/0/19549/coverbig.jpg?v=0388c1aa955c852bd3a5a916c8b16d78)
Karena tantangan dari teman-temannya, Brigitha terpaksa mencium Asher-CEO kaya yang dianggap penyuka pria karena tak pernah menjalin kasih. Tanpa bertanggung jawab Brigitha melarikan diri, meninggalkan Asher sendiri dengan bekas lipstik di bibirnya. Semuanya menjadi rumit setelahnya. Asher jadi sering muncul. Pria licik itu dengan mudah memanipulasi Brigitha si gadis polos. "Aku akan menyelamatkan perusahaan tempat papamu bekerja, jadi menikahlah denganku." Mereka berdua berakhir di pelaminan. Brigitha, si gadis polos terpaksa menjadi bukti konkret bahwa Asher adalah pria normal perkasa, tak seperti yang dirumorkan. ...... "Lo cuma manfaatin kepolosan Brigitha. Lepasin dia, bajingan!" -Levan "Brigitha memang polos, apalagi saat berbaring di sisiku," -Asher
Terik matahari mengguyur puluhan manusia siang itu. Sekumpulan remaja berlari memasuki cafe, lalu duduk bersama melingkari sebuah meja. Total ada lima orang di sana, menghapus peluh di kening sambil mengeluh panasnya cuaca siang itu.
Perempuan berambut curly mengangkat tangan memanggil waiters. "Kak, di sini!"
"Suara lo kayak bocah banget, Tha," komentar perempuan berponi, Sherly.
Brigitha, si rambut curly hanya mengerucutkan bibir singkat. "Suara gue emang gini, tau. Udah dua tahun masak nggak hapal."
Sherly menggedikkan bahu, memutar bola mata. "Iya deh iya." Dia menerima buku menu dari waiters. Butuh sepuluh menit hingga Sherly menyebutkan pesanannya.
Brigitha tak perlu membuka buku menu, dia sudah tahu apa yang dia inginkan. "Chicken karaage teriyaki satu, jus jeruk satu. Terima kasih, Kak."
Brigitha tersenyum, mengantar kepergian waiters. Bibir tebalnya berwarna merah muda, terlihat lembab walau di cuaca panas seperti ini. Dia melepas tas kanvas yang tersampir di bahu, menggantungkannya di punggung kursi.
"Kayaknya bakal lama, nih."
Perempuan dengan rambut terikat, Gea, bersuara. Dia yang sedari duduk memainkan ponsel dan bahkan menyerahkan pesanan makananya pada Sherly itu akhirnya menimbrung setelah ponselnya dia letakkan di atas meja.
Brigitha menganggukkan kepala, membuat rambut curlynya ikut terayun lucu. "Soalnya rame, Ge. Orang kantoran lagi pada cari makan."
Gea terkekeh. "Cari makan? Kambing kali ah."
"Maksud gue bukan itu-"
"Iya, ngerti," sahut Gea, membuat Brigitha cemberut.
Di cuaca yang panas seperti ini, si anak manja yang tak bisa jauh-jauh dari pendingin ruangan pasti merasa tak nyaman. Makanya hanya sedikit keusilan atau godaan mampu membuatnya kesal.
"Main, yuk. Sambil nunggu makanannya jadi," usul Sherly.
Brigitha mengedar pandang, memperhatikan seisi cafe yang benar-benar padat. Memang cafe yang mereka datangi begitu terkenal akan kualitas dan harganya, makanya banyak yang memilih mengisi perut di sana. Namun, Brigitha tetap berharap bahwa makanan mereka bisa datang tepat waktu, karena perutnya sudah melolong kelaparan.
Pagi tadi dia tidak sempat sarapan karena ada kelas yang dimajukan. Dia bahkan memakai make up sederhananya di dalam mobil sang papa. Saat sampai, kaki kecilnya dia pacu cepat ke ruang kelas. Beruntung Brigitha tidak terlambat, dan bisa duduk tenang mendengarkan dosen berbicara di depan.
"Truth or dare? Nggak butuh alat lain. Kayaknya seru."
Sherly berdecak, melirik Gea dengan ekor mata. "Ge, Ge. Tiap hari lo selalu minta main truth or dare terus. Ganti apa kek gitu. Bosen banget gue. Emang ada lagi rahasia kita yang mau lo denger?"
Gea berdecih. Dia hanya mengusulkan sesuatu setelah mendengar permintaan pendapat dari Sherly. Dia juga tidak memaksa kok. Tapi Sherly merespon seakan Gea ingin mendengar rahasia-rahasia mereka lewat permainan truth or dare.
Di antara dua perempuan itu, Brigitha bergumam panjang. Dia memberi saran, "Gimana kalau dare or dare? Kita nggak perlu ngungkap rahasia atau apapun. Yang penting bisa lakuin dare yang dikasih," usulnya.
Gea menjentikkan jari setuju. "Ide bagus. Tunggu apa lagi? Ayo mulai main."
Sherly terlihat enggan. Namun, dia tak bisa menolak saat dua suara lain menyetujui begitu saja. Akhirnya dia menganggukkan kepala berat, terpaksa mengikuti permainan membosankan yang hampir puluhan kali mereka lakukan.
"Oke. Kita pake ini, bulpoin." Gea menunjukkan bulpoin yang tersembunyi di sakunya. "Tenang. Gue yang bakal puter. Satu, dua, tiga!"
Bulpoin hitam itu berputar selama beberapa saat, sampai perlahan berhenti denagn ujung menunjuk Brigitha. Bahu perempuan itu langsung luruh, bibirnya melengkung ke bawah muram. Kenapa dia harus berada di giliran pertama sih.
Sherly tersenyum miring. "Gue yang bakal kasih tantangan," putusnya.
Gea menggedikkan bahu. Lagipula dia juga tidak punya ide yang harus diberikan, jadi biarkan Sherly yang memberi Brigitha tantangan. Dia yakin Sherly akan memberi tantangan luar biasa untuk Brigitha, mengingat perempuan itu selalu saja berusaha mengusik si gadis polos.
"Jangan aneh-aneh ya, Sher," ingat Brigitha.
Sherly mengedar pandang, mencari tantangan apa yang bisa dia berikan. Saat lonceng di pintu berbunyi, dia mengalihkan pandangan ke sana. Seorang pria membuka pintu bersama satu pria lain di belakangnya. Dua pria tampan itu masuk ke dalam cafe lalu duduk di kursi dekat jendela yang berada di barisan sejajar dengan kursi mereka. Pria yang mengenakan kacamata dan jas hitam itu membuat ujung bibir Sherly naik. Ide jail melintas di kepalanya.
"Gue tahu."
Brigitha dan Gea menatap Sherly penasaran.
"Tantangan yang harus lo lakuin, Bri. Lo nggak punya pacar, kan?"
Pertanyaan tiba-tiba Sherly itu membuat Brigitha mengernyitkan kening. Dia menggeleng perlahan sebagai jawaban. Brigitha memang tak punya pacar. Walau banyak laki-laki yang mengungkapkan perasaan padanya, Brigitha tak pernah merasakan hal yang sama.
Dia selalu mengucapkan terima kasih setiap mendengar pengungkapan cinta, lalu menolak mereka dengan sehalus mungkin. Brigitha merasa belum pas waktunya untuk menjalin hubungan percintaan. Melihat teman-temannya yang menangis karena laki-laki yang sebelumnya mereka puji-puji membuatnya takut untuk mencoba.
Sherly mengulum bibir senang. "Berarti lo nggak pernah ciuman, kan?"
"Sherly!" Brigitha mendelik, melihat sekitar takut ada yang mendengar kata-kata vulgar Sherly.
"Iya, kan?" ulang Sherly. "Sekarang kesempatan lo buat coba."
Gea mendelik. "Maksud lo apa?"
Sherly menggedikkan mata ke arah depan. Brigitha membalik badannya, menatap arah yang Sherly maksud. Dua orang pria tertangkap matanya. Brigitha mengernyitkan alis, tak mengerti yang Sherly maksud.
Gea memukul lengan Sherly. "Lo gila?"
Dia sudah besar. Tepatnya berumur dua puluh satu tahun. Mana mungkin dia tidak mengerti maksud Sherly yang teramat jelas. Berbeda dengannya, Brigitha terlihat masih tak paham, bergantian menatap Sherly dan pria itu.
"Ganti. Jangan gila lo, Sher," ujar Gea.
Sherly berdecak. "Lo setuju kan Bri? Tantangan tetep tantangan. Kalian udah setuju gue yang ngasih tantangan kali ini, masak tiba-tiba nolak. Nggak asik."
"Emang tantangannya apa?"
Gea gemas, ingin menggaruk wajah polos Brigitha. Temannya itu sangat kurang peka dan gampang ditipu, makanya sampai sekarang masih berteman dengan Sherly walau Sherly selalu berusaha menjatuhkannya dalam masalah.
Satu ujung bibir Sherly terangkat. "Cium cowok itu, langsung di bibirnya," tukasnya.
Brigitha mengerjap selama beberapa detik. "Maksud-ih nggak mau!"
Menepuk kening, Gea tak habis pikir dengan siistem kerja otak Brigitha. Bahkan setelah diberi tahu pun gadis itu masih sempat-sempatnya 'loading' dulu. Sepertinya dunia ini terlalu berbahaya untuk orang seperti Brigitha.
"Harus mau! Gue udah susah-susah mikir tantangannya!" Sherly mengerucutkan bibirnya dengan mata menyipit.
Gea berganti menatap Brigitha untuk melihat reaksi perempuan itu. Brigitha menelan ludah, terlihat mulai bimbang. Gea menghitung dalam hati, dan tepat di hitungan ketiga Brigitha mengangguk pelan.
"Y-yaudah. Tapi beneran nggak papa, kan? Dia nggak bakal marah?"
Sial. Rasanya Gea ingin membuang Brigitha ke kali Ciliwung, atau ke laut sekalian. Bagaimana bisa perempuan di umur dua puluh satu tahun sepolos itu.
"Nggak akan ada apa-apa. Percaya sama gue. Sekarang lo ke sana, cium dia."
Brigitha mengulum bibir ragu, tetapi dia tetap bangkit berdiri. Sekali lagi dia menatap Sherly, sebelum melanjutkan langkah hati-hati ke dekat pria berkacamata hitam. Dia menautkan kedua tangannya di depan, lalu berhenti tepat di sisi si pria.
"Permisi," ucapnya, pelan.
Pria berkacamata hitam itu menoleh, mengernyitkan kening melihat keberadaan Brigitha. Namun, matanya langsung melotot saat tiba-tiba kepala Brigitha maju. Bibir keduanya menempel untuk beberapa detik sebelum terlepas.
Brigitha menunduk sejenak sebagai permohonan maaf, lalu langsung berbalik dan melarikan diri dari dalam cafe. Sedangkan pria itu masih terdiam. Tangannya yang sedikit bergetar menyentuh bibir, bekas kecupan bibir tebal Brigitha.
Pria di depannya bangkit berdiri, mengerjapkan mata panik. "P-pak."
"Ha ha ha ...."
(18+) Renata mencintai James, sahabatnya. Namun, dia tahu James tak pernah memiliki perasaan yang sama. Satu-satunya cara agar James tak pernah pergi dari sisinya hanyalah hubungan rahasia yang mereka jalin. Sebuah 'hadiah' yang Renata beri hanya untuk James, kapanpun pria itu minta. Renata tak akan menyerah, akan dia pertaruhkan segalanya demi mendapatkan James.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.