/0/18448/coverbig.jpg?v=498989ba4569099ebef002884fb5fa53)
Kisah cinta antara Aksara pada gadis bernama Airin, seorang gadis cacat yang di sebabkan oleh Aksara sendiri. Namun Aksara tak mampu untuk mengungkapkan perasaannya karena Ia selalu meyakini jika penyebab petaka yang di alami Airin adalah karena kesalahannya. Sampai suatu hari kakak sepupu Aksara datang dan mulai mendekati Airin, apakah Aksara akan tetap diam saja melihat Airin selalu bersama kakak sepupunya atau tumbuh keberanian untuk mengungkapkan cintanya?
"Masuk ga... masuk ga..." Airin menghitung kancing hanya karena ia galau apakah Ia harus masuk ke sekolah atau tidak hari ini. Konyol memang namun bukan tanpa alasan Airin menjadi galau. Sejak kepindahannya ke kota ini, lalu menjadi seorang sisiwi pindahan di sekolah elit milik majikan ayahnya, Airin selalu menjadi bahan bullyan teman – teman di sekolahnya.
"Airin! Sudah siang, Nak.!" Suara Ibu Fatma melengking dari bawah tangga.
"Iya bu, sebentar Airin turun." Sahut Airin dengan suara keras.
"Masuk aja deh! Kali ini harus bawa baju ganti nih!"
Airin segera memasukkan satu seragam cadangan untuk Ia bawa ke sekolah, Sungguh Airin tidak mau jika nanti Ia akan kena guyur air comberan atau air apapun lagi. Dia harus mengantisipasinya.
Dengan langkah santai Airin turun ke bawah dan langsung menuju ke ruang makan sederhana dimana sudah ada sang ibu yang menunggunya.
"Ayah mana, Bu?" Tanya Airin yang tak melihat sosok ayahnya padahal hari amsih pagi.
"Ayah sudah berangkat kerja, katanya harus menjemput Tuan Mahardika yang baru pulang dari luar negeri." Jawab sang Ibu.
"Oya, bu. Berarti Airin ga bisa nebeng dong." Ucap Airin sambil menyendok nasi lalu menuangkannya ke dalam piring.
"Tidak, hari ini kamu bawa motor saja, atau naik angkot." Sahut Sang Ibu.
"Ok, kayaknya Airin naik angkot saja lah bu."
"Kenapa? Dulu di Bandung, kamu seneng naik motor, tapi kenapa sekarang kamu malas?"
"Ya, tidak apa – apa bu, kayaknya lebih enak aja naik angakot ga harus mikir jalan mana yang harus kita lewati, lagi pula Airin belum terlalu hafal dengan daerah sini."
"Oya sudah, terserah kamu saja."
Setelah selesai sarapan Airin lalu pamit pada Ibunya untuk segera pergi ke sekolah. Lima belas menit naik angkot Airin akhirnya sampai di sekolahnya.
"kayaknya aman nih.." Gumam Airin sambil terus melangkah menuju ke ruang kelasnya tanpa memperdulikan kanan dan kiri jalan atau siswa siswi yang sedang duduk di koridor.
"Eh! Anak kampung main jalan aja. Sini Lo!" Teriak Aksara.
'Haduh! Mulai deh..' Gumam Airin.
Airin menoleh ke samping, dimana ada segerombolan kakak kelas keren berkumpul di sana. "Iya, ada apa kak?" Tanya Airin.
"Ada apa... ada apa, mana sarapan gue."
"Sarapan?"
Aksara bangkit dari duduknya, "ckckck, kamu lupa kemarin gue bilang apa sama elo?" Aksara bertolak pingang di hadapan Airin yang tingginya hanya sebatas bahu Aksara.
'Mampus gw, kenapa bisa elo bisa lupa Airin?' Gerutu Airin di dalam hati menyalahkan dirinya sendiri.
Sudah kepalang tangung lebih baik melawan, "Memang di rumah kakak ga ada makanan apa, sampai minta sama Airin?" Tanya Airin tanpa rasa takut.
"Bukan urusan Lo, di rumah gue ada makanan atau enggak, karena gue pingin sarapan bekal yang sering elo bawa, mana? Kemarin gue udah bilang suruh bawa."
"Tapi hari ini Airin ga bawa sarapan kak, tadi Airin sarapan di rumah."
"Gue ga mau tahu, sekarang Lo pulang ambil makanan buat gue, baru lo boleh sekolah disini, Paham!" Sentak Aksara.
"Tapi Kak nanti saya terlambat."
"Gue ga perduli!" Aksara lalu pergi bersama teman – temannya meninggalkan Airin yang masih terdiam berdiri di koridor.
'Gimana ini, kalau pulang lagi nanti aku telat masuk, kalau ga pulang pasti seharian ini aku bakal di bully habis – habisan sama kakak kelas brengsek itu.' Airin berpikir keras.
'Sudahlah! Bodo Amat kalau mau bully aku lagi ya silahkan, tapi aku mau sekolah, ga mau nurutin mau dia. Enak aja memangnya dia siapa?' Batin Airin bergejolak.
Airin melangkah menuju ke ruang kelasnya, duduk di paling belakang karena memang disitu sisa bangku yang masih tersedia tanpa ada teman yang mau dekat dengannya karena takut dengan Aksara dan Amanda Cs.
"LO tadi di suruh pulang kan sama Aksara, kok ga nurut sih?" Tanya salah satu Maria, satu – satunya siswa yang mau menyapanya.
"Malas Ah! Nanti aku terlambat." Balas Airin pada Maria yang duduk di bangku tepat berada di depan Airin.
"Lo ga takut?"
"Ga! Udah biasa kan di bully, memangnya anak baru kayak akun ini selalu di bully ya?"
Maria menoleh ke belakang untuk menatap wajah Airin yang cantik walau tanpa make up.
"Ya ga semua, tergantung siapa anak barunya."
"Oh."
"Airin. Lo dipanggil kepala sekolah sekarang." Teriak salah seorang siswi yang baru saja datang masuk ke ruang kelas.
"Baiklah."
Sreeeettttt!!!
'Sial!' Gumam Airin.
"Kenapa?" Tanya Maria
"Ada yang ngusilin aku nih." Jawab Airin sambil menolehkan kepalanya ke bagian belakang tubuhnya, terlihat rok belakangnya sobek, karena lengket dengan kursi yang ia duduki.
"Ya Ampun... terus gimana? Aku ga bisa bantu kamu, aku takut..." Ucap Maria dengan raut wajah sedih namun kasian pada Airin.
"Sudah lah santai saja, aku bawa ganti kok." Ucap Airin santai.
Lalu dengan tanpa ragu Airin mengambil rok yang Ia bawa dari rumah dan segera Ia mengganti rok yang sobek dengan rok yang Ia bawa.
Maria tercengang dengan apa yang di lakukan oleh Airin, ternyata Airin telah mengantisipasi segala kemungkinan bentuk pembulian, celana pendek yang ia kenakan membuat ia tak ragu melepas rok yang sobek.
"Aku ga nyangka, kamu hebat Airin."
"Hem... aku pergi dulu ya.."
"Ok.."
Di pojok ruangan yang lain terlihat Amanda dan teman – temannya memperhatikan gerak gerik Airin dengan tatapan sinis.
"Sialan tuh anak, ternyata dia bawa ganti." Gumam Amanda.
"Kita kerjain lagi aja, biar kapok tuh anak, dan ga sok kecakepan." Ucap Anastasya.
"harus dong, enak aja dia mau godain si Aksara, dia Cuma milik gue." Ucap Amanda angkuh.
"Dan Alfaro hanya milik gue." Ucap anastasya.
"Ya Ampun kalian itu terlalu bucin tahu ga." Ucap Rachel.
"Kenapa kamu iri? Kamu kenapa ga terima aja cinta si Aldo."
"Malas gue." Jawab Rachel.
"Aldo kurang apa sih? Tajir, ganteng walau masih gantengan Aksara sih hahah.. terus anak basket, apa lagi coba?" Ucap Amanda pada rachel.
"Ya pokoknya malas aja."
"Udah deh, sekarang apa yang harus kita lakukan nih biar si anak baru itu kapok."
"Taruh aja kecoa di dalam tasnya." Ucap Rachel.
"What?! Kecoa.. Ihhhh... No.. lo aja kalau gitu, gue ogah, geli." Ucap Amanda sambil begidik membayangka Ia harus menaruh kecoa ke dalam tas Airin.
"Ya elah kalian, binatang sekecik itu aja takut." Cibir Rachel.
"Ih gue juga ogah." Sahut Anastasya.
"Tapi lo mau cari dimana tuh kecoa?" Tanya Amanda.
Rachel tersenyum smirk, lalu Ia mengeluarkan satu botol kecil berisi kecoa yang sengaja Ia bawa dari rumah.
"Sumpah! Parah Lo..." Ucap Amanda yang tak percaya dengan apa yang di bawa oleh sahabatnya itu.
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?