/0/2310/coverbig.jpg?v=70e88b957e263e3fd4610afce5b74c4a)
Aku melihat suamiku berjalan dengan seorang wanita. Seorang wanita cantik berambut panjang, menautkan tangannya ke lengan suamiku. Keduanya saling melempar senyum layaknya pasangan pengantin yang baru saja menikah. Siapakah dia? Ada hubungan apa dia dengan suamiku? Cerita ini hanya fiksi belaka. Dimohon bijak dalam berkomentar..
Perkenalkan, namaku adalah Zhyvanna Amira. Aku adalah seorang ibu rumah tangga dengan seorang anak perempuan yang cantik. Aku masih berusia 25 tahun. Masih cukup muda, bukan?
Aku adalah seorang mantan asisten desainer di sebuah perusahaan yang memproduksi pakaian jadi. Namun, kini aku memilih menjadi seorang ibu rumah tangga karena tak ingin keluargaku kehilangan kasih sayang dan perhatian dariku, khususnya anakku yang masih berusia dua tahun.
Hari itu, tak seperti biasanya suamiku pulang bekerja lebih awal. Suamiku hanyalah seorang karyawan di sebuah perusahaan besar yang gajinya lumayan cukup untuk kebutuhan sehari-hari keluarga kami. Ya, meski tak lebih besar dari penghasilanku sebelumnya. Namun, aku tetap menerima berapa pun nafkah yang ia berikan tanpa membandingkan penghasilan kami yang jomplang.
"Yang, tolong siapin baju, ya? Mas sebentar lagi mau ada acara dengan teman-teman, Mas," ucap suamiku.
Belum sempat aku mengeluarkan suara, suamiku kembali berkata, "Kamu di rumah aja. Soalnya acaranya sampai malam. Kasihan Delisha kalau ikut. Takut capek."
Aku mengangguk dengan melemparkan seulas senyum yang sudah pasti ada sedikit keterpaksaan di dalamnya. Namun, apa boleh buat? Bukankah kita sebagai seorang istri harus menuruti apa permintaan suami selama itu baik untuk kita?
Pria itu kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi. Suara gemericik air, terdengar dari balik pintu ruangan yang tak terlalu besar di samping kamar itu.
Aku beranjak menuju lemari pakaian di kamar kami, menyiapkan pakaian yang pantas untuk suamiku. Setelah itu, aku meninggalkan kamar itu menuju kamar putri kesayangan ku yang sedang bermain di ruang tengah.
Tepat saat aku selesai memandikan Delisha, suamiku juga selesai bersiap dan rapi.
"Mas berangkat dulu, ya?"
Aku mengangguk. "Hati-hati di jalan. Kalau bisa jangan pulang terlalu malam, ya?"
Dia tak menjawab. Namun aku bisa menangkap kalau dirinya terpaksa untuk tersenyum. Ia langsung pergi meninggalkan kami berdua di dalam rumah.
***
Waktu begitu cepat bergulir. Kini, hari sudah berganti malam. Meskipun langit masih gelap, terdengar ayam berkokok pertanda saat ini sudah tengah malam. Namun, suamiku masih belum juga datang.
"Ada acara apa hingga lewat tengah malam?" gumam ku sembari terus melihat ke arah jendela kaca yang tertutup. Berharap suamiku datang.
Jarum jam di dinding kamar menunjukkan pukul satu lebih lima belas menit. Terdengar suara mesin mobil memasuki pelataran rumah. Aku segera berlari ke luar menyambut suamiku yang pastinya lelah dari luar rumah.
Aku mendekat ke arah pria itu. Tak seperti yang aku duga, pria itu masih tampak segar. Dan bisa kulihat rambutnya masih basah seperti baru saja mandi. Aku menepis segala bentuk pikiran buruk yang tiba-tiba bersarang di kepalaku.
"Sudah pulang, Mas?" ucapku kepada suamiku yang baru saja menutup pintu mobil.
"E-eh, kamu belum tidur, Zhy?" sahutnya gugup.
"Zhy?" aku mengulang perkataan suamiku yang memanggilku dengan nama panggilanku.
"E-em, maksud aku ... kamu belum tidur, Yang?" ucapnya meralat perkataannya tadi.
"Iya, Mas. Sengaja nunggu kamu. Khawatir kamu kenapa-kenapa karena gak ada kabar."
"Ya udah, ayo kita masuk." Suamiku berjalan lebih dulu melewati diriku yang masih mematung di ambang pintu.
Aroma sampo lain terendus indera penciumanku saat pria itu lewat di depanku. Aku hafal aroma sampo yang ada di kamar mandi rumah kami. Aromanya tak seperti itu.
"Habis mandi di mana kamu, Mas?" tanyaku pada suamiku yang kini hendak berganti pakaian.
"Mandi di rumah teman. Tadi soalnya bantu benerin mobilnya yang mogok. Karena badan kotor semua dan gerah, jadi mandi aja sekalian," ucapnya enteng. Hanya saja dia tak berani menatap kedua mataku seperti biasanya.
Aku hanya menganggukkan kepalaku, mencoba memahami meskipun sulit untuk dimengerti.
Aku tak mendapati bekas oli atau kotor mobil pada pakaiannya. Dan juga, kenapa harus keramas juga? Dengan aroma sampo wanita pula.
Aku duduk di tepi ranjang, menunggu suamiku yang sangat lama berganti pakaian. Tak biasanya pria itu berperilaku demikian.
Setelah sekitar lima belas menit di kamar mandi, suamiku keluar dari ruangan itu. Dia tersenyum lalu mengajakku tidur.
Karena tak ingin terus menerus berpikir yang tidak-tidak, aku memilih menuruti keinginan suamiku untuk merebahkan diri di atas ranjang kami.
Pria itu memelukku dari belakang. Seperti malam-malam biasanya, kami selalu tidur saling berpelukan.
Aku mencoba memejamkan mata meski rasanya sangat susah. Akan tetapi aku harus beristirahat meski hanya beberapa jam agar tubuhku tetap bugar karena aktivitas pagi hari yang sangat padat.
Saat jam menunjukkan pukul empat pagi, aku merasakan ada benda kenyal yang menyentuh leher belakangku. Siapa lagi kalau bukan ulah suamiku. Aku tak bergeming meskipun ia melakukan hal itu. Aku biarkan ia melakukan apapun yang ia mau.
Beberapa saat kemudian, ia menghentikan kegiatannya karena tak mendapat balasan dariku. Dia kemudian beranjak ke kamar mandi, menutup pintu dengan sedikit kasar.
"Apa mungkin ia marah?" gumam ku lirih.
Aku mendapati ponsel suamiku di sisi ranjang yang sebelumnya ia tempati. Kucoba membuka ponselnya. Dikunci.
"Tak seperti biasanya," gumam ku.
Aku terus mencoba menggunakan kombinasi angka yang sering ia gunakan bahkan menggunakan kombinasi tanggal lahir kami. Gagal.
Sekali lagi aku mencoba menggunakan kombinasi tanggal pernikahan kami.
Belum selesai aku mengetikkan angka untuk membuka kunci benda pipih itu, sebuah notifikasi pesan masuk tertera di layar.
Sebuah nama hanya dengan tanda titik mengirimkan pesan kepada suamiku. Bisa aku pastikan kalau orang yang mengirim pesan itu adalah seorang wanita. Melihat foto profil yang ditampilkan di sana adalah seorang wanita berkaca mata yang sangat cantik dan modis.
"Nanti tolong jemput Icha dulu kalau mau ke rumah ya?" aku membaca isi pesan yang tampak di layar pop up ponsel yang terkunci itu.
Ponsel itu kembali berbunyi, menampilkan sebuah pesan lain dari nomor yang sama.
Belum sempat aku membaca isinya, benda pipih itu kini sudah beralih ke tangan seorang pria yang menatapku nyalang.
"Apa-apaan kamu?!" bentaknya.
Aku hanya terdiam. Hanya karena memegang ponselnya, dia se-marah itu?
"Kamu bisa gak, sih, menghargai privasi aku? Ponsel ini privasi aku, jangan sekali-kali kamu menyentuh atau membuka isinya!" ujarnya dengan suara meninggi.
Aku tertegun. Masih tak menyangka dengan ucapannya yang baru saja ia katakan.
Tanpa terasa, bulir bening mengalir di kedua pipiku. Air mata itu lolos dari bendungannya tanpa permisi.
Aku menatap pria itu tak kalah sengit. Kulihat wajahnya memerah dengan dadanya yang naik turun menahan emosi.
Dalam diam, aku mencoba mencerna perkataan suamiku yang ia lontarkan barusan. Apakah itu artinya ia memasang pembatas di antara kami?
Selamat membaca ❤️❤️❤️
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Rubby sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah cinta buta dan tuli yang menjungkir balikkan kewarasan dia, meski itu artinya... TABU, karena seseorang yang dia cintai, adalah sesorang yang tidak seharusnya dia kejar. Ruby hanyalah gadis di pertengahan tiga puluh tahun. Meski begitu, tubuhnya masih terawat dengan baik. Pinggangnya masih ramping tersambung oleh lengkungan indah pinggul yang tidak berlebihan meski kentara jelas.
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.