Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Obsesi Cinta Sang Pemain Wanita
Obsesi Cinta Sang Pemain Wanita

Obsesi Cinta Sang Pemain Wanita

5.0
47 Bab
4.4K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Mengandung adegan 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan! "Kamu mau mati?" terdengar suara Jonathan yang mengancam di telepon. Devanda menarik napas dalam-dalam. Dia sudah tahu resikonya ketika dia menolak perjodohan dengan Jonathan, seorang pria kaya dan kejam yang sudah dua kali membunuhnya di kehidupan sebelumnya. Dia bertekad untuk mengubah takdir dengan menikahi Andriyan, sepupu Jonathan yang dikenal sebagai pemain wanita. Devanda berpikir bahwa Andriyan tidak akan mengganggunya dan bisa bercerai dengan mudah. Namun, Andriyan justru menjadi sangat terobsesi dengan Devanda yang dingin dan acuh tak acuh itu. Dia menjadi semakin penasaran dan ingin mendapatkan cinta Devanda. Di sisi lain, Jonathan masih mengincar Devanda dan berusaha merebutnya kembali dengan segala cara. Devanda harus berjuang untuk melindungi dirinya dan menemukan kebahagiaan yang selama ini dia impikan. Namun, apakah Devanda bisa menghadapi mereka berdua? Akankah Devanda mendapatkan kebahagiaan dari cinta sejati yang selama ini ia impikan? IG @hi.shenaaa

Bab 1 Terjebak Gairah

Langkahnya semakin cepat dari biasanya. Dia tidak ingin menimbulkan masalah karena alkohol yang membuat kesadarannya menurun. Dia khawatir namanya dan nama keluarganya akan tercemar. Sehingga, dia memutuskan untuk menghindar dari keramaian dan mencari tempat sepi untuk menghirup udara segar.

"Tunggu! Tolong, tunggu sebentar, Pak! Tunggu!"

Dia mendengar suara itu, tapi sengaja mengabaikannya dan terus berjalan.

"Andriyan Prakarsastra!"

Dia terpaksa berhenti. Perempuan itu pasti sangat nekat sampai berani memanggil namanya.

"Maaf, bukannya saya bermaksud lancang, Pak Andriyan, tapi bisakah Anda membantu kami? Kami sudah mencari-cari orang yang lewat di lorong ini, tapi hanya menemukan Pak Andriyan," ucapnya.

Dia menoleh dan melihat perempuan itu dengan wajah panik. Dia tidak menjawab apa-apa, hanya menatapnya dingin.

"Emm, nyonya saya mengeluh pusing dan tubuhnya lemas. Saya tidak tahu harus berbuat apa karena saya tidak kuat membopongnya sendirian. Saya sangat khawatir dengan keadaan beliau, tapi tidak ada orang baik yang mau membantu kami. Saya takut kalau nyonya malah menerima bantuan dari pria-pria hidung belang itu."

Dia menghela napas panjang. Perempuan itu semakin ketakutan.

"Harapan kami besar terhadap Anda?"

Dia akhirnya berbalik dan berjalan tegas ke arah perempuan itu. Perempuan itu terkesima melihat wajahnya yang tampan dan anggun. Dia seperti reinkarnasi pangeran Eropa. Semua fitur wajahnya sempurna, mulai dari kulit, alis, hingga bibirnya. Dia merasa Tuhan menciptakannya dengan senyum dan kebanggaan.

Jadi ini yang bernama Andriyan Prakarsastra? Keturunan Keluarga Prakarsastra yang paling tampan. Walau keluarga itu memang memiliki pengaruh besar di negara ini, tapi Andriyan paling unggul karena wajahnya mencuri banyak perhatian. Bahkan banyak perempuan yang bersedia untuk sujud di kakinya. Sekarang aku bisa mengerti mengapa nyonya sangat memuja pria ini sampai tidak bosan membicarakannya setiap saat, batin Senka.

Kalau ada nominasi pria paling tampan di negara untuk tahun ini, pasti dimenangkan Andriyan Prakarsastra. Jika ada yang membicarakan Keluarga Prakarsastra, pasti yang diingat adalah Andriyan yang fenomenal.

“… jadi saya ulangi sekali lagi, ada yang bisa saya bantu?”

Wajah Senka langsung memerah malu saat sadar bahwa dia terlalu fokus memperhatikan wajah Andriyan sampai mengabaikan ucapannya. “Ah, maaf! Emm, jadi saya sedang menunggu seorang pria baik dan bertanggung jawab yang lewat untuk membantu. Ini semua demi keamanan nyonya saya. Tapi tidak ada siapa pun yang lewat dari tadi, jadi saya semakin mencemaskan kondisi nyonya saya. Sekarang akhirnya saya bertemu dengan Bapak. Bisakah Anda membantu untuk memapah nyonya saya ke hotel mana pun yang terdekat? Saya tidak percaya siapa pun untuk menyentuh tubuh beliau.”

Trik murahan yang bisa dengan mudah dibaca, pikir Andriyan yang memasukkan tangannya ke salah satu saku celana sembari menyunggingkan senyuman.

Senka pun mempersilakan Andriyan agar mengikutinya. Sampai di tempat yang sedikit jauh dari aula acara dan sangat sepi, seorang perempuan yang dikuasai pengaruh alkohol itu menyambut Andriyan dengan penuh rasa lapar. Andriyan akan menjadi makanan penutup yang sangat berkesan baginya.

“Beliau adalah Bu Agnes Prananta,” ucap Senka.

Agnes Prananta … Andriyan tau nama itu.

Baru-baru ini bisnis yang dimiliki oleh keluarga mereka memiliki peningkatan yang signifikan sehingga disebut perintis beruntung. Kebetulan sekali usaha mereka melejit karena promosi atau iklan mereka viral di sosial media. Akan sangat merugikan jika seorang Agnes Prananta, putri bungsu dari Keluarga Prananta, diekspos di sosial media sedang mabuk berat dan menggoda pria. Begitu nekat sekali anak ini, pikir Andriyan.

“Situasi yang sangat genting, ya,” ucap Andriyan yang sebenarnya sengaja bersikap sarkastik, namun Senka yang hanya asisten tanpa memiliki kecakapan intelektual, tidak paham dengan tutur Andriyan. Ia pun berjalan mendekati Agnes yang duduk sambil bersandar pada pilar. “Permisi.”

Agnes tentu langsung menoleh. Pria tampan ini … dia harus mendapatkannya malam ini. “Ya?”

“Anda sudah mabuk. Bolehkah saya membantu Anda ke tempat yang lebih aman? Pelayan Anda sudah sangat mencemaskan Anda.”

Senka menepuk bahu Andriyan beberapa kali. “Pak, saya akan memesankan hotelnya terlebih dahulu. Anda dan Bu Agnes bisa menyusul ke sana, ya. Saya akan pergi ke Hotel Harrington lebih dulu,” pamitnya.

Andriyan membalas dengan senyuman, yang membuat Senka pun langsung salah tingkah di tempat. Kalau dia masih di sini dalam waktu lama, mungkin sudah keburu mimisan. Maka ia harus segera bergegas memberikan kesempatan atasannya berduaan dengan Andriyan.

Setelah kepergian Senka, Andriyan mengulurkan tangannya pada Agnes. “Ijinkan saya membantu Anda, Nyonya.”

Tanpa menunggu lama, Agnes langsung memberikan tangannya. Dia naik ke gendongan Andriyan dan memeluk erat leher pria itu. Andriyan pun otomatis menahan paha Agnes agar tetap stabil di atas gendongannya. Diam-diam Agnes tersenyum, kapan lagi dia punya kesempatan mendekati Andriyan begini?

“Anda benar-benar sehebat yang orang ceritakan. Tubuh Anda yang kekar ini layak untuk dibanggakan,” ucap Agnes.

Di dalam hati, Andriyan mempertanyakan kondisi Agnes yang katanya mabuk dan tidak berdaya. Nyatanya sepanjang jalan, wanita itu tidak berhenti menyebutkan rentetan kelebihan Andriyan. Bahkan terus mengagung-agungkan Keluarga Prakarsastra.

“Anda memiliki wawasan yang bagus,” balas Andriyan sebagai apresiasi terhadap berbagai hal yang sudah diceritakan Agnes.

“Itu semua karena sebenarnya saya sangat mengagumi Anda, Pak. Anda itu layaknya berlian. Walau kakek Anda merupakan salah satu yang berjasa di negara ini, tapi Anda pun tidak menjadikannya alasan untuk menguasai politik di pemerintahan dan lebih fokus pada bisnis yang Anda bangun. Berbeda dengan sepupu Anda yang lain, yang hingga saat ini masih berkampanye dan memonopoli media massa,” ujar Agnes. Itu pujian yang bagus, Andriyan ingin memberikan emas lidah wanita itu.

“Sebagai Prakarsastra, saya belajar bahwa ada kewajiban yang setara dengan hak kehormatan yang diperoleh. Maka saat ini pun saya memiliki peran yang penting untuk membantu negara dalam meluaskan lapangan kerja.

Memberdayakan masyarakat dan membantu perekonomian mereka. Setidaknya itu adalah beberapa janji yang ingin ditepati kakek saya, tapi belum berhasil dipenuhi karena kematian mendahuluinya,” kata Andriyan yang membuat tatapan kagum Agnes semakin menjadi-jadi. “Untuk berada di posisi paling terhormat, harus memikul tanggung jawab yang paling berat. Itu adalah kalimat yang selalu dikatakan oleh—mmh!”

Agnes langsung melumat bibir Andriyan, tanpa aba-aba dan berapi.

Siapa yang tidak mengidamkannya? Hanya orang gila, pikir Agnes yang semakin memperdalam pagutannya.

Pria yang memiliki segalanya, Andriyan Prakarsastra.

Mengikuti permainan perempuan ini, Andriyan melepaskan gendongannya lalu menghimpit tubuh Agnes di salah satu pilar. Ia membalas lumatan perempuan itu dan menarik salah satu pahanya agar memeluk pinggangnya. Sementara Agnes masih erat memeluk tengkuk leher Andriyan. Merasa napas keduanya habis, mereka melepas ciuman itu. Agnes belum menyerah, dia langsung mengecupi leher dan telinga Andriyan. Keganasan mereka dapat dilihat dari lipstik perempuan itu yang sudah menghiasi bibir Andriyan tak beraturan.

Usia 27 tahun, masa kejayaan Andriyan dalam menikmati para wanita yang siap memberikan tubuh mereka kapan saja.

“Hahah … Pak Andriyan ….” Wanita itu terus membusungkan dadanya yang besar agar Andriyan terpancing menyentuhnya. Melihat wanita ini tidak berhenti menggoda dan merayu Andriyan, ia jadi terkekeh geli. Memang ya perempuan mana yang tidak ingin disentuh Andriyan?

Ah, mungkin ada. Hanya satu, perempuan itu.

“Tunangan Anda terlalu biasa, Pak. Dia itu seperti mayat hidup. Berdandan saja tidak pernah. Saya yakin Anda tidak akan bisa merasakan kenikmatan seperti yang bisa saya berikan jika menjadi istri Anda. Apa Anda tidak muak jika kalian tinggal satu rumah lalu melihat wajah mengerikan wanita itu? Kalau saya jadi Anda, melihat keberadaannya akan membuat suasana hati saya menjadi berantakan,” ucap Agnes.

Apa yang dikatakan Agnes memang benar. Ia tidak mengada-ada tentang hal ini.

“Kalau memang wanita pilihan Anda sangat sempurna sampai saya maupun perempuan lain mengakuinya, kami bisa merelakan Anda dan mundur untuk menghargainya. Tapi bagaimana mungkin kami diam saja ketika melihat siapa yang menjadi calon istri Anda? Ini sangat menyebalkan dan tidak adil, Pak,” ucap Agnes lagi.

Tap! Tap! Tap!

“Devanda, putri sulung Keluarga Kusumawirya itu sangat tidak cocok dengan Anda. Dia yang kaku dan membosankan sangat tidak pas untuk bersanding dengan Anda.”

Tubuh Andriyan langsung membatu di tempat. Bola matanya terbelalak ketika seseorang muncul dari ujung lorong yang lampunya mengalami gangguan. Tidak pernah terpikirkan baginya bahwa dia akan dipergok secara langsung begini karena biasanya perempuan itu hanya mendengar lewat gosipan saja.

“Va—Vanda?” gumam Andriyan.

Selama menjadi tunangan perempuan itu, ini adalah kali pertama Devanda berhasil memergoki Andriyan. Namun di luar ekspektasi Andriyan, wajah Devanda tampak datar tanpa ekspresi. Tidak terlihat terkejut atau sakit hati. Ini yang semakin menyebalkan bagi Andriyan.

“Om Aji memanggilmu ke ruangannya,” ucap Devanda. Itu saja, setelahnya dia berbalik kembali tanpa menanyakan apa pun.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY