/0/21278/coverbig.jpg?v=ff357fa0284bc56b941bcb3d8c5bc1e4)
Seorang pria yang terlihat bahagia dengan pernikahannya diam-diam menjalin hubungan dengan sahabat istrinya. Ketika kebenaran terungkap, dampaknya menghancurkan kehidupan semua orang yang terlibat.
Seorang pria yang terlihat bahagia dengan pernikahannya diam-diam menjalin hubungan dengan sahabat istrinya. Ketika kebenaran terungkap, dampaknya menghancurkan kehidupan semua orang yang terlibat.
Aditya dan Melani berjalan bersama menuju pintu rumah mereka yang megah, tangan mereka saling menggenggam dengan erat. Pemandangan sore yang indah dengan sinar matahari yang perlahan menghilang, seolah menyelimuti kehidupan mereka dengan kesan yang sempurna. Namun, jika ada yang melihat lebih dekat, mereka akan tahu bahwa ada sesuatu yang tidak terlihat dalam senyum manis di wajah mereka.
"Pulang lebih cepat hari ini?" tanya Melani, suaranya lembut, namun ada kelelahan yang samar di balik kata-katanya.
"Ya, aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersamamu," jawab Aditya sambil tersenyum, tapi sorot matanya sejenak menghindar, seakan ada sesuatu yang mengganjal.
Mereka masuk ke dalam rumah, dan Aditya segera meletakkan tas kerjanya di meja. Melani mengikuti, matanya menilai wajah suaminya yang tampak sedikit berbeda hari itu. Sesuatu yang tidak bisa ia tangkap dengan pasti.
"Aditya, ada yang berbeda denganmu hari ini. Kamu kelihatan lelah," kata Melani, sambil melepaskan sepatu dan duduk di sofa. Pandangannya terfokus pada suaminya.
Aditya berhenti sejenak dan menghela napas. "Hanya sedikit tekanan di kantor. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sayang."
Melani mengangguk, meskipun ia tidak sepenuhnya yakin. Ia tahu Aditya tidak pernah berkata begitu sebelumnya. Biasanya, ia lebih terbuka tentang pekerjaannya. Namun, akhir-akhir ini, ada sesuatu yang berbeda. Aditya lebih tertutup, lebih sibuk dengan telepon dan email yang terus masuk. Melani mencoba untuk tidak berpikir terlalu banyak, tapi keraguan itu terus berkembang dalam pikirannya.
"Kita akan makan malam bersama malam ini?" tanya Melani dengan suara ceria, berusaha mengubah topik pembicaraan.
"Tentu. Aku akan segera memesan makan malam. Kita harus merayakan akhir pekan ini." Aditya mengangguk cepat, berusaha terlihat lebih santai. Namun, Melani bisa merasakan ketegangan yang semakin jelas di sekitarnya.
Tidak ada yang lebih penting bagi Melani selain keluarga mereka. Ia merasa bangga dengan pernikahannya, dan meskipun beberapa kali ada perasaan tidak nyaman, ia selalu meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah fase yang akan berlalu. Tapi ketegangan itu semakin terasa, meski ia berusaha menepisnya.
"Aditya, aku merasa ada yang perlu kita bicarakan." Melani berdiri dan menghampiri suaminya, meletakkan tangan di pundaknya.
Aditya menoleh dengan sedikit terkejut, namun segera menyembunyikan raut wajahnya yang gelisah. "Ada apa, sayang?"
"Aku hanya merasa, entah kenapa, akhir-akhir ini kita... terpisah. Seperti ada tembok di antara kita." Suara Melani pelan, namun ada kekuatan di balik kata-katanya.
Aditya terdiam, matanya fokus pada Melani sejenak. "Kamu terlalu banyak berpikir," jawabnya, suaranya tenang, tapi nada itu terdengar agak dingin. "Semua baik-baik saja. Kita hanya sibuk, itu saja."
Melani mengangguk, namun hatinya terasa berat. "Aku berharap itu benar," gumamnya.
Dalam hati, ia merasa cemas, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya tanpa merusak suasana. Ia ingin Aditya melihat betapa pentingnya perasaan dan kedekatan mereka, namun sepertinya ia mulai merasa tersisih.
Saat Aditya melangkah menuju ruang makan untuk memesan makan malam, Melani hanya bisa menatapnya dari belakang. Ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa ia sentuh, namun ia tahu itu ada. Seperti bayang-bayang gelap yang semakin mendekat.
Beberapa hari kemudian, Aditya menerima telepon dari seseorang yang tidak bisa ia abaikan. Ia menjawabnya dengan suara terendah, memastikan Melani tidak mendengar pembicaraan itu.
"Apakah kamu sudah siap?" suara itu terdengar dari ujung telepon.
"Ya, aku akan bertemu denganmu malam ini." Aditya meneguk ludah, lalu menutup telepon dengan cepat, berharap tidak ada yang mencurigai.
Di balik semua ini, Melani masih berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Tapi perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya. Apakah ia terlalu banyak berpikir? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi?
Hari demi hari berlalu, dan tanpa Melani sadari, bayang-bayang pengkhianatan mulai mengintai dari tempat yang paling tidak terduga.
Setelah makan malam yang terasa sepi dan penuh keheningan, Melani duduk di ruang tamu, menatap api yang menyala di perapian. Suasana rumah itu terasa hangat, namun ada jarak yang semakin lebar di antara dirinya dan Aditya. Ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan perasaan cemas yang semakin mengganggunya.
Namun, malam itu, matanya tak bisa lepas dari ponsel Aditya yang tergeletak di atas meja. Ponsel itu bergetar beberapa kali, dan meskipun ia berusaha untuk tidak memperhatikannya, ada sesuatu dalam hatinya yang mengatakan bahwa ia perlu melihatnya.
Dengan hati-hati, Melani mengambil ponsel itu. Layar menunjukkan nama yang tidak dikenalnya, "Rina."
"Rina?" Melani bergumam, kebingungan. Ia tahu bahwa Rina adalah sahabat dekatnya, seorang wanita yang selalu ada untuk mereka berdua. Namun, mengapa Rina menelepon Aditya malam-malam begini?
Melani menatap ponsel itu sejenak. Hatinya berdebar, tetapi ia mencoba menenangkan diri. "Mungkin hanya urusan pekerjaan," pikirnya. Namun, perasaan tidak enak itu kembali muncul.
Saat ia hendak menaruh ponsel kembali, sebuah pesan masuk.
"Aditya, jangan lupa janji kita nanti malam. Aku tunggu di tempat biasa."
Melani merasa seolah-olah dunia berhenti berputar. Jantungnya berdetak kencang, tubuhnya terasa kaku. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari pesan itu. Tangan Melani gemetar saat membaca kalimat tersebut, dan satu pertanyaan muncul di pikirannya: "Apa yang sedang terjadi di antara mereka?"
Ia segera meletakkan ponsel itu kembali ke meja dengan hati yang berat, mencoba untuk menenangkan diri. Melani menatap Aditya yang tengah duduk di kursi sebelah, matanya kosong menatap televisi, meskipun jelas pikirannya sedang berada di tempat lain.
"Aditya," suara Melani nyaris tak terdengar. "Siapa Rina bagimu?"
Aditya menoleh dengan kaget, seakan tidak mendengar pertanyaan itu sebelumnya. Namun, ia tersenyum tipis, mencoba untuk menunjukkan sikap santai. "Dia hanya sahabatmu, kan? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Melani mengangguk, meskipun hatinya berkata sebaliknya. "Tapi kenapa pesan-pesan itu terasa aneh? Mengapa kalian terus berkomunikasi begitu intens?"
Aditya tampak terdiam. Ia mengubah posisi duduknya, menatap Melani dengan pandangan yang sedikit gelisah. "Kamu terlalu berpikir banyak, sayang. Rina adalah temanmu, dan tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."
Melani menatapnya tajam, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan adanya jarak yang sangat jelas di antara mereka. "Aditya, aku merasa ada yang disembunyikan dari aku."
Aditya menghela napas panjang, lalu berdiri. "Melani, aku lelah. Aku tidak ingin ada pembicaraan seperti ini malam ini."
"Tapi kita harus bicara, Aditya!" suara Melani sedikit meninggi. Ia tidak bisa menahan perasaan yang sudah menumpuk dalam dirinya. "Kenapa kamu selalu menghindari pertanyaan tentang Rina? Apa yang terjadi di antara kalian?"
Aditya menatapnya, wajahnya semakin gelap. "Tidak ada yang perlu dijelaskan. Cobalah untuk percaya padaku, Melani."
"Aku ingin percaya padamu, Aditya. Tapi kamu membuatnya sangat sulit."
Dengan itu, Aditya pergi begitu saja, meninggalkan Melani yang merasa bingung dan patah hati. Ia menatap pintu yang tertutup, seolah tahu bahwa malam ini, dunia mereka tidak akan pernah sama lagi.
Keesokan paginya, suasana rumah masih terasa kaku. Melani dan Aditya saling menghindar, tidak banyak bicara. Namun, dalam hati Melani, semakin tumbuh keraguan yang semakin kuat. Ia tidak bisa lagi berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.
Melani mengingat kembali pesan yang ia temukan di ponsel Aditya. "Aku tunggu di tempat biasa." Tempat biasa? Apa maksudnya? Apa yang seharusnya terjadi di tempat itu?
Ia tak bisa menahan rasa penasaran yang semakin membesar. Keputusan yang sulit datang menghampirinya.
Jika ia ingin mengetahui kebenaran, Melani harus bertindak. Namun, apakah ia siap menghadapi kenyataan yang mungkin jauh lebih menyakitkan dari apa yang ia bayangkan?
Sementara itu, Aditya tetap diam, tampak gelisah. Ia tahu bahwa perasaan Melani mulai berubah, namun ia memilih untuk tidak membuka mulut. Setiap kali ia mendekati topik itu, ia merasa semakin terperangkap dalam kebohongan yang telah ia bangun.
Rina-sahabat yang seharusnya bisa dipercaya-telah menjadi bagian dari bayang-bayang pengkhianatan yang membayangi setiap langkah mereka. Dan Aditya tahu, ia hanya bisa berdoa agar semuanya tidak terbongkar.
Bersambung...
Seorang pria yang percaya bahwa hubungannya tak tergoyahkan mulai merasa ada yang salah ketika kekasihnya menjadi dingin. Saat ia mencoba menyelamatkan hubungan mereka, ia mengetahui bahwa kekasihnya telah berpaling pada pria lain.
Sepasang suami istri yang saling mencintai menghadapi ujian ketika salah satu dari mereka terlibat dalam perselingkuhan emosional. Pengkhianatan ini menjadi titik balik yang menantang mereka untuk menentukan apakah hubungan itu layak dipertahankan.
Seorang wanita muda yang baru menikah menghadapi kenyataan pahit bahwa suaminya menjalin hubungan dengan rekan kerjanya. Dalam proses menghadapi pengkhianatan ini, ia menemukan kekuatan untuk membangun kembali hidupnya sendiri.
Seorang wanita menjalani hubungan rahasia dengan pria yang ia cintai, meskipun ia tahu pria itu sudah menikah. Ketika hubungan mereka akhirnya terungkap, semuanya berubah menjadi kehancuran dan penyesalan.
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Diperuntukkan bagi dewasa berumur 18+. Harap bijak dalam memilih bacaan.***Seperti biasa mas bram pun selalu punya cara untuk memberikan alasan pada ibundanya setiap bulan ketika harus bertemu dengan aku. Dan hal itu bukan masalah yang besar untuk mas bram mengingat dirinya seorang atasan pada perusahaannya dimana dirinya diharuskan untuk mengontrol beberapa cabang diluar kota.Seperti pagi ini disaat aku sedang mamasak, mas bram diam-diam memelukku dari belakang dan mendaratkan ciuman nya di tengkuk leherku. Kami seperti pengantin baru saja, padahal kami sudah menikah selama sepuluh tahun lamanya. Dan dia adalah seorang lelaki yang romantis dan penuh pengertian dan sangat paham apa yang membuat aku bertekuk lutut dihadapan. Atau paling tidak disangat mengerti apa yang kuingini ketika kami dimabuk asmara seperti ini.Aku hanya mendesah, “ Mas, geli aah..Dia tambah bersemangat dengan memelukku tambah erat. Hingga akupun merasakan kelelakiannya ketika menyentuhku dari belakang.
© 2018-now Bakisah
TOP