Tapi, semua kekhawatirannya itu lenyap berganti kelegaan, karena malam ini tepat di hari ulang tahunnya, Ivan melamarnya.
Di sebuah restoran berbintang yang berada di pinggir pantai, dengan diiringi alunan musik romantis dari pemain musik ternama yang sengaja didatangkannya, juga ditemani deburan ombak, dan disaksikan cahaya bulan, Ivan berlutut sambil memegang cincin di tangannya, menyatakan keinginannya untuk menikahinya.
Wanita mana yang tidak terharu jika dihadapkan dengan acara lamaran seperti itu, apalagi Ivan sengaja menghiasi tempat itu dengan puluhan lilin dan ratusan mawar segar kesukaan Yuna, hanya untuk mempersembahkan makan malam romantis buatnya.
Dia bahkan sengaja mengosongkan seluruh restoran itu, agar momen romantis malam ini tidak diganggu oleh siapapun.
Namun di tengah kebahagiaan Yuna saat ini, ada sesuatu yang sedang mengganjal di hatinya.
Ivan berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Dia seorang pria sholeh, yang memegang teguh pada nilai-nilai agama. Ivan sangat mementingkan keperawanan seorang wanita, sedangkan Yuna sudah tidak memilikinya lagi.
Ya, dia telah kehilangan itu sejak masih SMA. Akibat gaya berpacaran yang salah, juga kurangnya perhatian dari orang tuanya, sehingga Yuna menyerahkan satu-satunya harta paling berharganya pada pacarnya saat itu.
Kini terjadi peperangan di hati Yuna.
Hmm ... bagaimana kalau dia mengetahuinya saat malam pertama kami nanti, dan langsung menceraikanku?
Berterus terang pada Ivan juga tidak mungkin, yang ada, Ivan pasti akan langsung meninggalkannya saat ini juga.
Dulu saja Ivan tidak segan-segan memutuskan pacarnya karena ketahuan sudah tidak perawan lagi, padahal pacarnya saat itu juga sangat cantik.
Jadi, kecantikan Yuna, tidak akan membantunya saat ini.
Dan tentu saja, saat Ivan meninggalkannya nanti, di luaran sana pasti akan banyak wanita yang berlomba untuk menggantikan posisinya.
Yuna sungguh tidak rela melepaskan pria sebaik Ivan. Pria itu tidak hanya muda, tampan, dan kaya raya, tetapi juga memiliki kepribadian yang baik.
Apalagi Ivan tidak hanya bisa menaikkan status sosialnya, tapi juga merupakan tambang emas baginya. Wanita mana yang rela melepaskan pria sempurna seperti Ivan.
Ah masa bodo .... kalaupun ketahuan, bukankah setidaknya aku bisa menerima harta gono gini darinya?
Berpikir seperti itu, Yuna memutuskan untuk menerima lamaran Ivan tanpa pikir panjang lagi.
Dia segera mengulurkan tangannya dengan tersenyum bahagia, lalu menganggukkan kepalanya dengan kuat, sebagai tanda setuju.
Ivan memasangkan cincin ke jari manis Yuna, lalu berdiri, dan memeluk wanita itu.
Tidak seperti wajah pria yang bahagia karena lamarannya baru saja diterima oleh pujaan hatinya, wajah Ivan justru terlihat datar. Tidak ada raut kebahagiaan sama sekali.
Ivan mengajak Yuna duduk di satu-satunya meja yang ada di tempat itu, lalu fokus menyantap makanannya dalam diam.
Yuna tidak terpengaruh dengan sikap Ivan, dia sedari tadi sibuk memperhatikan cincin yang ada di tangannya.
Dia bahkan mengabaikan daging steak yang ada di hadapannya, saking bahagianya.
Usai menghabiskan makan malamnya, Ivan mengajak Yuna meninggalkan restoran.
"Sekarang kita mau ke mana, Sayang?"
Yuna yang mengira Ivan masih mempunyai kejutan lain untuknya, bertanya dengan antusias.
Namun jawaban Ivan seketika membuatnya kecewa.
"Pulang!"
"Loh, kok, pulang, sih ... ini, kan, baru jam 9!" protes Yuna dengan wajah ditekuk.
Baginya jam 9 malam masih terlalu dini untuk pulang, apalagi ini adalah hari spesialnya. Tentu saja dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Ivan.
"Hari ini aku lelah, dan ingin istirahat!"
Mendengar jawaban Ivan, membuat Yuna tiba-tiba memikirkan sebuah ide.
Ya, benar.... kenapa aku tidak membawanya check-in di hotel, dan membuatnya mabuk saja. Setelah dia mabuk, dia tidak akan menyadari aku masih perawan atau tidak. Jadi saat malam pertama nanti, dia tidak akan bertanya lagi.
"Bagaimana jika kita ke hotel saja, Sayang ... aku yakin di sana nanti semua rasa lelahmu akan hilang!"
Yuna berbisik ke telinga Ivan dengan nada menggoda, sambil memeluk lengan kokoh pria itu yang sedang memegang kemudi.
Tidak hanya itu, sebelah tangannya juga bergerak membuka kancing teratas Ivan, bermaksud menelusupkan tangannya ke balik kemeja pria itu.
Namun sebelum Yuna berhasil menyentuh dadanya, Ivan segera menangkap tangan Yuna, dan menepisnya dengan kasar, lalu menarik lengannya yang dipeluk Yuna tadi.
"Yuna, jaga sikapmu! Aku sedang menyetir!" hardik Ivan sambil tatapannya tetap menatap ke depan jalan.
Yuna menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi dengan kesal. Melihat Ivan mulai marah, dia tidak berani mengganggunya lagi.
"Baiklah, Sayang! Aku akan sabar menunggu, hingga kita tiba di hotel nanti!"
"Yuna, sebagai gadis baik-baik, apa kamu tidak malu bicara seperti itu?"
"Apa salahnya, sih ... toh, kita juga sebentar lagi akan menikah! Jaman sekarang, sangat wajar jika pasangan melakukan itu sebelum menikah!" jawab Yuna dengan sewot.
"Meskipun kita akan menikah, tapi aku tetap pada prinsipku untuk tidak melakukannya sebelum kita benar-benar sah sebagai suami istri!" tegas Ivan.
Wajah Luna langsung cemberut begitu mendengar jawaban Ivan.
Inilah yang tidak disukainya dari Ivan, pria itu terlalu kaku dalam memperlakukan pasangannya.
Sejak Yuna mengenal Ivan tiga tahun yang lalu, dan mereka resmi mengumumkan pertunangan mereka, pria itu tidak pernah sekalipun mau diajak berhubungan intim.
Jangankan melakukan itu, berciuman saja mereka tidak pernah.
Padahal menurut Yuna, itu merupakan bentuk ungkapan cinta seseorang terhadap pasangannya.
Itulah kenapa terkadang Yuna bermain mata dengan pria lain tanpa sepengetahuan Ivan, berharap bisa mendapatkan pria yang lebih baik darinya.
Namun diakuinya, tidak ada pria yang sebaik Ivan. Meskipun sikap Ivan terkesan dingin dan kaku, tapi pria itu sangat royal terhadapnya. Itulah sebabnya kenapa Yuna merasa sayang kalau sampai kehilangan pria sebaik Ivan.