Unduh Aplikasi panas
Beranda / Adventure / Negeri Ini Dikuasai Mafia
Negeri Ini Dikuasai Mafia

Negeri Ini Dikuasai Mafia

5.0
67 Bab
503 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Basudo anak orang tak mampu. Masa kecilnya didera kemiskinan. Masa kecil dipenuhi rasa dendam pada orang-orang yang ada hubungan dekat dengannya. Rasa dendam ini terus ada dan sulit dipadamkan. Rasa dendam itu sebisa mungkin dia lampiaskan. Pelampiasan dendam dilakukan sejak masih remaja sampai dewasa. Untuk melampiaskan dendam kesumat yang membaja di hati, Basudo meniti jalan berliku dan penuh resiko. Namun resiko apa pun dia hadapi. Resiko sebesar apa pun, dia tempuh demi tercapai keinginannya. Keinginan untuk menghabisi orang-orang yang pernah menyengsarakan hidupnya. Demi memenuhi ambisi ekonomi dan kekuasaan dalam upaya balas dendamnya, Basudo melakukan apa saja. Tidak peduli yang dia lakukan membuat orang lain menderita. Basudo melakukan berbagai tindakan yang membuat orang lain binasa. Bukan hanya satu orang yang telah dibinasakan Basudo, tetapi lebih banyak lagi yang tak terhitung jumlahnya. Tindakan Basudo yang di luar batas mendapat tentangan dari banyak orang. Di antara yang menentang, ada yang berani menghadapi sang raja mafia dengan resiko kehilangan nyawa. Defian dan Telma yang berani menempuh jalan kematian demi memusnahkan Basudo dan gerombolannya!

Bab 1 Memendam Dendam

Prolog

Syahdan.

Menurut yang empunya cerita,

terpadu dengan berita dan derita,

di sebuah negeri,

Negeri Indasoka namanya,

pada suatu masa.

Hiduplah seorang manusia. Yang kini telah renta. Kerut kirut kulit yang membungkus tubuh renta menunjukkan cerita, berita, dan derita. Yang mendera sejak usia dini sampai senja. Yang mendera diri sendiri dan seluruh anggota keluarga. Dia pun sampai pada akhir kata. Pengorbanan tak terelakkan dalam sebuah perjuangan untuk mencapai pemuliaan manusia. Sebuah cita-cita yang sederhana. Memuliakan manusia.

Kini, si tua renta berada di halaman gubug reyot terbuat dari bambu tua. Kini si senja usia duduk di atas kursi roda bersama cucu satu-satunya. Dia berkata kepada si cucu, “Benar kata ayahmu. Negeri ini telah dikuasai mafia….”

*

Berpuluh-puluh tahun yang lalu….

Basudo, pemuda umur sembilan belas tahun. Masih malas-malasan bangun dari tidurnya. Basudo, anak sulung dari pasangan Setro–Samiyani. Ada tiga adiknya —Setiyani, Setiyono, Tarnoto— sudah berangkat sekolah. Setiyani dan Setiyono kelas XII di SMA 1 Tawangtalun. Tarnoto kelas IX di SMP 2 Bubudan. Setro sudah berangkat ke Pasar Bubudan sejak matahari belum terbit. Samiyani sudah berangkat ke SD Kapuguhan 03 jam lima pagi.

Pagi ini Basudo tidak seperti biasanya. Ada sesuatu yang ingin dilakukan, berbeda dari kebiasaannya. Pagi ini Basudo bangun lebih siang dari biasanya. Sejak masih SD, Basudo sudah terbiasa bangun pagi sebelum jam lima. Sebagai anak sulung, Basudo sudah terbiasa membantu pekerjaan ibunya sebagai penjual makanan di warung sekolah. Segala pekerjaan yang mampu dia tangani, akan dikerjakannya. Basudo membantu ibunya mencari uang untuk menghidupi dirinya dan ketiga adiknya.

Sejak remaja, Samiyani telah akrab dengan warung makan. Pada masa gadisnya, Samiyani membantu ibunya berjualan nasi pecel di Pasar Bubudan. Pengalaman Samiyani membantu sang ibu, membuatnya mampu memasak berbagai macam makanan dengan aroma dan rasa yang lezat. Mulai memasak sayur bayam sampai semur daging terjaga aroma dan rasanya. Orang-orang Dukuh Tegelan sudah tahu masakan Samiyani. Mereka selalu minta tolong Samiyani menjadi koki alias juru masak kalau punya kerja. Warga Tegelan kurang merasa afdol saat punya hajat kalau kokinya bukan Samiyani. Tidak jarang, seorang warga mengundurkan hari hajatan agar kokinya nanti Samiyani. Rasanya masakan akan terasa cemplang kalau yang memberikan bumbunya bukan Samiyani. Kalau kokinya bukan Samiyani, maka rasa makanan yang disajikan pasti akan hambar, begitu imej yang tertanam di benak seluruh warga Tegelan.

Keahlian Samiyani dalam masak-memasak merupakan tambang rejeki bagi perempuan itu. Berkat pendekatan Setro terhadap kepala sekolah, Samiyani diperbolehkan membuat kantin di dalam lingkup SD Kapuguhan 03 sejak Basudo masih bayi. Sejak saat itu, penghasilan Samiyani menjadi penyangga utama dalam keluarga Setro.

Sebenarnya Setro tidak akan terpuruk kehidupan ekonominya kalau saja sawah dua hektar yang menurut hukum adat menjadi miliknya tidak dibajak Sarko. Sarko paman Setro dari jalur ayahnya. Sarko adik sepupu Gotro. Gotro ayah Setro. Gotro kakek dari Basudo. Gotro terlahir dengan sikap dan sifat yang aneh. Gotro hanya mau membiayai anak-anaknya sekolah sampai tamat SD karena Gotro bersikukuh bahwa pendidikan tidak ada gunanya. Bagi Gotro, yang penting ketiga anaknya nanti akan mewarisi harta berupa sawah. Gotro mewarisi tiga hektar sawah dari orang tuanya. Ketiga hektar sawahnya kelak akan dia wariskan kepada ketiga anaknya: Setro, Rubiyem, dan Tariyem. Setro terlahir sebagai anak sulung, anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga Gotro. Rubiyem nomor dua, perempuan, dan Tariyem adik Setro yang paling kecil, juga perempuan. Dalam wilayah Propinsi Sukagiri, berlaku hukum adat turun-temurun yang bunyi ringkasnya: ¬sepikul segendhongan. Anak laki-laki mendapatkan warisan sepikul artinya dua bagian, anak perempuan mendapatkan warisan segendhongan, yaitu satu bagian.

Gotro sangat percaya pada hukum adat yang berjalan secara otomatis. Dia tidak pernah membagi hartanya untuk ketiga anaknya. Ketiga hektar sawah Gotro masih atas nama Joyo, ayahnya. Gotro anak tunggal, sehingga dipastikan seluruh harta Joyo akan menjadi milik Gotro. Namun pemikiran Gotro tiak terbukti menjadi kenyataan setelah Gotro tiada. Setelah Gotro meninggal dunia, pembagian warisan itu menjadi problem. Problem bagi Setro, khususnya.

Saat Gotro meninggal dunia, Setro masih umur belasan tahun. Waktu itu Setro baru saja lulus SD. Rubiyem masih duduk di kelas 5 SD. Sedangkan Tariyem menyusul ayahnya sebulan setelah sang ayah meninggal karena wabah kolera. Basudo masih anak-anak, dan Sawiyah, istri Gotro tidak berhak mewarisi atau pun membagikan warisan. Pembagian warisan diserahkan kepada Sarko. Tempat tinggal Sarko yang masih satu kalurahan dengan Gotro, membuat pihak punggawa Desa Kapuguhan menyerahkan hak membagikan warisan milik Gotro kepada Sarko.

Sarko berkeputusan akan membagikan sawah secara resmi dalam bentuk sertifikat atas nama Setro dan Rubiyem setelah keduanya menikah. Rubiyem menikah lebih dulu dari Setro. Rubiyem mendapatkan warisan satu hektar sawah dari almarhum Joyo. Ya…, kenyataannya memang begitu. Ketiga hektar tanah milik Gotro memang masih atas nama Joyo. Maka cukup sulit bagi Sarko mengalihnamakan satu hektar tanah dari Joyo kepada Rubiyem. Berkat kelihaian Sarko mendekati berbagai pihak terkait, pembagian warisan berjalan lancar. Setro pun berharap begitu kalau tiba gilirannya untuk menerima warisan.

Berdasarkan hukum adat yang berlaku, pembagian warisan Gotro untuk anak-anaknya sudah adil. Setro mendapatkan dua hektar, Rubiyem setengah hektar, dan Tariyem setengah hektar. Karena Tariyem sudah meninggal dunia, maka setengah hektar warisannya menjadi hak Rubiyem. Berdasarkan hukum adat itu pula, mestinya Setro mendapatkan warisan dua hektar tanah itu. Namun yang terjadi tidak demikian. Nyatanya tidak demikian. Nyatanya tidak sesuai dengan keinginan Setro.

Dengan alasan tersembunyi, Sarko belum bersedia mengalihnamakan tanah warisan Gotro dari Joyo kepada Setro. Padahal saat itu Setro sudah menikah dengan Samiyani. Saat itu Samiyani sudah hamil. Kehamilan Samiyani yang tidak lama dari waktu pernikahannya, membuat warga Tegelan bertanya-tanya dalam hati masing-masing. Mereka bergunjing dengan nada bicara pelan, setengah berbisik, atau bisik-bisik. Yang namanya banyak orang, ada di antara warga berkomentar bahwa senjata Setro memang cespleng! Dengan berlalunya waktu, pergunjingan itu lenyap bagai ditelan bumi.

Karena alasan yang masih dirahasiakan, Sarko hanya bersedia mengalihnamakan sawah dua hektar dari Joyo kepada Setro kalau anak sulung Setro sudah dewasa. Namun, sebelum Basudo (anak sulung Setro) dewasa, Sarko telah meninggal dunia. Itu berarti, rahasia yang tersembunyi dalam pikiran Sarko terbawa sampai mati!

Rahasia yang dibawa Sarko ke alam keabadian menyebabkan kesengsaraan bagi Setro sekeluarga. Kesengsaraan keluarga Setro menimbulkan dendam kesumat.

“Kamu tidak boleh dendam pada kakekmu, Basudo,” nasihat Setro kepada si anak sulung, suatu sore. Keduanya duduk di lincak yang terletak di emper rumah. Lincak, tempat duduk terbuat dari bambu, terdengar berkereyot ketika mereka duduki. “Walaupun Mbah Sarko bukan kakek langsung, tetapi beliau wajib kita hormati sebagai leluhur kita. Mendiang Mbah Sarko wajib kita doakan setiap waktu agar tenang di alam sana.”

“Ya, Pak,” sahut Basudo untuk melegakan hati ayahnya.

Basudo terlihat sudah bisa legawa, ikhlas dalam menerima kenyataan pahit dalam hidup yang dialami bersama ayah, ibu, dan ketiga adiknya. Padahal, dalam benaknya paling dalam, masih memendam dendam yang dalam. Dendam yang bisa hilang dari hati dan pikiran kalau dilampiaskan!

*

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY