kalau Hery merupakan orang berada, apalagi hari ini melakukan penarikan dalam jumlah yang besar. Pikiran jelek terpatri di kepalanya kalau-kalau lelaki tersebut merupakan om-om nakal.
"Tolong dicek kembali sebelum meninggalkan loket." Suci menyerahkan uang beserta resi penarikan. Namun tanpa mempedulikan saran Suci lelaki itu langsung memasukan semua uang tersebut dengan tergesa-gesa tanpa melepaskan pandangannya dari Suci.
"Maaf boleh bertanya?" tanya Hery dengan wajah tegang, sambil melepas masker yang sedari tadi dipakainya. Suci agak terperanjat menyaksikan wajah Herry, wajah dengan bekas sayatan benda tajam dari hidung hingga ke telinga, sepertinya sudah dioperasi tetapi mungkin terlalu dalam sehingga tetap membekas. Suci cepat-cepat mengalihkan pandangannya untuk menghilangkan rasa terkejutnya karena tidak mau membuat Herry tersinggung.
Ia kembali memandang Herry dengan senyum yang dipaksakan, alarm berbahaya dalam dirinya berbunyi. Namun karena berada dalam bank dengan suasana yang sedang ramai membuat Suci sedikit merasa nyaman.
" Ooo ... tentu saja Pak, apa masih ada hal yang diperlukan?" tanya Suci.
"Oouu ... bu-bukan tentang transaksi tadi. Sa-saya ingin bertanya tentang masalah pribadi." Suci mengeryitkan keningnya, menilik Hery dengan tatapan selidik, lalu mengedarkan pandangan pada antrian di belakang Herry.
"Maaf Pak, ini jam kerja. Saya tid ...."
"Maaf Bu saya lagi urgent kalau bisa tolong layani saya secepatnya." sela lelaki di belakang Herry.
"Mohon maaf Pak, saya harus layani nasabah yang lain," ucap Suci sopan sambil menangkupkan kedua tangannya di dada. Walau bagaimana pun Suci tidak mau meninggalkan kesan yang tidak menyenangkan untuk orang lain. Suci dapat melihat raut kecewa dan kesedihan di wajah Herry.
Gadis cantik itu, melayani nasabah berikutnya. Namun sesekali melirik ke arah Herry yang berjalan menuju pintu keluar, perasaan was-was semakin menyelinap. Dan benar saja Herry masih berdiri di pintu keluar sambil memandang Suci dengan pandangan yang entah. Tatapan mereka sempat bertemu, secepat kilat Suci mengalihkan pandangannya.
Sudah jam istirahat makan siang, sambil memadamkan layar komputer di depannya Suci melonggarkan otot-ototnya, merapikan meja kerjanya dari tumpukan-tumpukan kertas. Hendak membuka kotak bekalnya tapi suara cempreng tiba-tiba menghentikan aksinya
"Cece keluar makan yuk ... bawa bekal lagi?" sapa Santy teman kerja Suci yang membuatnya tersentak kaget.
Sedari kecil panggilan Cece melekat pada dirinya. Suci yang besar di panti Asuhan tampak menyolok di antara anak-anak panti lainnya, dengan kulit yang putih bersih, rambut lurus dan mata agak sipit sehingga anak-anak panti lebih senang memanggilnya Cece, sebutan itu melekat sampai sekarang.
"Bikin kaget aja" ujar gadis cantik itu pura-pura cemberut
"Segitu aja masa kaget," sela Santi dengan senyum lebarnya.
"Sekali-kali napa sih, makan di luar?" Santy mengamati bekal yang dibawa Suci
" Yaaelah ... nasi, mie, sama telur lagi. Nggak bosan apa?"
"Segini aja tapi bagi anak-anak jalanan di luar sana merupakan berkah yang luar biasa," ujar Suci sambil menyendokan makanan ke dalam mulutnya.
"Kamu bukan anak jalanan juga kali," timpal Santy sambil terkekeh.
" Saya juga termasuk salah satu dari mereka yang terbuang," ujar Suci sambil kembali menelan sesuap makanan. Santy menatap Suci terharu, baginya sosok gadis cantik di depannya ini sangat luar biasa. Padahal dengan gaji yang dia miliki sekarang Suci dapat membeli apapun yang ia mau, tapi masih sempat-sempatnya memikirkan orang lain.
"Jangan terlalu keras pada diri sendiri, sekali-kali manjakan diri napa sih," tukas Santy yang dijawab dengan senyuman oleh Suci.
"Kamu salah kalau menganggap aku terlalu keras pada diri sendiri atau menyiksa diri." Suci kembali memasukan sesuap makanan ke mulutnya.
"Aku 22 tahun hidup dalam lingkungan Panti, sebelum kerja di sini. Walaupun sudah hampir dua tahun tidak tinggal di Panti lagi, tapi bagiku Panti adalah rumahku, keluargaku, banyak suka duka yang aku lewati di sana. Tapi banyak dukanya sih," ujar Suci sambil menerawang ke masa lalunya.
"Terkadang tidak ada donatur mengharuskan kami puluhan anak Panti bertahan dengan beberapa liter beras saja sampai ada donatur lagi. Walau kami juga berusaha sendiri dengan jualan hasil kebun dan usaha yang lainnya, tapi tidak cukup karena bukan satu, dua orang yang dibiayai, ada puluhan bahkan bertambah tiap saat. Jadi seperti gini saja aku sudah merasa lebih dari cukup, malah ada rasa berdosa jika aku berfoya-foya tetapi ade-adeku di Panti harus mengetatkan ikat pinggangnya untuk menghalau rasa lapar. Bagiku berada diposisiku sekarang ini merupakan berkat yang luar biasa, buat orang lain mungkin biasa-biasa aja sih tapi bagiku sangat luar biasa."
Mata Santy berkaca-kaca, dia selalu merasa terharu jika berada dekat Suci.
"Hari ini ngeronda lagi?" tanya Santy. Yang dijawab dengan anggukan kepala Suci. Ngeronda istilah buat Suci yang selalu menyempatkan waktunya setelah pulang kerja untuk membagi-bagikan nasi bungkus buat anak-anak jalanan, yang ditemuinya sepanjang jalan.
Santi membuka dompetnya, lalu mengeluarkan lima lembar merah. "Nih saweranku, aku tambahin lagi dari biasanya."
"Makasi say ... aku doakan semoga cepat berjodoh." Suci meraih lembaran merah itu lalu memasukan ke dompetnya.
"Amin, doakan semoga berjodoh dengan Suga," Santi terkekeh
"Idiih ... mau-maunya, oppa-oppa Korea aja yang dipikirin, ntar ngak laku lho."
"Bay ... Cabut dulu ya. Minta diisi. Ntar nangis lagi kalau dekat kamu" ujar Santy sambil menepuk-nepuk perutnya. Suci tertawa kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya merasa lucu karena Santy selalu menangis jika mendengar kisah hidupnya.
Selesai makan, Suci melanjutkan kerjaannya walaupun jam istirahat belum berakhir. Suci lebih memilih memanfaatkan waktu luangnya untuk membereskan pekerjaannya.
Suasana hening terpecah oleh getaran ponsel di laci, membuyarkan kosentrasi. Suci mengambil benda pipih yang bergetar itu.
[Terima kasih nak tansferannya sudah Ibu terima, semoga Allah selalu melindungimu.] notif yang masuk dari Ibu Panti. Tadi Suci menstransfer sejumlah uang ke Panti Asuhan yang selama ini membesarkannya. Hal rutin yang selalu dia lakukan jika sudah gajian. Suci yang sejak lahir dibesarkan di Panti Asuhan telah menganggap Ibu dan anak-anak Panti sebagai keluarganya. Sambil tersenyum ia memencet tombol melakukan Vidio call.
[Assalamualaikum Bu ... sehat-sehat saja kan?] Suci menyapa begitu muncul wajah Ibu Panti di layarnya. Garis-garis halus mulai tampak jelas menghiasi wajah yang sudah mulai renta itu.
[Waalaikumsalam nak, Alhamdulillah kami semua sehat-sehat nak.] muncul wajah wajah cilik di layar, sambil melambai-lambaikan tangan.
[Mbak Cece ... Kapan datang kami rindu,] sapa bocah-bocah cilik itu dengan senyum sumringah. Suci tersenyum menatap anak- anak yang terlihat ceria, mata gadis itu memanas, menciptakan kristal-kristal bening , rasa rindu kepada anak-anak panti semakin memuncak, terakhir ketemu lebaran kemarin.
[Insya Allah bulan depan, saat ini Cece lagi sibuk.]
[Om polisinya mana Cece?] tukas salah seorang remaja yang lebih besar dari semuanya.
[Om polisi di kantornya dong, kamu kapan mulai masuk sekolahnya Yuda?] Tanya Suci lagi.
[Sudah masuk sekolah lagi, Ce.]
[Sekolah yang baik, jangan lupa bantu-bantu Ibu ya, Ibu mana?]
[Barusan ada tamu Ce mau Yuda panggilin?]
[Nggak usah mungkin tamu penting. Salam aja buat Ibu. Cece kerja dulu, jangan nakal-nakal ya sem ...] Belum sempat menyelesaikan kata-katanya ponselnya tiba-tiba padam. Pasti berebutan makanya padam, Suci membatin sambil tersenyum membayangkan tingkah bocil-bocil.
Gadis berambut panjang itu, kembali melayani nasabah hingga waktunya pulang. Ia menuju ruangan kecil disamping pos Satpam untuk mengambil dua keranjang kotak biru yang selalu dibawa dari kontrakannya jika gajian. Keranjang itu biasanya digunakan untuk mengisi nasi bungkus yang akan dibagikan kepada anak-anak jalanan. Saat gajian biasanya Suci membeli lebih banyak nasi bungkus sehingga memerlukan keranjang, karena jika menggunakan kantong plastik agak sulit untuk membawanya dengan motor kesayangannya.
Suci hendak mengikat keranjang di belakang motor tersebut, ketika matanya melihat lembaran uang didalam keranjangnya, serta merta ia mengambilnya.
"Alhamdulillah ... trima kasih orang-orang baik." Suci menghitung lembaran merah dan biru itu, lebih banyak dari biasanya dan sebuah amplop. Ia terkejut karena isinya terlalu banyak dari dugaannya. Tidak biasanya ada amplop, baru kali ini. Tak henti-hentinya Suci mengucap syukur, ternyata tindakan kecilnya sudah menular ke orang-orang di sekitarnya. Gadis berwajah cantik itu dikenal berjiwa sosial tinggi, anak-anak terlantar di jalanan yang memang tidak mempunyai orang tua lagi, di bawa k Panti Asuhan Kasih Ibu, tempatnya dibesarkan. Tiap Minggu rutin sepulang kerja Suci selalu membagikan nasi bungkus. Jika ada kelebihan dibelikan barang-barang yang dibutuhkan oleh anak jalanan, seperti buku, pena dan lainnya. Tiap gajian jatah nasi bungkus mereka selalu bertambah dari biasanya dan hari ini yang terbanyak selama ini. Sudah menjadi kebiasaan teman-teman kerjanya selalu menyisihkan sebagian uang mereka yang di letakkan di dalam keranjang. Mereka sudah tahu kalau uang itu akan digunakan untuk orang-orang yang membutuhkan.
Suci keluar dari parkiran menuju jalan raya dengan Honda beat kesayangannya. Menganggukkan kepala pada Satpam yang di lewatinya. Gadis itu tidak menyadari jika mobil Avanza putih dengan kaca riben hitam sedang membuntutinya. Gerak gerik Suci sejak tadi di perhatikan oleh orang yang berada dalam mobil tersebut.
Rey dan Alex merupakan Prajurit Kopassus jebolan Inteligen. Persahabatan yang terjalin dari kecil hingga dewasa membuat mereka seperti saudara berbagi dalam suka dan duka. Siapa sangka, mereka mencintai gadis yang sama. Hingga takdir mempermainkan mereka. Berkorban demi negara, juga berkorban demi cinta pada gadis yang sama. Pada akhirnya, siapakah yang akan menjadi pemenangnya, cinta kah atau persahabatan?
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Rubby sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. Ruby hanyalah gadis di pertengahan tiga puluh tahun. Meski begitu, tubuhnya masih terawat dengan baik. Pinggangnya masih ramping tersambung oleh lengkungan indah pinggul yang tidak berlebihan meski kentara jelas.
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.