/0/20582/coverbig.jpg?v=9fc6355183c5746729e3651e63f93caa)
Seorang wanita yang merasa hampa dalam pernikahannya memulai hubungan dengan mantan kekasihnya. Namun, ia tak menyadari bahwa kebahagiaan sesaat itu dapat membawa bencana bagi hidupnya yang sudah stabil.
Pesta reuni sekolah menengah terasa seperti perjalanan ke masa lalu yang penuh nostalgia. Sarita berdiri di depan cermin, mengenakan gaun hitam sederhana yang menggarisbawahi keanggunannya. Namun, di dalam hatinya, ada kegelisahan yang terus mengganggu. Suaminya, Dika, tidak bisa hadir karena urusan pekerjaan, dan ia merasa sendirian di tengah keramaian.
Saat tiba di lokasi reuni, suasana penuh tawa dan canda menggugah kenangan masa lalu. Teman-teman sekelasnya yang sudah lama tidak ditemui berdesakan di ruang pesta yang dihiasi balon warna-warni dan lampu-lampu yang berkelap-kelip. Sarita tersenyum dan menyapa satu per satu, meskipun hatinya terasa hampa.
Di tengah keramaian, dia merasa terasing. Suara tawa yang mengelilinginya tidak bisa menutupi kesepian yang menggerogoti hatinya. Ia berusaha mengalihkan perhatian, tetapi tak bisa menahan rasa rindunya akan masa-masa indah yang telah berlalu.
Tiba-tiba, saat dia mengambil minuman dari meja, pandangannya tertangkap oleh sosok yang sangat familiar. Di ujung ruangan, berdiri Rizal, mantan kekasihnya. Pria itu tampak lebih dewasa, dengan rambut yang sudah sedikit beruban, namun senyumannya yang lebar dan hangat membuat jantung Sarita berdebar.
Sarita merasa terhuyung-huyung saat ingatan akan masa-masa indah mereka melintas di pikirannya. Kenangan-kenangan saat mereka tertawa di bawah langit malam, berbagi rahasia di balik pepohonan sekolah, dan momen-momen manis ketika mereka mengukir cinta remaja. Rasa rindu yang dalam membuatnya tidak bisa menahan langkah kakinya menuju Rizal.
"Rizal?" suara Sarita terdengar lebih ragu daripada yang dia harapkan.
Rizal menoleh, matanya terkejut dan senyum mengembang. "Sarita! Sudah lama sekali," katanya dengan nada yang hangat, seolah waktu tidak memisahkan mereka sama sekali.
Mereka berdua berbincang, mengingat kembali kenangan manis yang pernah mereka bagi. Sarita merasa hidup kembali, seolah semua kekecewaan dalam pernikahannya dengan Dika seketika menghilang. Rizal menceritakan tentang hidupnya, pekerjaan baru, dan perjalanan yang telah dia lakukan. Setiap cerita yang ia sampaikan membuat Sarita terpesona.
"Aku tidak tahu kamu akan datang," Rizal berkata, menatapnya dengan serius. "Aku selalu mengingatmu, kamu tahu?"
Kata-kata itu membuat Sarita merasakan denyut di dadanya. Ia terjebak antara nostalgia yang indah dan kenyataan pahit hidupnya saat ini. Mereka berbagi tawa dan cerita hingga larut malam, hingga suasana pesta mulai mereda.
Di tengah keramaian, Sarita tidak bisa mengabaikan rasa kosong yang ada dalam pernikahannya. Dika, yang dulunya adalah segalanya, kini terasa jauh. Kebahagiaan yang sempat hilang seolah kembali menyala saat bersamanya Rizal. Saat malam semakin larut, Rizal mengajaknya menari di bawah cahaya lampu yang berkelap-kelip. Mereka bergerak bersama, mengikuti irama musik, seolah hanya ada mereka berdua di dunia ini.
Sarita merasa hidupnya berputar kembali. Dalam pelukan Rizal, ia merasakan kenyamanan yang tidak pernah didapatkan dalam pernikahannya. Namun, di sudut hatinya, ada suara kecil yang memperingatkan tentang konsekuensi dari semua ini. Apakah ini hanya pelarian dari kenyataan?
Malam itu, ketika Sarita kembali ke rumah, jantungnya berdebar lebih cepat. Senyuman Rizal dan hangatnya pelukan itu terus menghantuinya. Dia tahu, pertemuan ini adalah sebuah titik balik yang bisa mengubah segalanya.
Malam itu, Sarita terbaring di tempat tidurnya, pikiran bercampur aduk. Pertemuan dengan Rizal membangkitkan kembali perasaan yang sempat terkubur. Kebahagiaan seolah menjanjikan untuk memisahkan dirinya dari kehidupan yang selama ini ia jalani. Namun, saat ia menutup mata, rasa bersalah juga menghantui. Di ujung ketidaksetiaan, Sarita harus memilih jalan mana yang akan dia ambil.
Hari-hari setelah reuni berlalu dengan cepat, namun kenangan pertemuan dengan Rizal terus terpatri di dalam ingatan Sarita. Setiap kali dia melihat pesan singkat atau notifikasi dari media sosial, jantungnya berdebar. Rasanya aneh dan menggembirakan sekaligus, seolah dia hidup dalam dua dunia yang berbeda-satu dunia di mana dia adalah istri yang setia, dan satu lagi adalah seorang wanita yang menemukan kembali keceriaan di masa lalunya.
Suatu malam, saat Dika pulang kerja lebih awal dari biasanya, Sarita berusaha menciptakan suasana hangat di rumah. Dia menyiapkan makanan kesukaan suaminya dan menghidupkan lilin di atas meja makan. Ketika Dika masuk, wajahnya tampak lelah, tetapi senyumnya membuat hati Sarita bergetar.
"Ada apa? Kamu tampak manis sekali malam ini," Dika berkata, duduk di meja makan dengan senyuman lebar.
Sarita berusaha tersenyum kembali, tetapi di dalam hatinya, ada rasa bersalah yang menyelimuti. Mereka berbincang tentang hari yang telah berlalu, tetapi percakapan itu terasa datar dan hampa. Sarita tahu, meskipun dia berusaha sebaik mungkin untuk berperilaku normal, pikirannya tak bisa lepas dari Rizal.
Setelah makan malam, Dika mencalonkan untuk menonton film bersama. Sarita merasa bersalah untuk menolak, tetapi di dalam hatinya, dia merasa terasing. Sementara film diputar, dia tidak bisa berhenti memikirkan Rizal dan betapa mudahnya mereka terhubung kembali.
Malam itu, saat Dika tertidur di sampingnya, Sarita terbangun dan mengambil ponselnya. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menghubungi Rizal, tetapi rasa penasarannya mengalahkan segalanya. Dalam sekejap, dia mengirimkan pesan singkat kepada mantan kekasihnya.
"Hey, masih ingat aku?"
Beberapa menit berlalu, sebelum akhirnya Rizal membalas. "Tentu saja. Siapa yang bisa lupa dengan kenangan kita?"
Sarita merasakan campuran antara kegembiraan dan rasa bersalah. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, seolah tidak ada waktu yang terlewat. Mereka berbagi cerita, tawa, dan kenangan manis dari masa lalu, seolah menghapus semua jarak yang pernah ada.
"Hari ini ada reuni, dan kamu sangat luar biasa," Rizal mengirimkan pesan. "Aku berharap bisa menghabiskan lebih banyak waktu denganmu."
Sarita menelan ludah. Kata-kata itu terasa manis tetapi juga berbahaya. Ia tahu bahwa apa yang dia lakukan adalah sebuah pelanggaran, tetapi perasaannya terhadap Rizal sulit untuk diabaikan. Dia merasa terjebak dalam kebahagiaan sesaat, yang sekaligus menakutkan.
Semakin hari, percakapan mereka semakin intens. Sarita merasa ada sisi dari dirinya yang terbangun, sisi yang lama terpendam dalam rutinitas harian sebagai istri. Dengan Rizal, dia merasa hidup kembali, seolah dia menemukan kembali bagian dari dirinya yang telah hilang. Namun, di saat bersamaan, perasaannya terhadap Dika juga mulai memburuk.
Suatu sore, saat Sarita sedang berbelanja di pasar, dia tidak sengaja bertemu dengan Rizal lagi. Momen itu tidak terduga, dan keduanya terkejut sekaligus gembira. Rizal mengajak Sarita untuk minum kopi di kafe terdekat.
"Aku senang bisa bertemu lagi," Rizal berkata, menyunggingkan senyum yang menggugah kenangan lama.
Sarita merasa bersemangat, tetapi di dalam hatinya, ada rasa bersalah yang terus menghantuinya. Mereka duduk berhadapan, berbincang tentang hidup masing-masing. Setiap kali Rizal menatapnya, hatinya bergetar. Mereka berbagi tawa dan cerita, tetapi di saat yang sama, ada perasaan cemas yang muncul.
"Aku merindukanmu," Rizal mengungkapkan dengan tulus. "Kehidupan kita berjalan begitu cepat. Rasanya sulit untuk percaya bahwa kita sudah tidak saling berbicara begitu lama."
Sarita merasa terjebak antara nostalgia yang manis dan kenyataan pahit. Dia mengingat janji-janji cinta yang mereka buat di masa lalu, saat semuanya terasa begitu sederhana. Namun, dia juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa sekarang dia sudah menjadi istri Dika, yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.
Di tengah perbincangan, Rizal mengajaknya untuk pergi berlibur ke tempat yang mereka kunjungi di masa lalu. Meskipun Sarita merasa tertarik, dia tahu bahwa itu adalah ide yang sangat berisiko. "Rizal, kita tidak bisa. Ini salah," katanya, suara bergetar.
"Tapi aku ingin membuat kenangan baru," Rizal membalas, menatapnya dengan penuh harapan.
Sarita merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia ingin sekali melakukannya, tetapi suara di dalam hatinya memperingatkannya tentang konsekuensi dari tindakan ini. "Aku harus kembali," katanya, berusaha mengakhiri pertemuan itu sebelum segalanya menjadi lebih rumit.
Sesaat, mereka saling bertukar tatapan, dan Sarita merasakan ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan. Dia tahu, keputusannya untuk bertemu Rizal adalah langkah menuju jalan yang tidak pasti.
Sambil berjalan pulang, pikiran Sarita berputar. Dia tahu, dia berdiri di ujung ketidaksetiaan. Apakah dia berani mengikuti hatinya dan mengambil risiko, ataukah dia akan kembali kepada hidup yang sudah terbangun, meskipun penuh dengan kekosongan?
Dengan ketegangan dan harapan yang bercampur, Sarita tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan konsekuensi dari pilihan-pilihannya akan segera mengubah segalanya.
Bersambung...
Seorang pria yang merasa tertekan oleh kehidupan rumah tangganya terlibat perselingkuhan dengan seseorang dari masa lalunya. Ketika kebohongan ini terungkap, ia harus memilih antara keluarga yang ia bangun atau cinta yang tak pernah benar-benar hilang.
Seorang pria yang sudah menikah kembali bertemu dengan cinta pertamanya yang belum pernah ia lupakan. Hubungan ini membuatnya meragukan pernikahannya dan mempertanyakan apa itu cinta sejati.
Seorang pria yang merasa terabaikan oleh istrinya karena kesibukan pekerjaan, mulai mencari kenyamanan dari wanita lain. Perselingkuhan ini membuatnya harus memilih antara keluarga yang ia cintai atau perasaan egoisnya sendiri.
Seorang wanita menemukan bahwa suaminya berselingkuh dengan rekan kerjanya. Sambil mencoba mencari tahu alasan di balik perselingkuhan tersebut, ia dihadapkan pada rahasia gelap suaminya yang jauh lebih besar.
Seorang istri yang selalu setia menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Saat kebenaran terungkap, ia harus memutuskan apakah akan memperjuangkan pernikahannya atau melepaskan semuanya.
Dua siswa yang dulu sahabat sejak kecil, namun menjauh karena waktu, dipertemukan kembali dalam sebuah proyek sekolah. Mereka mulai mengingat janji-janji yang pernah mereka buat di bawah langit senja dan perasaan yang tak pernah hilang.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.