Setelah beberapa menit ragu, ia akhirnya meraih ponsel itu. Jarinya gemetar saat membuka layar kunci. Sebuah pesan terbuka di aplikasi percakapan, yang menunjukkan diskusi antara Daniel dan seorang wanita bernama Adriana. Semakin lama ia membaca, semakin ia merasa perutnya mual.
"Kita harus segera ambil semua yang kita bisa dari Selina, Daniel. Semua properti dan sahamnya. Kita harus merencanakan semuanya dengan sempurna."
Selina merasa dunia seolah berhenti berputar. Ia menatap ponsel itu dengan tatapan kosong, meresapi setiap kata dalam pesan tersebut. Rasa sakitnya lebih tajam dari yang pernah ia bayangkan. Semua yang telah ia bangun bersama Daniel-semua pengorbanan dan usaha kerasnya-tiba-tiba terasa seperti omong kosong.
Ia melanjutkan membaca, menemukan detail tentang bagaimana mereka berdua merencanakan untuk mencuri kekayaannya, bahkan mengatur dokumen-dokumen untuk mengalihkan aset-aset penting ke rekening yang tidak bisa ia akses. Tidak hanya itu, ternyata mereka sudah menikah diam-diam, dan Daniel menyimpan semuanya dari dirinya.
Selina menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan ledakan emosinya. Tubuhnya bergetar, hatinya dipenuhi kebencian. Daniel, pria yang pernah ia anggap sebagai cinta sejatinya, kini berbalik menjadi musuh yang tak bisa ia kenali. Ia merasa bodoh-selama ini ia telah memberi segala-galanya, tanpa tahu bahwa ia telah dimanipulasi, dipermainkan.
"Bagaimana bisa..." bisiknya pada dirinya sendiri, suara yang terdengar lebih seperti keluhan daripada pertanyaan.
Saat itu, ponsel di tangan Selina bergetar, dan sebuah pesan baru masuk. Dari Adriana. Selina tidak bisa menahan dirinya untuk membuka pesan itu. "Apakah kamu sudah menyiapkan semuanya? Aku ingin semua properti itu sebelum Selina tahu siapa kita sebenarnya."
Selina merasakan darahnya mendidih. Rasa marah yang membara mengalir dari dadanya ke seluruh tubuhnya. Wanita ini, Adriana, berani menginjak-injak martabatnya tanpa rasa takut. Selina menatap ponsel itu dengan tatapan penuh dendam. Ini lebih dari sekadar pengkhianatan-ini adalah perang.
Ia melempar ponsel itu ke meja dengan kasar. Nafasnya tersekat. Hatinya masih berdenyut keras, namun kini, ia tahu apa yang harus dilakukan.
"Mereka pikir mereka bisa mengambil semuanya dariku," gumamnya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. "Aku akan menunjukkan pada mereka siapa yang sesungguhnya mereka hadapi."
Selina bangkit dari sofa, langkahnya mantap, dan matanya penuh tekad. Ia tidak akan membiarkan pengkhianatan ini merusak hidupnya. Jika mereka menginginkan perang, maka peranglah yang akan mereka dapatkan. Dalam diam, ia merencanakan langkah-langkah selanjutnya.
Ia akan mengambil kembali apa yang menjadi haknya, dan lebih dari itu, ia akan menghancurkan Daniel dan Adriana. Tidak ada yang bisa menghentikannya.
"Kembali miskin, Daniel?" suara dalam dirinya berbisik. "Tidak, kali ini aku yang akan membuatmu merasakan kehilangan."
Dan dengan itu, Selina menutup pintu di belakangnya, menyiapkan segala hal untuk menghadapi pertempuran yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.