Aurelian adalah sosok yang tampak tidak cocok dengan ruang yang serba futuristik ini. Rambutnya yang gelap sedikit acak-acakan dan kacamata tebal yang selalu ia kenakan tidak memberikan kesan bahwa ia adalah bagian dari dunia yang penuh dengan teknologi tinggi. Namun, di dalam dirinya ada sebuah obsesi yang tak terbendung: menciptakan kehidupan dari kekosongan.
Ia memegang sebuah tabung reaksi kecil dengan cairan berwarna biru kehijauan yang berkilauan. Aurelian menatap cairan itu dengan seksama, matanya tajam menilai, mencari sesuatu yang tidak terlihat oleh mata biasa. Sesekali ia mencatat hasil pengamatan pada laptop yang terhubung ke mikroskop.
Aurelian (berbisik pada diri sendiri):
"Ini... ini tidak mungkin. Semua kalkulasi ini sudah benar. Kenapa hasilnya berbeda?"
Di meja yang berantakan, berbagai makalah penelitian dan grafik tercetak berantakan, tetapi Aurelian tak menghiraukannya. Semua perhatiannya tertuju pada tabung reaksi yang ada di tangannya. Dia harus tahu apa yang salah, harus mencari tahu apa yang hilang dari eksperimennya.
Setelah beberapa saat, ia kembali menghadap ke layar komputer yang terhubung ke alat pemindai genetik. Grafik yang muncul di layar tampak aneh, tak sesuai dengan teori yang sudah diterimanya.
Aurelian (berbisik lagi, lebih keras kali ini):
"Apa yang terjadi di sini? Data ini menunjukkan sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh teori apapun. Apakah aku telah menemukan sesuatu yang baru? Atau... sesuatu yang berbahaya?"
Seseorang mengetuk pintu kaca laboratorium, membuyarkan konsentrasi Aurelian. Ia menoleh ke arah pintu, dan masuklah Dr. Selina Graves, rekan kerjanya yang sudah lama dikenal. Wajahnya yang cantik namun serius menunjukkan tanda kekhawatiran.
Selina:
"Aurelian, aku sudah periksa semua perangkat keras. Sepertinya ada yang salah dengan sistem pemantauan genetikmu. Tapi, apa yang sedang kamu kerjakan kali ini?"
Aurelian menatap Selina dengan penuh rasa ingin tahu, tetapi di balik matanya yang tajam, ada ketegangan yang hampir tak terlihat. Ia belum siap untuk membagikan penemuan ini. Ia tahu betul bahwa jika Selina tahu, semuanya akan berubah.
Aurelian:
"Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, Selina. Hanya beberapa data aneh yang muncul. Aku masih mencobanya. Ini bisa jadi terobosan besar, lebih besar dari yang bisa kamu bayangkan."
Selina mengangkat alis, tidak sepenuhnya yakin dengan jawaban itu. Ia melangkah lebih dekat, memeriksa layar yang menunjukkan grafik yang aneh.
Selina:
"Ini tidak terlihat seperti data eksperimen yang biasa. Aurelian, kamu tahu ini bisa berbahaya, kan? Tidak ada yang bisa menjelaskan hasil ini. Kamu harus memberitahu tim penelitian."
Aurelian menarik napas panjang, berusaha mengontrol kegelisahannya. Ia tahu bahwa Selina hanya khawatir, tetapi ia juga tahu bahwa penemuan ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.
Aurelian (dengan suara rendah):
"Selina, ini bukan sekadar eksperimen biasa. Ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Aku bisa merasakannya. Aku yakin ini bukan hanya masalah teknologi atau genetika. Ini adalah langkah pertama menuju sesuatu yang jauh lebih dalam."
Selina menatapnya, ragu. Ia tahu Aurelian memiliki kecerdasan yang luar biasa, tetapi kadang-kadang ia melampaui batas yang seharusnya tidak dilewati.
Selina:
"Aku hanya berharap kamu tahu apa yang kamu lakukan, Aurelian. Ini bisa saja bukan terobosan yang kita tunggu-tunggu... tetapi bencana."
Aurelian menatap Selina dengan tatapan tajam yang penuh keyakinan, seolah-olah ia sudah melangkah lebih jauh dari apa yang bisa dipahami orang lain.
Aurelian:
"Tak ada kemajuan tanpa risiko, Selina. Jangan khawatir, aku tahu apa yang aku lakukan."
Selina menghela napas panjang, merasa tidak nyaman dengan jawaban itu, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Aurelian dengan eksperimennya. Ia melangkah mundur, menatapnya sekali lagi, kemudian keluar dari ruangan laboratorium.
Saat pintu tertutup, Aurelian kembali menatap tabung reaksi di tangannya. Hatinya berdebar. Ia tahu ia telah melewati batas yang sudah lama ia tentukan. Penemuan ini bisa jadi sesuatu yang luar biasa... atau bencana besar yang tak terelakkan.
Aurelian (berbisik pada dirinya sendiri):
"Ini hanya permulaan. Aku harus melihatnya lebih dekat... lebih dalam."
Dia menatap layar komputernya sekali lagi, kemudian melanjutkan eksperimen tanpa ada keraguan sedikit pun. Tak ada jalan kembali sekarang.