/0/15015/coverbig.jpg?v=be84896a81617c0f5e7559e6ad0abbf0)
Rumah tangga Ehsan dan Lania mengalami suatu prahara karena perzinahan Lania. Prahara itu menguat ketika ibunda Ehsan mengungkit kemandulan Lania. Saat keadaan rumah tangga mereka membaik, Ehsan malah menerima perhatian dari tiga wanita sekaligus dan Lania berdua dengan pria kaya di dalam villa mewah.
Mimiknya menayangkan riak kekesalan. Sinar muram terpancar dari matanya. Remuk redam bercokol di dalam kalbunya. Kemegahan konser musik jazz yang baru saja usai laksana kehampaan relung untuk sukmanya. Tiada gelora, tanpa gempita.
Ia memalingkan penglihatannya. Tatapannya membenci lelaki yang ada di sisinya.
"Kamu kenapa, Ca?" tanya Pinto santai. "Dari tadi diam aja."
Caca Yunita masih mengatupkan bibirnya. Lidahnya malas mengalunkan lisan.
"Kamu lagi nahan berak, ya?" gurau Pinto.
"Aku lagi dongkol!" seru Caca Yunita. Ia menarik napas sesaat. Menghimpun tenaga untuk pelepasan amarah.
"Banyak waktu yang udah kita lalui. Banyak hal yang udah kita lakuin. Tapi, kamu nggak pernah bilang apapun ke aku," Caca Yunita berkeluh. "Aku nggak ngerti sama pikiran kamu, Mas!" imbuhnya dengan suara yang begitu keras.
Belasan orang yang berada di dekat pintu keluar Balai Sarbini sontak menoleh ke arah Caca Yunita. Mereka terlongo. Reaksi mereka disadari oleh Pinto. Jemarinya langsung menarik lengan Caca Yunita. Pinto menyingkir dari kerumunan manusia. Tubuh Caca Yunita otomatis mengikuti langkah kaki Pinto. Mereka kemudian berhenti di tempat yang agak lengang.
Pinto memandang beberapa pasangan muda-mudi yang hilir mudik di sekitarnya. Sesekali menatap bintang di langit. Dia melakukannya seraya mencari kalimat yang pas untuk Caca Yunita.
"Ada lagi yang ingin kamu sampaikan? Atau unek-unek yang ingin kamu ungkapkan?" kali ini pertanyaan Pinto bersifat serius.
Caca Yunita memanfaatkan kesempatan yang Pinto berikan. Dia menumpahkan emosinya. Dia meneruskan omelannya.
Desing berbagai kalimat melesat ke lubang telinga Pinto. Ada yang lembut, ada pula yang kasar. Semuanya bernada tinggi. Meskipun jumlahnya banyak, maknanya mirip-mirip. Intinya adalah protes Caca Yunita terhadap sikap Pinto. Pinto menyimaknya dengan kepala dingin.
Seperempat jam Caca Yunita bersungut-sungut. Tanpa jeda dan sela. Alhasil, kelelahan menghinggapi mulutnya. Terpaksa ia menghentikan gerutunya.
Pinto masuk ke dalam pembicaraan lagi. Tanggapannya terhadap perkataan Caca Yunita hadir, "Saya punya pernyataan buat semua omongan kamu. Saya bakal kasih tahu pas kita udah sampai di tempat tinggal kamu."
"Aku tunggu pernyataan kamu," ucap Caca Yunita lugas.
Pinto dan Caca Yunita melenggang ke area parkir. Mereka masuk ke dalam mobil listrik Tesla milik Pinto. Suasana pun berubah. Bunyi yang terdengar tak ada. Kesenyapan membekukan mereka.
Kendaraan auto pilot tersebut mulai bergerak. Di tengah kemacetan, kesenyapan berubah menjadi kegaduhan.
"Kamu penginnya apa? Aku kudu gimana? Kita harus ke mana? Padahal, hubungan kita udah lama. Aku lelah kalo kek gini terus. Aku butuh ketegasan kamu," Caca Yunita kembali menggerundel.
Pinto masih dalam ketenangan. Emosinya tetap terjaga. Perhatiannya terhadap gerak mobil listrik Tesla-nya yang tersendat sangat penuh.
"Saya maunya kita berhubungan baik. Nggak ada pertengkaran."
Caca Yunita menghela napas. "Maksud aku, hubungan kita mau dibawa ke mana?"
"Dibawa ke museum. Biar orang lain tahu kalau hubungan kita tetap awet," Pinto menjawab sembarang.
Wajah Caca Yunita makin memberengut. Ekspresi kesebalannya kian tampak.
Bahwasanya, niat Pinto bukan untuk penciptaan kejengkelan Caca Yunita. Kemauan Pinto ialah pertahanan pemikirannya. Jika pemikiran Pinto berubah, khalayak mungkin akan mencabut dukungan untuk bapaknya. Kesudahannya, kerugian besar bisa menghantam kondisi pekerjaan bapaknya.
Pinto menjaga keharmonisan selama ini. Juga senantiasa melestarikan kelanggengan. Pinto merasa bahwa ia tak pernah mempermainkan kata hati Caca Yunita. Ia bahkan menghargai protes Caca Yunita sepenuhnya.
Menurut Pinto, protes Caca Yunita adalah keniscayaan. Protes Caca Yunita hanyalah dinamika dalam pertemanan. Pinto sendiri sungkan membantahnya. Dia menganggapnya sebagai risiko yang harus diterima.
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Naya Agustin, "aku mencintaimu, tapi cintamu untuknya. Aku istrimu, tapi kenapa yang memberi segalanya ayah mertuaku?" Kendra Darmawan, "kau Istriku, tapi ayahmu musuhku. Aku mencintamu, tapi sayang dosa ayahmu tak bisa kumaafkan." Rendi Darmawan, "Jangan pedulikan suamimu, agar aman dalam dekapanku."
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.