/0/22329/coverbig.jpg?v=426e2223d433d7f63f6633832a27c251)
Raelynn Harper hanya memiliki satu jalan keluar dari kehancuran reputasinya yang telah diporak-porandakan oleh perbuatan tak termaafkan seorang pria. Jika itu berarti menodongkan pisau lipat pada Tristan Blackwood, direktur muda yang namanya tengah bersinar di dunia hiburan, maka dia akan melakukannya tanpa ragu. Tristan memiliki segalanya-kekayaan, ketenaran, dan kekuatan-tapi apa yang dia miliki tak akan menghindarkannya dari tuntutan Raelynn, yang merasa dikhianati oleh adik Tristan, Kyle, yang telah menjanjikan untuk menikahinya, namun malah melarikan diri dari tanggung jawab itu. Raelynn ingin balas dendam, dan tidak ada yang bisa menghalanginya. Namun, Tristan ternyata bukan pria yang bisa dipermainkan begitu saja. Ia melihat tantangan Raelynn sebagai peluang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Ia ingin wanita itu menjadi istrinya, dan dia tidak akan segan-segan memastikan bahwa harga diri Raelynn akan dihancurkan lebih dalam lagi.
Raelynn Harper berdiri di hadapan Tristan Blackwood, menatapnya dengan tatapan yang bisa membunuh. Setiap otot di tubuhnya menegang, dan hatinya terasa tertekan, seolah ada ribuan belati yang menusuk dari dalam. Tapi dia tidak akan mundur. Tidak sekarang. Tidak setelah semua yang dia alami.
Di tangannya, pisau lipat kecil berkilau di bawah lampu yang terang, memantulkan kilauan dingin yang hampir sama dengan rasa dingin yang mengalir di tubuhnya. Raelynn menahan napas, mengumpulkan keberanian yang seharusnya sudah lama hilang, dan mendekatkan pisau itu ke arah wajah Tristan. "Kamu pasti tahu mengapa aku di sini, kan?" katanya, suaranya datar namun penuh dengan kebencian yang menyala. "Kamu tahu betul."
Tristan Blackwood duduk dengan tenang di belakang meja kerjanya yang besar dan mewah, seakan tidak terpengaruh oleh keberadaan Raelynn yang berdiri begitu dekat dengannya dengan pisau itu. Wajahnya yang tampan, dengan garis rahang tegas dan mata tajam, tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Seolah-olah dia sudah terbiasa dengan ancaman. Hanya sebuah senyuman tipis yang bermain di sudut bibirnya, menyiratkan bahwa dia merasa lebih unggul.
"Aku rasa aku tahu," jawabnya dengan suara pelan, namun nada itu lebih terdengar seperti seseorang yang tengah menikmati permainan. "Kamu datang untuk meminta pertanggungjawaban, bukan?"
Raelynn merasakan darahnya mendidih. "Aku datang untuk menuntut keadilan," katanya dengan tegas, tetap mengarahkan pisau itu lebih dekat ke wajah Tristan. "Kyle Blackwood telah menghancurkan hidupku. Dia berjanji akan menikahiku, dan kemudian-" suaranya tercekat sejenak, teringat bagaimana dia begitu naif mempercayai kata-kata manis adik Tristan itu. "Kemudian dia menghilang begitu saja. Menghancurkan setiap harapan yang pernah aku miliki."
Tristan tidak bergerak. Bahkan, dia hanya menatapnya dengan mata yang penuh perhitungan, seperti seorang pemain catur yang sedang menganalisis langkah lawannya. "Kamu pikir dengan ini kamu bisa memperbaiki apa yang terjadi?" tanyanya, matanya sedikit menyipit, seolah-olah mencari celah dalam kata-kata Raelynn.
Raelynn menatapnya tajam. "Aku tidak berharap bisa memperbaiki apa pun," jawabnya dengan suara serak, berusaha menahan amarah yang hampir meluap. "Aku hanya ingin Kyle membayar atas pengkhianatannya. Dan kalau itu berarti aku harus memaksa kamu bertanggung jawab atas tindakan adikmu, maka aku akan melakukannya tanpa ragu."
Tristan tidak segera merespons, malah membiarkan beberapa detik berlalu dengan keheningan yang menegangkan. Suasana di ruangan itu terasa tebal, berat, seakan setiap detik yang berlalu membawa ketegangan yang semakin mendalam.
Kemudian, dengan gerakan yang terlalu cepat untuk diikuti, Tristan berdiri dari kursinya, matanya tetap menatap Raelynn tanpa rasa takut. "Kamu ingin aku bertanggung jawab?" Suaranya kini lebih dalam, lebih serius. "Baiklah, Raelynn. Kalau itu yang kamu inginkan, aku akan memberikan apa yang kamu minta."
Raelynn terkejut, namun dia tetap bertahan, tidak membiarkan dirinya goyah. "Aku ingin kamu menikah denganku," katanya, suara itu bahkan lebih keras dari sebelumnya, menggetarkan udara di sekitar mereka. "Aku ingin kamu menanggung konsekuensi atas semua yang telah terjadi."
Tristan terdiam, ekspresinya berubah menjadi tidak bisa dipahami. Namun, senyum tipis yang sebelumnya menghiasi wajahnya kini berubah menjadi senyum penuh perhitungan. "Menikah? Kamu ingin aku menikah denganmu?" Suaranya seperti sebuah permainan, tapi ada ketegangan di dalamnya, sesuatu yang lebih dari sekedar candaan. "Raelynn, aku rasa kamu tidak tahu apa yang kamu minta."
Raelynn bisa merasakan hatinya berdebar kencang, tapi dia tidak akan menunjukkan kelemahan. "Aku tahu persis apa yang aku inginkan," jawabnya, suara itu penuh dengan keteguhan. "Aku ingin Kyle bertanggung jawab. Aku ingin kamu menghadapinya, membayar dengan harga yang pantas untuk semua penderitaan yang dia sebabkan."
Tristan mendekat dengan langkah yang lambat namun pasti, matanya tak pernah lepas dari mata Raelynn. "Jadi, kamu pikir menikah denganmu adalah cara untuk menyelesaikan masalah ini? Kamu rasa dengan itu aku akan merasa bersalah? Kalau begitu, kamu salah besar."
Raelynn merasakan sebuah perasaan yang tak bisa dijelaskan menguasai dirinya. Tertantang? Tergoda? Dia sendiri tidak tahu. Namun, satu hal yang pasti-Tristan Blackwood bukanlah pria yang mudah dijinakkan. Dia adalah sosok yang terlalu berkuasa, terlalu cerdas, untuk dibiarkan begitu saja.
"Kenapa tidak?" tantang Raelynn, suara itu seperti duri yang menusuk. "Jika itu satu-satunya cara untuk mengakhiri semua ini, aku akan melakukannya. Kamu mungkin bisa menganggapku murahan karena menikahi pria yang hanya aku kenal lewat pengkhianatan, tapi aku tidak peduli. Yang penting, Kyle menerima balasannya."
Tristan memiringkan kepalanya, melihatnya dengan ekspresi yang lebih tertarik sekarang. "Raelynn, kamu terlalu keras kepala. Tapi aku suka itu." Ia melangkah lebih dekat, jaraknya kini begitu dekat hingga Raelynn bisa merasakan hawa panas yang keluar dari tubuh pria itu. "Kamu tahu, aku sedang butuh seorang istri. Dan jika itu yang kamu inginkan, aku akan memberikannya."
Raelynn terkejut. "Apa?" suaranya hampir tak terdengar, tapi hatinya berdegup lebih kencang, tanda bahwa dia tak siap dengan jawaban yang datang begitu cepat.
"Kenapa tidak?" kata Tristan, nadanya menggoda, meskipun ada sedikit rasa serius di baliknya. "Aku tidak peduli jika kamu melakukannya untuk uang atau untuk balas dendam. Tapi aku akan menikahimu. Itu akan menguntungkan kita berdua. Kamu ingin balas dendam, dan aku ingin seorang istri yang bisa menenangkan pengaruh buruk di luar sana. Kita berdua bisa saling memanfaatkan."
Raelynn tidak tahu harus merasa marah atau bingung. Bagaimana bisa pria ini begitu tenang, begitu yakin akan segalanya? Dia tahu Tristan Blackwood bukan pria yang bisa dipermainkan, dan sekarang dia menyadari bahwa dia mungkin terjebak dalam permainan yang lebih besar dari yang dia bayangkan.
"Kamu pikir aku akan tunduk begitu saja?" Raelynn bertanya, berusaha menunjukkan keteguhannya. "Aku tidak akan menjadi boneka dalam permainanmu, Tristan."
Tristan tersenyum penuh perhitungan. "Aku tidak pernah berpikir kamu akan begitu saja tunduk. Tapi aku ingin melihat sejauh mana kamu bisa bertahan dalam permainan ini, Raelynn. Karena aku berjanji, permainan ini baru saja dimulai."
Raelynn menatapnya tajam. Mereka berdua saling menantang, saling menghitung langkah berikutnya. Dan dalam diamnya, dia tahu satu hal pasti-semuanya akan berubah setelah hari ini.
Namun, di antara keheningan itu, hanya satu hal yang jelas di pikiran mereka berdua: Perang ini belum berakhir, dan siapapun yang kalah, akan merasa perih lebih dari sekadar fisik.
Raisa Putri, seorang wanita muda yang cerdas dan mandiri, dipaksa untuk menikahi Rangga, seorang pria yang terluka parah akibat kecelakaan dan berada dalam keadaan koma. Pernikahan itu adalah cara untuk menutupi biaya pengobatan adiknya yang sakit keras. Keluarga besar Rangga, keluarga Hartanto, berjanji akan membayar seluruh biaya perawatan adik Raisa sebagai imbalan. Tanpa pilihan lain, Raisa menyerahkan dirinya untuk merawat Rangga dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Selama dua tahun merawat Rangga yang masih dalam keadaan koma, Raisa mulai jatuh cinta. Dia mulai merasakan kedekatan dengan pria yang tak pernah ia kenal sebelumnya, membayangkan masa depan bersama, bahkan tanpa memikirkan imbalan yang akan diterimanya. Namun, saat Rangga akhirnya siuman, semuanya berubah. Di balik pengobatan dan perhatian Raisa, dia merasa bahwa Rangga tidak pernah memandangnya lebih dari seorang wanita yang hanya diperlakukan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Di sisi lain, Rangga masih terikat pada mantan kekasihnya, Aulia, yang selalu hadir dalam hidupnya meski sudah berpisah. Raisa merasa hatinya hancur. Cinta yang ia berikan selama ini tak pernah diterima dengan cara yang sama. Rangga tak pernah menanggapi dengan perasaan yang sama. Hingga akhirnya, Raisa memutuskan untuk mengambil langkah yang paling sulit dalam hidupnya: meminta cerai dari Rangga. Namun, apakah Rangga akan mengerti dan menerima kenyataan bahwa cinta yang telah ia berikan selama ini hanyalah sebuah bayangan yang tak pernah menjadi kenyataan?
Rani, seorang wanita yang selalu mengutamakan kebahagiaan suaminya, Arman, ingin memberikan kejutan spesial untuk hari pernikahan mereka yang ketiga. Dengan hati berdebar, ia merencanakan sebuah malam yang penuh cinta. Namun, tak ada yang terjadi sesuai rencananya. Arman tak kunjung pulang, meninggalkan Rani menunggu dan menatap jam dinding yang semakin menunjukkan waktu larut malam. Ketika rasa lelah mulai menyerang, Rani terlelap tanpa sadar. Namun, ketika terbangun, ia merasa ada yang berbeda. Rani terkejut ketika melihat sosok yang terbaring di sampingnya bukanlah Arman, suaminya, melainkan Rafka, adik Arman yang selalu datang tanpa diundang. Rani merasa panik, bingung, dan terperanjat, tetapi ada sesuatu dalam diri Rafka yang membuatnya terperangkap dalam rasa canggung yang semakin memanas. Cerita dimulai dengan perjalanan canggung yang penuh ketegangan antara Rani dan Rafka. Tanpa sengaja, mereka saling membutuhkan satu sama lain, terutama ketika Rani mulai mengetahui bahwa Arman, suaminya yang selama ini ia percayai, telah berkhianat dengan wanita lain. Rani terjebak dalam perasaan yang tak pernah ia duga, terperangkap antara cinta yang berkurang dan ketertarikan yang mulai tumbuh pada Rafka, pria yang selalu ada di sisi gelapnya.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..