/0/23898/coverbig.jpg?v=dd379c00255720f6ca1c047c17309337)
21+++ "Ini pengalaman pertamaku tan," kata Alex. Mira tersenyum, menatap wajah tampan dan tubuh indah teman anaknya itu. "Tenang saja sayang, serahkan semuanya pada Tante," ucap Mira dengan suara nakal dan menggoda. Permainan panas dimulai, hal yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Dengan erangan menggoda, Mira membimbing anak muda itu untuk melakukan hal yang ia inginkan. --- Segalanya bermula dari pandangan pertama-ketika Alex melihat Mira, ibu sahabatnya sendiri. Wanita itu, dengan usia 36 tahun dan pesona dewasa yang menggoda, langsung mencuri perhatian dan fantasi Alex. Sejak saat itu, ia tahu: ia menginginkannya. Dengan segala keberanian, Alex mulai mendekati Mira. Prosesnya tidak mudah, penolakan, rasa bersalah, dan status Mira sebagai ibu dari sahabatnya membuat semuanya semakin rumit. Tapi gairah kadang tak mengenal logika. Hingga akhirnya, batas-batas runtuh. Di suatu sore yang tenang, Mira menyerah pada godaan. Dengan senyuman nakal dan tatapan penuh hasrat, ia membimbing Alex dalam pengalaman pertamanya, panas, liar, dan tak terlupakan. Bagi Mira, itu adalah petualangan di luar batas yang memabukkan; bagi Alex, itu adalah awal dari candu yang tak bisa ia lepaskan.
Mira menatap wajah tampan pemuda di bawah tubuhnya dengan penuh rasa kagum. Ia membelai pipi pemuda itu dengan lembut, seolah sedang menghafal setiap lekuk ketampanannya. Wajah Axel benar-benar sempurna di matanya, hidungnya mancung, bibirnya tipis namun menarik, alisnya tebal dan terbingkai rapi, serta sepasang mata bulat dengan iris hitam pekat yang memancarkan rasa ingin tahu dan kekaguman. Rambutnya sedikit panjang, jatuh alami namun tidak sampai menutupi wajah tampannya.
Dengan perlahan, Mira menundukkan kepala dan menyentuhkan bibirnya pada bibir Axel. Ia memejamkan mata, membiarkan insting dan rasa memandu gerakannya. Ciuman itu dalam, penuh makna, dan membawa gelombang emosi yang hangat. Lidah mereka saling menyapa, bergerak seirama dalam tarian yang penuh gairah, seakan mengajarkan Axel cara mencium dengan penuh perasaan dan kelembutan yang menggoda.
Axel menarik napas terputus-putus, dadanya naik-turun cepat, wajahnya memerah, campuran antara terkejut, kagum, dan terpikat. Ia merasa seperti tenggelam dalam pengalaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, intens, membara, namun tetap hangat dan menggetarkan.
"Tante... aku hampir kehabisan napas... Tante luar biasa," ucap Axel dengan suara parau, napasnya masih belum teratur.
Mira tersenyum penuh arti. Ia menelusuri dada bidang Axel dengan lembut, merasakan tiap detail otot yang terbentuk sempurna. Meski baru berusia 23 tahun, tubuh Axel sudah menunjukkan kedewasaan fisik yang memukau, proporsional, tidak berlebihan, namun tetap kuat dan menggoda untuk disentuh serta dipandangi.
"Tante suka?" tanya Axel pelan, suaranya setengah berbisik, matanya mencari jawaban dalam tatapan Mira.
Mira tersenyum, menyunggingkan senyum kecil yang penuh makna. Jemarinya mulai menelusuri garis otot di perut Axel, lembut namun menggoda. "Kamu suka olahraga, ya? Tubuhmu nyaris sempurna... tidak seperti mantan tante yang cuma bisa pamer tapi kosong di dalam," ucapnya, suaranya rendah dan dalam, seperti bisikan yang hanya ingin didengar Axel seorang.
Axel tertawa kecil, senyum nakal merekah di wajahnya. "Lumayan sering olahraga sih... Tapi kalau Tante suka, aku bakal makin rajin deh. Tapi... aku yakin Tante bakal lebih suka yang bagian bawah," ucapnya sambil mengangkat satu alis, lalu menambahkan dengan nada menggoda, "Soalnya dia udah bangun sekarang."
Mira menghela napas pelan sambil tetap tersenyum. Tatapannya tajam tapi lembut. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Axel, lalu berbisik, "Di usia kamu yang muda begini, biasanya semuanya ingin cepat-cepat selesai. Tapi Tante akan ajari kamu bagaimana cara menikmati setiap momen. Mungkin kamu belum bisa bertahan lama... tapi pengalaman pertamamu akan jadi sesuatu yang kamu ingat seumur hidup."
Napas Axel mulai berat, dadanya naik turun, tubuhnya menegang bukan karena gugup, tapi karena antisipasi. Kata-kata Mira tidak membuatnya tersinggung, justru sebaliknya. Ia tahu ini pertama kalinya, dan dia menginginkan bimbingan dari wanita dewasa yang bisa mengajarinya, membentuknya, menjadikannya pria sejati yang mampu memberi dan mengerti.
Wanita itu berdiri tenang di depan tempat tidur, satu per satu melepas pakaiannya, menyisakan hanya bra yang membingkai dada yang masih kencang dan padat. Di usia yang telah melewati kepala tiga, pesonanya masih begitu kuat. Kulitnya bersih, tubuhnya terawat, dan darah Tionghoa yang mengalir dalam dirinya memberi kesan awet muda yang alami.
Alex menatap tak berkedip. Matanya menelusuri setiap lekuk tubuh Mira. Tangannya perlahan terangkat, hendak menyentuh... namun belum sempat mencapai, Mira dengan halus menepisnya.
"Tante belum kasih izin, sayang," ucapnya pelan, namun sarat wibawa.
Alex tersenyum tipis, sedikit canggung tapi juga terpesona. "Dada Tante indah banget... bahkan lebih dari cewek-cewek kampus yang disewa anak-anak."
Mira menoleh, alisnya naik. "Kamu tahu dari mana?"
"Anak tante sering bawa mereka ke rumah... kadang main ke tempatku juga," jawab Alex jujur.
Mira menghela napas pelan. Ada hal yang perlu dibicarakan nanti dengan anaknya, tapi bukan sekarang, bukan saat perhatian dan energinya tersedot oleh sosok muda di hadapannya.
"Tan," Alex ragu, lalu bertanya pelan, "kalau sosisku... nggak seperti yang Tante harapkan?"
Mira menatapnya lembut. Ia mendekat, menyentuh wajah Alex dengan jari-jarinya yang halus. "Lex... kamu masih muda. Bukan soal seberapa besar atau hebat sekarang. Tapi bagaimana kamu belajar menikmati setiap rasa. Tante akan bantu."
Ia berbalik, mengambil sebuah kotak kecil dari laci samping ranjang.
"Lepaskan pakaianmu, ya. Tante mau minum sesuatu dulu... Tante lebih nyaman tanpa alat bantu. Rasanya lebih dekat, lebih enak," ucapnya sambil beranjak dari tempat tidur.
Alex, yang sejak tadi memendam degup jantung yang tak teratur, mulai melepas pakaiannya, menyisakan hanya celana dalam. Tubuhnya masih muda, tapi terlihat terjaga dan meski sedikit gugup, ia tak berusaha menyembunyikan ketertarikannya.
"Tan dia sudah bangun, tante nggak mau lihat dulu," tanya Alex sambil berdiri dihadapan wanita itu.
Mata Mira terbelalak, sosis itu jauh dari bayangannya, begitu besar dan terlihat begitu keras, ia sampai menelan air liurnya beberapa kali dengan kasar.
(Namun beberapa minggu sebelum itu..)
Alex dan Ibram tiba di rumah dengan wajah kesal. Hari ini mereka kembali terlambat masuk kelas, dan sebagai konsekuensinya, keduanya dinyatakan absen dan harus mengumpulkan skor tambahan dalam beberapa hari ke depan. Mata pelajaran yang terlewat bukan sembarangan, semuanya penting dan sering jadi titik evaluasi dosen.
Sesampainya di kamar Ibram, Alex langsung menjatuhkan diri ke atas tempat tidur. Ia memejamkan mata sebentar, mencoba menenangkan pikirannya. "Kalau orang tuaku di us tahu soal ini, bisa-bisa mereka ngamuk besar. Untungnya mereka jauh dan aku tinggal di sini," katanya sambil melirik ke arah Ibram.
"Baru begitu aja takut?" sahut Ibram tanpa menoleh. Ia sibuk dengan ponselnya, membuka sebuah aplikasi bernuansa hijau dan mulai menelusuri profil-profil wanita yang tersedia di sana.
Alex mendecak pelan. "Kau nyari cewek lagi? Gimana kalau kita main PS aja?"
Tapi Ibram tidak menggubris. Matanya berbinar saat menemukan satu foto yang langsung menarik perhatiannya. Wanita itu tampak menawan, dan jelas sesuai seleranya.
"Aku nggak tertarik main PS sekarang. Aku punya rencana lain malam ini," katanya santai. "Pinjam kamarmu sebentar, ya. Paling cuma satu jam."
Sebelum Alex sempat menjawab, Ibram sudah melangkah keluar, meninggalkannya sendirian.
"Nyewa lagi... dia nggak bosan, ya?" gumam Alex sembari menghela napas.
Ia lalu bangkit dan berjalan menuju kamar Ibram. Setelah masuk, ia melepas kemeja dan celana panjangnya, lalu merebahkan diri di atas tempat tidur hanya dengan celana pendek. Hembusan angin dari kipas angin membuat tubuhnya sedikit rileks, dan tanpa sadar, ia pun tertidur.
Tak lama berselang, seorang wanita berusia 36 tahun masuk ke dalam rumah. Wajahnya menampakkan kelelahan, namun tetap terawat dan anggun. Ia baru saja kembali dari Tiongkok, perjalanan panjang yang membuatnya ingin langsung memastikan keadaan rumah dan anaknya.
Begitu membuka pintu kamar Ibram, langkahnya terhenti. Di hadapannya, tertidur seorang pria muda berwajah oriental, mirip anaknya... tapi jelas bukan Ibram. Wajahnya lebih tegas, lebih menarik, dengan garis keturunan campuran yang kentara.
"Siapa dia?" gumamnya, memicingkan mata, mencoba mengingat-ingat. Ia melangkah pelan mendekati tempat tidur, penasaran pada sosok asing yang tengah terlelap di kamar anaknya.
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?