Lorong rumah sakit itu sepi, hanya suara langkah kaki Kania yang terdengar menggema saat ia bergegas menuju ruang ICU. Wajahnya pucat, napasnya terengah. Matanya sembab, namun sorotnya tajam-seorang ibu yang tak bisa membiarkan anaknya kalah.
Di balik kaca tebal ICU, tubuh mungil Arka terbujur dengan selang dan kabel medis menempel di tubuhnya. Usianya baru lima tahun, tapi tubuhnya sudah akrab dengan suntikan, obat-obatan, dan ruang steril.
Kania menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang sudah nyaris pecah sejak pagi.
"Bu Kania?"
Suara lembut suster Nila menyadarkannya.
"Saya sudah siapkan dokumen untuk rujukan rumah sakit luar kota. Tapi... biayanya tidak sedikit."
Kania mengangguk pelan. "Saya tahu. Tapi saya akan cari caranya. Saya cuma minta satu hal... jangan berhenti berjuang untuk anak saya."
Suster Nila menatapnya penuh simpati. "Kami akan lakukan yang terbaik."
Belum sempat Kania menjawab, ponselnya bergetar.
Bagas (Mantan Suami)
"Kania, kamu gila? Mau pindahin Arka ke rumah sakit swasta? Kamu pikir duit datang dari mana?"
Kania
"Aku akan cari. Aku nggak minta bantuan kamu. Aku cuma kabari karena Arka anakmu juga."
Bagas
"Anak itu lemah dari lahir. Aku udah capek. Kamu aja yang masih kekeh mikirin dia. Aku punya hidup sendiri sekarang."
Kania
"Kamu bisa punya hidup sendiri karena aku yang urus semua sendiri selama ini!"
Bagas
"Kalau kamu nggak bisa bayar, urus aja sendiri. Jangan harap aku bantu!"
Panggilan terputus. Kania menatap layar ponselnya lama, lalu menghela napas. Tangannya bergetar, tapi ia cepat menyembunyikan itu di balik tasnya. Ia tahu, tak ada waktu untuk rapuh.
Tak lama kemudian, seseorang mendekatinya. Lelaki berjas rapi, wajahnya asing namun penuh empati.
"Maaf, Bu... saya dengar dari suster, Anda butuh rujukan dan biaya bantuan?" tanyanya hati-hati.
Kania menatap lelaki itu curiga. "Anda siapa?"
"Nama saya Reza. Saya relawan yayasan kesehatan. Kami biasa bantu pasien anak yang butuh penanganan segera. Boleh saya tahu kondisi Arka lebih jauh?"
Untuk sesaat, dunia Kania yang sempit sedikit terbuka. Tapi ia tahu, ini belum selesai. Bahkan mungkin baru dimulai.