/0/16741/coverbig.jpg?v=80b2cf30c4b6fa25b1e50eeeb3bacec8)
Empat hari sebelum pernikahan, suami Adara menghilang. Dengan dalih menyelamatkan nama baik keluarga, Adara diminta ayahnya untuk mencari pengganti dan pilihannya jatuh pada Danendra, sahabatnya. Meski telah mempunyai kekasih, Danendra menerima permintaan Adara karena perasaan cinta yang sudah lama dia pendam untuk perempuan itu. Pernikahan mereka bermula tanpa cinta. Namun, sikap manis Danendra perlahan membuat hati Adara luluh dan jatuh cinta pada suaminya itu. Namun, dilema kembali melanda Adara ketika calon suaminya yang telah dinyatakan meninggal, datang kembali di kehidupan Adara. Adara dihadapkan oleh dua pilihan. Kembali pada calon suaminya yang sempat hilang atau bertahan bersama Danendra?
"Nikahin aku, Dan."
Tubuh Danendra jelas menegang ketika sebuah permintaan mengejutkan terlontar dari Adara-perempuan yang kini duduk di depannya.
"Lusa nanti, tolong nikahin aku."
Menerima ajakan bertemu, Danendra pikir tujuan Adara mengajaknya bertemu adalah memberikan undangan, bukan mengajaknya menikah.
Ada apa? Kenapa? Bagaimana bisa?
Tiga pertanyaan itu seketika langsung memenuhi otak Danendra sehingga kini yang terucap dari mulutnya hanya dua kata.
"Kenapa, Ra?" tanya Danendra dengan suara tercekat.
Mimpi apa semalam Danendra, sampai hari ini Adara-gadis yang sudah lama dia cintai, mengajaknya untuk menikah.
"Rafly, Dan. Di-dia ...." Adara menjeda ucapannya ketika rasa sesak melanda. "Dia hilang."
"Hilang?!" Lagi, untuk yang kedua kalinya, Danendra dibuat terkejut dengan ucapan Adara. "Hilang gimana maksud kamu?"
Adara menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Danendra.
Tepat empat hari sebelum pernikahan, Adara mendapat kabar buruk tentang Rafly-calon suaminya yang mengalami kecelakaan di daerah tempat tinggalnya.
Kemarin, pria itu memang berpamitan pergi ke Majalengka untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya.
Mobil yang dikendarai Rafly masuk jurang dan sampai sekarang, pria itu belum ditemukan.
Adara ingin menunda saja pernikahannya dengan Rafly.
Namun, semua itu ditolak Ginanjar-sang papa yang tentu saja tak mau nama keluarga besarnya tercoreng jika pernikahan putrinya yang akan digelar dua hari lagi batal.
Tanpa memedulikan perasaan Adara, Ginanjar menuntut putrinya untuk segera mencari pengganti Rafly, dan pilihan Adara jatuh pada Danendra.
"Rafly kemarin pulang ke Majalengka, Dan. Dia kecelakaan, dan mobilnya masuk jurang," ungkap Adara tercekat.
"Dan sampai sekarang Rafly belum ditemuin."
"Ya ampun." Danendra berucap pelan lalu meletakkan telapak tangannya di dagu. "Aku turut berduka, Ra. Sabar ya."
"Jadi gimana, Dan?" tanya Adara-mengabaikan ucapan bela sungkawa Danendra. "Kamu mau, kan, nikahin aku?"
Danendra yang semula duduk sedikit condong, kini kembali duduk tegap.
"Kenapa pernikahannya enggak ditunda sampai Rafly ketemu, Ra?" tanya Danendra.
Sejak dulu Danendra mencintai Adara, tapi mendapat ajakkan menikah secara dadakan seperti ini, dia pun bingung.
Terlebih lagi, yang saat ini Danendra tahu alasan Adara mengajak dia menikah hanya karena Rafly kecelakaan dan hilang.
Bukankah terlalu sepele jika hanya karena itu, Adara sampai ingin mengajaknya menikah dan membatalkan pernikahan dia dengan Rafly?
"Enggak bisa, Dan. Situasi enggak memungkinkan buat nunggu Rafly."
"Aku punya pacar, Ra," ucap Danendra kemudian. "Gimana nasib pacar aku kalau aku nikahin kamu?"
"Danendra." Adara mendesah, sementara kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Sungguh, jika bukan Danendra kepada siapa lagi Adara minta tolong?
Ginanjar mengancam akan mengeluarkannya dari kartu keluarga kalau pernikahan tak jadi dilangsungkan dan Adara tentu saja tak siap dengan semua itu.
"Selain sama kamu, aku enggak tau harus minta tolong sama siapa lagi," lirih Adara. "Tolongin aku, Dan. Please."
Adara mengulurkan kedua tangannya lalu menggenggam tangan Danendra yang kebetulan berada di atas meja.
"Aku punya Felicya, Ra. Aku udah enggak sendiri," kata Danendra. "Kalau aku nikahin kamu, Felycia pasti enggak akan terima."
"Dan, ya ampun. Dan." Bukan lagi berkaca-kaca, Adara mulai terisak. "Bantuin aku, Dan. Please. Kamu cuman perlu nikahin aku. Setelah itu, mau kamu ceraikan aku lagi atau apa pun, terserah kamu. Aku butuh kamu besok lusa."
"Pernikahan bukan untuk dipermainkan, Ra," ucap Danendra yang jujur saja sudah merasa sangat tidak tega melihat Adara menangis.
Meskipun dia sudah menjalin hubungan dengan Felicya, sejauh ini perasaan cintanya pada Adara masih ada.
"Pernikahan itu sesuatu yang sakral, kamu tahu itu, kan?"
"Yes, i know, Dan," ucap Adara. "Tapi aku enggak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Papa ancam mau keluarin aku dari kartu keluarga kalau pernikahan ini sampai batal."
"Seriously?" tanya Danendra tak percaya, dan Adara mengangguk sebagai jawaban.
"Iya. Papa bilang keluarga besarnya akan malu kalau pernikahan aku batal. Kamu tahu sendiri kan, seberapa penting nama baik buat Papa aku?" tanya Adara.
"Mau gimana hidup aku kalau tanpa keluarga, Dan?"
Danendra terdiam. Di satu sisi, dia mau membantu Adara dan menikahi gadis itu, karena selain rasa cintanya, Danendra juga tak tega jika Adara sampai dikeluarkan dari keluarganya.
Namun, di lain sisi, bagaimana Felicya-gadis pilihan mamanya yang sudah menjalin hubungan sebulan lebih dengan Danendra?
Felicya pasti akan sangat marah jika pulang dari luar negeri nanti mendapati Danendra sudah menikah dengan orang lain.
Ah, Danendra bingung! Dia dilema dan tak tahu harus melakukan apa.
Ya Tuhan, jalan apa yang harus Danendra ambil?
"Danendra kamu mau kan, Dan?" tanya Adara memastikan.
"Ra, aku-"
Ucapan Danendra terhenti ketika Adara beranjak dari kursi yang diduduknya lalu setelah itu dia duduk bersimpuh di samping kursi Danendra.
"Kalau perlu, aku sujud di kaki kamu supaya kamu mau bantu aku."
"Ra, jangan gini, Ra," kata Danendra sambil membungkukan badannya. "Kamu enggak usah ngelakuin ini. Ayo bangun."
"Nikahin aku, Danendra. Please." Setelah bersimpuh, Adara menyatukan kedua telapak tangannya.
Memohon.
Adara mengabaikan harga diri juga rasa malu akan tatapan para pengunjung restoran yang memerhatikannya.
Bukan hanya tak siap miskin tanpa fasilitas sang Papa, Adara juga takut jika kacaunya pernikahan dia akan berimbas pada sang mama yang selalu menjadi pelampiasan amarah Ginanjar.
"Adara bangun, Ra. Orang-orang lihatin kita," pinta Danendra sambil meraih kedua tangan Adara agar gadis itu beranjak.
Namun, Adara tetap pada posisinya. Sebelum Danendra mengiakan permintaannya, Adara tak akan bangun dan jika perlu, dia akan benar-benar bersujud di kaki sahabatnya itu.
"Enggak, Danendra. Sebelum kamu iyain apa yang aku minta, aku enggak akan bangun," tolak Adara.
"Adara," panggil Danendra.
Demi apapun-melihat Adara seperti ini, hati Danendra rasanya makin teriris.
Danendra tak bisa membiarkan air mata Adara keluar lebih banyak lagi, tapi dia pun masih bingung dengan status hubungannya dengan Felicya nanti.
"Enggak ada yang bisa aku mintai tolong selain kamu, Dan," kata Adara-masih dengan isakkan tangisnya. "Kamu harapan aku satu-satunya."
Danendra diam. Tak menjawab ucapan Adara, dia memilih untuk memikirkan semuanya dengan matang.
"Ra," panggil Danendra setelah hampir satu menit dia berpikir. "Bangun."
"Gimana, Dan?" tanya Adara.
"Bangun dulu," pinta Danendra sambil membantu Adara beranjak, dan untuk kali ini perempuan itu menurut.
Adara berdiri lalu kembali duduk di kursinya semula dan yang dia lakukan adalah; menatap Danendra dengan kedua matanya yang sembab.
"Aku udah ambil keputusan," kata Danendra-membalas tatapan Adara, sementara kedua tangannya berada di atas meja.
Kedua mata Adara sedikit berbinar. Secercah harapan muncul di hati-bersamaan dengan lengkukan tipis yang refleks terbentuk di bibir merah mudanya.
"Apa yang kamu putuskan, Dan?" tanya Adara penuh harap.
"Ra, aku ...."
"Mau, kan, kamu nikahin aku, Danendra?"
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!