/0/21521/coverbig.jpg?v=949f724aa518bedbacb3226a7a839c89)
Kehidupan Raissa berubah drastis setelah kehilangan pekerjaannya dan terancam kehilangan panti jompo tempat dia dan ibunya tinggal. Panti tersebut akan digusur oleh seorang taipan muda, Arkhan Alvaro, pemilik lahan yang dikenal kejam dan tak berperasaan. Raissa, seorang gadis mandiri dengan tekad kuat, memutuskan untuk menghadapi Arkhan langsung, memohon agar dia membatalkan penggusuran. Namun, permohonannya terus ditolak oleh pria dingin itu. Hingga suatu hari, Arkhan mengajukan syarat yang tak pernah Raissa bayangkan. Dengan senyuman licik dan tatapan tajam, dia berkata, "Jika kau ingin aku menyelamatkan panti itu, aku ingin kau menjadi milikku. Sepenuhnya." Raissa terperangkap dalam dilema besar, antara menyerahkan dirinya atau menyaksikan orang-orang yang ia cintai kehilangan tempat tinggal. Hubungan mereka yang dimulai dengan paksaan perlahan berubah menjadi perang emosi-kebencian, cinta, dan pengorbanan yang menguras air mata.
Raissa duduk di sofa ruang tamu yang tampak seperti singgasana raja, di lantai 38 sebuah gedung pencakar langit yang menjulang di pusat kota. Tangannya yang dingin menggenggam map cokelat lusuh berisi dokumen panti jompo-satu-satunya senjata yang dia miliki untuk melawan kekuasaan pria yang sebentar lagi akan ditemuinya. Jantungnya berdetak kencang, bukan karena kagum pada kemewahan di sekitarnya, tetapi karena rasa takut yang mencengkeram setiap serat keberaniannya.
Dia menoleh ke jendela besar di ruangan itu. Dari sana, seluruh kota terlihat seperti miniatur yang tak berarti. Rasanya seolah dia hanyalah titik kecil di dunia Arkhan Alvaro, taipan muda yang terkenal dingin dan tanpa belas kasihan. Pria itu memiliki segalanya-uang, kekuasaan, dan kemampuan untuk menghancurkan hidup seseorang hanya dengan sekali tandatangan.
Pintu ruangan terbuka dengan bunyi halus. Raissa langsung menoleh. Pria itu masuk, mengenakan setelan jas hitam sempurna yang membingkai tubuh tegapnya. Wajah Arkhan tampak seperti pahatan dewa Yunani, dengan rahang tegas dan mata hitam yang memancarkan keangkuhan.
"Jadi, kau yang ingin bertemu denganku?" suara Arkhan rendah, tapi tajam seperti belati.
Raissa berdiri dengan lutut gemetar. Dia mencoba terlihat tegar, tetapi tangannya yang gemetar mengkhianatinya. "Ya, Tuan Arkhan. Nama saya Raissa Damaris. Saya ke sini untuk membicarakan panti jompo di Jalan Cendana."
Arkhan berjalan ke kursinya tanpa menghiraukan Raissa yang berdiri seperti patung di tengah ruangan. Dia duduk dengan santai, menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit mahal. "Oh, jadi kau datang untuk itu. Lalu, apa yang ingin kau katakan?"
Raissa menarik napas dalam-dalam. "Saya memohon, Tuan. Mohon jangan gusur panti itu. Tempat itu adalah rumah bagi banyak orang tua yang sudah tak memiliki apa-apa lagi. Jika panti itu hilang, mereka tidak akan punya tempat untuk pergi."
Arkhan mengangkat alisnya, seolah heran dengan permohonan itu. "Dan mengapa aku harus peduli? Kau tahu berapa banyak tempat yang telah kugusur selama ini? Aku tidak pernah menerima keluhan seperti ini."
"Tuan, ini bukan hanya soal lahan. Ini soal hidup orang-orang yang tak mampu melindungi diri mereka sendiri. Saya akan melakukan apa pun agar Anda mau mempertimbangkan ulang keputusan itu," Raissa berkata, suaranya bergetar.
Mendengar kata-kata itu, sebuah senyum kecil muncul di sudut bibir Arkhan. Namun, senyum itu bukan senyum hangat; itu adalah senyum seorang pemburu yang menemukan mangsanya.
"Apa pun, katamu?" Arkhan menyandarkan tubuhnya lebih dalam ke kursi, tatapannya kini penuh minat.
Raissa merasa ada yang salah dengan senyum itu, tetapi dia sudah terlalu terdesak untuk mundur. "Ya, Tuan. Apa pun."
Arkhan berdiri, langkahnya perlahan mendekati Raissa. Saat pria itu berdiri hanya beberapa inci darinya, Raissa bisa merasakan aura dingin yang membuat bulu kuduknya meremang.
"Kau mau menyerahkan apa pun? Bagaimana jika aku menginginkan... dirimu?" Arkhan berbicara pelan, tetapi setiap kata seperti bom yang meledak di kepala Raissa.
Raissa terdiam. Matanya membelalak, bibirnya terbuka tetapi tak ada suara yang keluar. "Apa maksud Anda?"
Arkhan menyeringai. "Aku tidak ingin uangmu-jelas kau tidak punya itu. Aku tidak ingin janji kosong. Tapi kau... kau bisa menawarkan dirimu. Jadilah milikku, sepenuhnya, dan aku akan mempertimbangkan untuk menyelamatkan panti itu."
Kata-kata itu menusuk jantung Raissa. Dia merasa seperti ditelanjangi di hadapan pria itu, bukan secara fisik, tetapi secara emosional. Tawaran itu bukan hanya penghinaan, tetapi juga jebakan.
"Tuan Arkhan, ini tidak masuk akal. Saya... saya hanya meminta Anda untuk menunjukkan sedikit belas kasihan," katanya dengan suara yang hampir pecah.
"Belas kasihan?" Arkhan terkekeh, nadanya dingin dan tanpa emosi. "Kau salah tempat, Raissa. Aku tidak bekerja berdasarkan belas kasihan. Dunia ini adalah tempat di mana yang lemah akan dihancurkan. Jika kau ingin sesuatu dariku, kau harus memberikan sesuatu yang setara."
Raissa merasa air mata menggenang di matanya, tetapi dia menolaknya jatuh. Dia tidak ingin terlihat lebih lemah dari yang sudah dia rasakan. "Tuan Arkhan, Anda tidak bisa memaksa saya seperti ini."
Arkhan menyentuh dagunya dengan tangan yang kuat, memaksa Raissa menatapnya. "Aku tidak memaksamu. Aku hanya memberimu pilihan. Kau yang memutuskan."
Raissa merasakan darahnya mendidih. "Pilihan? Ini bukan pilihan! Ini adalah penyiksaan!"
Arkhan mengangkat bahu acuh tak acuh. "Sebutan apa pun yang kau suka. Tapi aku adalah pria yang selalu mendapatkan apa yang kuinginkan. Kau punya waktu 48 jam untuk memberiku jawaban."
Raissa tidak tahu bagaimana dia bisa berjalan keluar dari ruangan itu tanpa jatuh pingsan. Perasaannya campur aduk-marah, terluka, dan putus asa. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah dia membawa beban seluruh dunia di pundaknya.
Dia menatap kota yang gemerlap di luar gedung itu, tetapi tidak merasa kagum. Di dalam dirinya, perang besar sedang terjadi. Harga dirinya berkata untuk menolak tawaran Arkhan dan melawan sampai akhir, tetapi tanggung jawabnya terhadap panti dan para lansia yang tinggal di sana membuatnya tak bisa mengambil keputusan itu dengan mudah.
Di dalam mobil yang membawanya pulang, air mata yang dia tahan akhirnya jatuh. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, membiarkan dirinya menangis dalam keheningan malam.
"Haruskah aku mengorbankan diriku demi mereka?" bisiknya pelan, tetapi tidak ada jawaban. Hanya suara hatinya yang terus bertarung, menimbulkan luka yang semakin dalam.
Di sebuah kota yang dipenuhi deru mesin-mesin pabrik dan hingar-bingar para pedagang, hidup seorang gadis muda bernama Elara. Matanya berbinar-binar meskipun tubuhnya kurus, seakan-akan ia memancarkan sinar yang memancarkan harapan dalam dunia yang serba gelap. Namun, di balik senyumannya yang sederhana, ada luka yang dalam dan kekuatan yang tak terlihat oleh banyak orang. Ia adalah anak dari seorang pria bernama Hasan, yang seharusnya menjadi pilar kekuatannya, namun justru menjadi sumber penderitaan. "Sudah kukatakan, Elara, ini bukan pilihan. Ini satu-satunya cara agar kita bisa keluar dari utang yang semakin menumpuk!" seru Hasan dengan mata yang tajam, namun penuh keputusasaan. Suaranya serak, seperti suara angin yang mengguncang kaca di malam hari. Elara hanya menunduk, merasakan setiap kata itu menusuk hatinya. Ia tahu apa artinya, meski kata-kata itu tak pernah secara eksplisit diucapkan: pernikahan dengan Raka, pria yang terkenal sebagai penguasa bisnis terbesar di negeri ini, seorang yang misterius dan tak pernah sekali pun terlihat di depan umum. "Apakah tidak ada jalan lain, ayah?" suara Elara bergetar, mencoba menahan air mata yang ingin keluar. Namun, Hasan tidak menjawab. Dia hanya menatapnya sejenak, lalu menunduk, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Pada hari pernikahannya, saudari Khloe berkomplot dengan pengantin prianya, menjebaknya atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, di mana dia menanggung banyak penderitaan. Ketika Khloe akhirnya dibebaskan, saudarinya yang jahat menggunakan ibu mereka untuk memaksa Khloe melakukan hubungan tidak senonoh dengan seorang pria tua. Seperti sudah ditakdirkan, Khloe bertemu dengan Henrik, mafia gagah tetapi kejam yang berusaha mengubah jalan hidupnya. Meskipun Henrik berpenampilan dingin, dia sangat menyayangi Khloe. Dia membantunya menerima balasan dari para penyiksanya dan mencegahnya diintimidasi lagi.
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Aku, Sonia, seorang wanita berusia 23 tahun, terjebak dalam masalah keuangan yang parah akibat hutang pengobatan anakku yang mengidap Thalassemia dan harus menjalani perawatan medis yang sangat mahal dan berkelanjutan. Hidupku yang penuh kesulitan berubah drastis ketika aku bekerja dengan Mr. Wei, seorang CEO sukses berusia 45 tahun. Di tengah kemelut keuangan dan tekanan emosional, aku menemukan pelarian dalam pelukan Mr. Wei. Kehangatan dan dukungan yang dia berikan membuatku merasa dihargai dan dicintai, sesuatu yang telah lama hilang dalam pernikahanku. Namun, kebahagiaan kami tidak lepas dari konflik; suamiku mulai curiga dan berbagai rintangan muncul, menguji keteguhan hati kami. Cerita ini menggambarkan dinamika cinta yang penuh gairah dan sakit hati, pengkhianatan yang menyakitkan, serta pencarian jati diri dan pengampunan. Dengan latar belakang kehidupan kami yang kontras, aku dan Mr. Wei harus menghadapi pilihan-pilihan sulit dan mempertanyakan nilai-nilai yang kami anut. Akankah cinta kami mampu mengatasi semua rintangan? atau akankah kami terperangkap dalam lingkaran drama dan penderitaan?