/0/22343/coverbig.jpg?v=d0a6bdc9658117e276c76fea6d58ac66)
Gladys Amara, adalah seorang gadis yang cukup cuek dalan penampilan dan juga tingkah laku yang tidak jaim. Seorang pria yang berstatus duda menyukainya sejak pandangan pertama dan berusaha mendekatinya tapi Gladys benar-benar cuek hingga duda itu akhirnya melancarkan aksinya yang akhirnya membuat mereka menikah. Gladys merupakan gadis dari anak pasangan Pak Ramlan dan Bu Fatma, mereka sangat menyayangi putrinya hingga membantu menantunya yang duda untuk membuat Gladys mencintai suaminya. Akankah mereka menjadi pasangan yang bisa saling mencintai atau sang duda akan mencintai secara sepihak saja. Ikuti kelanjutan kisah Gladys dan sang duda dalam kisah yang menarik ini.
Pagi ini cuaca sedikit mendung, tak terasa pekerjaan semuanya diselesaikan dengan baik oleh seorang gadis belia yang berusia sekitar 18 tahun.
Adalah dia Gladys Amara, gadis yang notabene seorang anak dari pasangan Pak Ramlan dan juga Bu Fatma itu tampak sumringah setelah tahu hasil yang tadi dikerjakannya benar-benar memuaskan hatinya.
Ia tersenyum, benar-benar sangat mengesankan. Ia merapikan semua perlengkapan menjahitnya. Rasanya ingin sekali memamerkan hasil jahitan rajutnya pada sang ibu yang selalu saja memberinya semangat.
"Bu ... ibu, dimana ibu?"
Gladys mencari-cari dimana keberadaan ibunya yang tidak terlihat sejak tadi. Dilihatnya sang ayah yang sedang duduk di teras rumah sambil mengobrol dengan seseorang. Ia melihat pria yang tampak asing tengah berbincang serius dengan ayahnya.
Ibunya juga terlihat muncul dengan menenteng barang belanjaan di tangannya. Rupanya baru berbelanja di mamang sayur yang biasa berkeliling di area lingkungan rumahnya.
Karena tadi setelah subuh hujan, ibunya tidak bisa pergi ke pasar. Ayahnya tidak memiliki mantel jadinya terpaksa menunggu hujan reda.
"Dys, kamu ngapain ngintip-ngintip? Bantuin ibu yuk, goreng pisang"
"Bu, siapa orang itu?" tanyanya.
"Kamu penasaran? Ganteng ya orangnya," ucap ibunya setengah meledek.
"Nggak juga, aku baru lihat soalnya orang itu. Memangnya siapa dia, Bu?"
Gladys mengupas pisang dari kulitnya dan langsung mencelupkan pada tepung yang sudah dibumbui gula pasir oleh ibunya.
Gorengan pisangnya langsung tercium harum saat sudah ditiriskan. Gladys diminta untuk mengantarnya ke depan tapi dia menolak.
"Maaf, Bu perut Gladys mulas, jadi ibu saja yang antar," ucapnya sambil menuju ke kamar kecil.
Ibunya menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi tetap mengantar piring berisi gorengan pisang yang baru matang.
**
Gladys sedang asyik merajut di taman belakang rumahnya ketika tiba-tiba bola basket menggelinding ke arahnya. Ia mendongak dan melihat seorang pria yang sedang berusaha mengambil kembali bolanya.
Pria itu adalah orang yang kemarin datang ke rumahnya, tetangga barunya. Gladys memasang wajah cemberut karena bola basket itu tepat mengenai hasil rajutannya.
"Maaf ya, bolanya kepleset," ujar pria itu sambil tersenyum.
"Kepleset? Mana bisa bola sampai kepleset begini? Yang benar saja Tuan Menyebalkan!"
Gladys benar-benar marah, ia merasa emosi, mungkin karena efek PMS atau apa tapi yang jelas dia sangat marah.
Pria itu hendak tersenyum tapi raut wajahnya berubah tatkala melihat kemarahan di wajah Gladys yang sangat emosi.
"Maaf, beribu-ribu maaf, Nona ehm ... "
"Huh! Lain kali hati-hati kalau bermain, jangan sembarangan asal lempar atau pukul bola," ketus Gladys kesal.
Ia mengangkat semua perlengkapan rajutannya dan berjalan menuju ke rumahnya.
Pria itu terus memandanginya tanpa kedip. Mungkin merasa bersalah dan tak bisa mengeluarkan kata-kata yang pantas untuk gadis yang sedang emosi.
Tiba di rumah, Gladys menghempaskan barang-barang yang dibawanya. Ia sangat kesal. Ibunya sampai heran melihatnya dan langsung menegurnya. Tapi Gladys benar-benar kesal hingga akhirnya dia langsung masuk ke kamarnya dan tertidur.
**
Malam ini hujan turun dengan sangat deras, mereka sedang menonton televisi di rumah dengan volume yang cukup keras karena melihat berita banjir yang terjadi di beberapa kota yang ada di Indonesia.
Termasuk Gladys juga yang sedang duduk sambil melanjutkan jahitan rajutannya. Seharian ini dia selalu merajut karena sedang banyak pikiran setelah kelulusannya bingung mau kemana, mau kuliah atau langsung kerja saja.
"Bu, banjirnya tinggi sekali itu. Besok kalau hujannya tidak berhenti juga bisa-bisa lingkungan kita juga kena banjir," ujar Gladys.
Ia menyelesaikan menjahit rajutannya kemudian menyadarkan kepalanya di bahu ibunya.
"Jangan doakan yang buruk-buruk, pasti nanti nggak sampai banjir, kok,"
"Ibu yakin betul. Memangnya tempat kita ini jarang banjir ya, Bu?"
"Iya, jarang. Makanya kita tidak akan pernah kebanjiran kalau hujan deras sekalipun karena letak tempat kita lebih tinggi dibandingkan dengan jalan raya dan juga selokannya selalu dibersihkan setiap saat," imbuh ibunya.
Ayahnya baru saja menunaikan shalat isya, lalu bercerita tentang tamu yang kemarin datang ke rumah mereka.
"Namanya Bara, dia ingin sekali diajak jalan-jalan keliling kota ini. Ayah memberi saran, supaya kamu saja yang menemaninya jalan-jalan," ucap Ayahnya sambil menunjuk ke arah dirinya.
Gladys tentu saja menolak karena dia tidak mau menemani pria yang baru dikenalnya.
"Kan ada Mas Yudha, Kenapa ayah menyuruh Gladys untuk menemani orang itu?"
"Yudha kan sedang kerja, dia juga baru kerja sekitar 1 minggu yang lalu. Kalau sampai mengambil cuti kasihan nantinya dia,"
Gladys langsung masuk ke kamarnya, ayahnya keterlaluan katanya. Dia sangat jengkel sampai membanting pintu kamarnya.
"Kalau tidak bisa kenapa ayah menawarkan diri untuk membantunya berkeliling kota!"
Suara Gladys berseru dari kamarnya. Anak itu memang selalu mengatakan dengan terus terang jika tidak mau melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan.
Sementara itu ayahnya menggelengkan kepalanya, mengelus dadanya. "Ayah nggak ngira, dia seperti itu, Bu,"
"Gladys kalau nggak mau tetap nggak mau,Yah. Sebaiknya jangan dipaksa,"
"Ya, sudah besok Ayah saja yang akan temani dia,"
"Ibu bantu bikin bekel besok ya, Yah. Biar lebih enak selama di jalan,"
"Boleh, boleh banget, Ayah suka gorengan pisang yang ibu buat, tapi yang pakai kremes, ya?"
"Baik, Ayah. Lebih baik ibu siapkan dari sekarang,"
Gladys mendengar semua rencana mereka, dan dengan santainya dia langsung keluar begitu ayah dan ibunya telah memiliki rencananya sendiri.
**
Keesokan harinya, Gladys melihat ibunya tengah sibuk di dapur sambil mengiris bawang yang akan digunakan untuk bumbu masakan.
"Bu, ayah jadi pergi?"
"Kenapa? Kamu mau ikut? Masih ada tuh, kursi yang kosong,"
Gladys mengerucutkan bibirnya, lalu membantu ibunya memasak. Dia tahu meski ibunya kecewa tapi tetap akan tersenyum pada putrinya yang paling disayanginya itu.
Saat akan pergi, Gladys melihat pria itu datang lagi. Mobilnya sangat bagus bahkan sangat keren untuk ukuran orang biasa.
Ia berdecak meski bukan mengagumi tapi lebih heran saja kok bisa orang dengan mudah membeli mobil sampai berpuluh-puluh juta uangnya.
Sedangkan dia, orang tuanya mengumpulkan satu juta dalam sehari pun sulit.
Ia duduk melamun hingga datang kakaknya mengejutkannya. "Dys, kamu kerja jadi bagian administrasi mau?" tanyanya.
"Dimana, Mas?"
"Ini, kamu besok datang kesini. Mas yang antar deh,"
Gladys menerima secarik kertas bertuliskan sebuah nama perusahaan dan alamat kantornya. Ia membayangkan kantor itu pasti sangat megah.
Sambil tersenyum, dia mengangguk tanda setuju pada sang kakak.
Esoknya, ketika sinar matahari mulai naik, Gladys sudah berada di sebuah kantor. Dia duduk bersama dengan para pelamar kerja yang
mendengar ada lowongan kerja jadi bagian administrasi.
Sedang menunggu giliran dia dipanggil masuk ke sebuah ruangan, terlihat olehnya pria yang jadi tetangga barunya sedang berdiri di ujung ruangan lorong tempatnya menunggu antrian panggilan.
Gladys menjadi gugup tapi juga heran kenapa pria itu ada di kantor ini.
Pergolakan batin yang harus dihadapi seorang Arleta Damayanti yang tengah dilanda masalah yang cukup hebat. Bagaimana tidak? Dia melahirkan bayi yang sudah meninggal dalam kandungan, saat hari dimana bayinya akan dimakamkan, suaminya malah menggugat cerai dirinya. Keadaan yang terpuruk itulah yang membangkitkan hati yang telah terluka dan membuat seorang Arleta menjadi lebih mawas diri saat menemukan pria baru dalam kehidupannya. Saat ada seseorang yang mulai mengisi hatinya, ternyata hanya di anggap sebagai alat untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Tekanan demi tekanan dari pihak keluarga yang membuat Arleta kemudian harus pergi. Di saat itulah istri sekaligus mantan sahabatnya yang telah menikah dengan mantan suaminya, datang dan memberikan teror dalam kehidupannya. Akankah, Arleta bisa mengatasi permasalahannya ataukah mantan suaminya juga akan mendukung istri barunya untuk melakukan kejahatan pada Arleta. Bagaimana kelanjutannya, di saat suami kedua Arleta yang ternyata memiliki riwayat penyakit hingga akhirnya keluarganya kemudian berbaik hati menyuruh Arleta mengurus dan merawat suaminya. Ikuti terus ceritanya sampai cerita ini berakhir dengan ending yang baik.
Sungguh merana hidup Deana, setelah kehilangan kedua orangtuanya pada sebuah kecelakaan, kini tiba-tiba preman meneror datang mengancamnya jika tak segera melunasi hutang keluarganya. Nyawanya terancam. Hidup di ujung tanduk membawanya pada jalan pintas. Menjual kesuciannya pada seorang pria. Tanpa diduga, pria bernama Marvin itu justru kemudian menawarkan sesuatu yang mungkin akan jadi solusi masalahnya. "Lahirkan bayi untukku, maka akan aku lunasi semua hutangmu!" kata Marvin dengan dingin Deana bergidik. Ini memang solusi, tapi juga masalah lebih besar akan dimulai.
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."