Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Cinta Wanita Malam
Cinta Wanita Malam

Cinta Wanita Malam

4.6
7 Bab
757 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Ting...Ting...Ting Bipbipbipbipbip (anggep aja nada dering panggilan) Sania terbangun dari tidur dan meraih hp nya yang dari tadi berdering. Dia kesal karena mengganggu tidur nyenyaknya. Oh ayolah Sania susah sekali untuk bangun, dia lebih suka tidur dan mimpi indah. "Siapa sih ganggu orang tidur aja, bisakan cukup kirim..." ucap Sania sebelum diseberang memotong ucapannya "gue udah udah di depan kos, cepet siap-siap kalau ga kita telat" jawab Gevan. "njirrr gue lupa kalau kak Gevan ngajakin berangkat bareng" batinnya sambil nepuk jidat. Berarti kedepannya dia harus tepat waktu dong berangkat sekolah. "hehe iya kak tunggu ya" ucapnya dan langsung bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Ini kedua kalinya dia tidak mandi karena takut telat. SKIP Mereka pun sampai di parkiran sekolah, Gevan emang tiap hari jadi pusat perhatian apalagi dia murah senyum, membuat cewek - cewek menjerit. Tapi ketika Sania keluar dari pintu mobil sebelah, perhatian mereka semua tertuju ke Sania. Ada yang mencibir, ada yang memuji kalau Sania dengan Gevan sangat serasi. Sedangkan Sania bangga dengan pd nya melambaikan tangan ke arah mereka, dia berasa jadi artis dadakan. Gevan yang malu dengan tingkah Sania pun buru - buru menarik tangan Sania menuju kelas XI IPS2. "Udah sana belajar yang bener jangan bolos" ucap Gevan sambil mengacak rambut Sania. "Oke bos, makasih kak udah jemput dan nganter ke kelas, berasa punya bodyguard, ganteng lagi" jawab Sania Sambil nyengir. "Hahaha ada - ada aja, ya udah sana masuk" suruh Gevan dan dia pun langsung menuju kelasnya yang berada di kelas XII IPA1 Sania pun menuju ke bangkunya dan melihat sahabat yang cengo kecuali Gea. Brakkkk "Iya tau gue emang cantik jadi liatnya biasa aja dong" ucap Sania dengan memukul meja depan Nella. "Anjirrr... Pd banget lo, btw kesambet apaan lo San jadi tepat waktu ke sekolah? Udah gitu bareng kak Gevan lagi" jawab Nella "Iya padahal hari ini ga ada ulangan loh san" tanyak Novi juga "Mungkin jidatnya habis kepentok di jalan" jawab Gea dengan wajah menyebalkannya. "Kepooooo kayak dora, dahlah gue mau lanjut tidur masih ngantuk nih" ucap Sania langsung menelungkup kepala di meja bangku dengan melipat kedua tangannya. ~~~~~~ Di tempat lain Bara sedang mengendarai motor sport nya, dan baru sampai di parkiran. Dari gerbang sudah menjadi pusat perhatian siswa siswi SMA BRAWIJAYA, apalagi ketika Bara membuka helm banyak siswi yang berdecak kagum. "ganteng banget woy murid barunya" "ini mah jodoh gue" "Sungguh indah ciptaanmu Tuhan" "Ya ampun itu manusia apa pangeran" "Aahhhrrrgg matanya sungguh tajam" "Sekolah kita nambah pangeran lagi" "Kalau kata gue ini mah paling ganteng di SMA BRAWIJAYA" Dan banyak lagi pujian yang ditujukan untuk Bara. Bara sudah terbiasa dengan itu dia pun langsung menuju ruang kepala sekolah, sepanjang perjalanan dia muak mendengar pujian untuknya. Tokk tokk tokk Bara mengetuk pintu ruang kepala sekolah "masukk" jawab dari dalam ruangan, Bara pun masuk. "Saya murid baru" ucap Bara dengan wajah datar "Ohh Albara Adipta Brawijaya ya, kamu ada di kelas XI IPS2, dan ini wali kelas kamu ibu Tyas" ucap kepala sekolah. "Mari Bara ibu juga ada jadwal di kelas kamu" ajak bu Tyas kepada Bara, sambil keluar dari ruangan dan menuju kelas yang akan Bara tempati. Sesampainya di kelas, semua kelas XI IPS2 langsung diam saat guru memasuki kelas dan di ikuti Bara. Seketika siswi di dalam kelas heboh karena ada murid baru yang sangat tampan. "Diamm semuanya" ucap ibu Tyas "Kita hari ini kedatangan murid baru, ayo perkenalkan diri kamu" lanjut Ibu Tyas "Nama gue Bara" ucap Bara jelas dan terlalu singkat, ga ada senyum atau apa, wajahnya dingin. Membuat mereka semua yang ada di kelas cengo, cuma satu orang yang tidak terusik dan dia sedang tertidur, Bara melihatnya. "Hanya itu? Ya udah kamu duduk di sebelah Kristan, dan Kristan angkat tangan kamu" ucap bu Tyas Bara pun menuju bangku Kristan melewati bangku Sania dan Novi, ketika sampai di sebelah Sania, dia menendang bangku Sania dan melewatinya. "Anjinggg... Siapa yang ganggu gue" teriak Sania dengan kesal, dia sangat kaget sekaligus pusing malah ada yang mengusik. Dan Novi menyeggol bahu Sania agar diam karena ada guru. "Saniaaa jaga ucapan kamu, ada guru disini !!!" teriak ibu Tyas sekaligus marah. "mati gue" batin Sania, "Maaf bu saya gatau kalau ada ibu" ucap Sania. "Lo ngapa ga bangunin gue sih" bisik nya pada Novil dengan mata mendelik "Aku udah bangunin kamu daritadi, tapi nyuruh dia mau lanjut tidur" Bela Novi pada dirinya. "Daritadi kamu ngapain aja kenapa bisa gatau" tanya Ibu Tyas "Saya fokus membaca bu jadi ga sadar" jawab Sania, alasan yang masuk akal. Sania sangat pintar mencari alasan. "Bohong , dia tidur dari pertama saya masuk" ucap Bara Sania melotot siapa yang berani padanya, dia menoleh ke belakang, dan matanya tambah melotot ketika ada murid baru ganteng tapi sayang dia tetap menyebalkan dari pertama mereka bertemu

Bab 1 Kecelakaan

Sania, gadis cantik berusia 19 tahun, kulitnya putih dengan mata kecoklatan, tubuhnya ramping dan tinggi. Dia benar-benar sempurna sebagai seorang wanita. Sania adalah gadis yang sangat manja, dia dua bersaudara, Sania dan Tania adiknya. Kehidupannya penuh dengan kemewahan, tapi itu dulu sebelum ayahnya mengalami kecelakaan dan mengakibatkan meninggal dunia.

Tok.. tok... tok...

"Permisi,," ujar suara dari luar sembari mengetuk pintu. Sania yang sedang bercengkrama dengan ibu dan adiknya merasa terganggu. Dia pun bergegas membukakan pintu untuk seseorang yang berada di luar pintu.

Alangkah kagetnya Sania di buatnya, ternyata orang yang mengetuk pintu adalah seorang polisi.

"Siapa San?" tanya ibunya dari dalam. Bu Lidia pun menghampiri Sania, karna dia juga penasaran dengan tamunya.

"Permisi Bu," sapa polisi itu setelah Bu Lidia keluar. Sania pun minggir ke samping untuk memberi jalan kepada ibunya.

"Ada apa ini Pak?"

"Maaf mengganggu waktunya Bu," ujar pak polisi tersebut. Bu Lidia hanya mengangguk.

"Tidak pa-apa Pak, mari silahkan masuk." Dua polisi itu pun masuk ke dalam rumah, dan duduk di kursi ruang tamu. Bu Lidia dan Sania ikut duduk bersebrangan dengan polisi tersebut.

"Ada apa ya Pak?" tanya Bu Lidia dengan harap-harap cemas, karna selama ini dia tidak pernah di datangi oleh seorang polisi seperti ini.

"Maaf sebelumnya Bu, jika saya akan membuat Ibu terkejut," ujar polisi tersebut. Bu Lidia dan Sania hanya mengangguk tidak sabar dengan maksud kedatangan polisi tersebut.

"Begini Bu, apa benar pak Lukman adalah suami Ibu?"

"Iya benar Pak, memangnya kenapa ya dengan suami saya?"

Polisi tersebut menarik nafas panjang, seakan apa yang ingin di sampaikannya begitu berat.

"Maaf Bu, suami Ibu mengalami kecelakaan dan sekarang sedang kritis." Bagai di sambar petir di siang bolong. Bu Lidia merasa kaget dan pingsan seketika. Sania yang mendengarnya sangat syok, dia benar-benar tidak percaya dengan kabar yang di bawa dua polisi itu.

"Bu, Ibu bangun,,," tangis Sania pecah seketika melihat ibunya tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian, Bu Lidia terbangun dari pingsannya. Dia menangis di pelukan Sania. Mereka pun bergegas menuju rumah sakit untuk melihat keadaan ayahnya Sania.

Setiba di rumah sakit, Sania melihat seorang pria dan keluarganya yang telah membuat ayahnya mengalami kecelakaan sedang duduk di kursi tunggu. Dia dan ibunya pun melewatinya begitu saja.

Bu Lidia dan Sania hanya bisa melihat dari jendela ruangan di mana Pak Lukman terbaring. Mereka terus menangis melihat keadaan Ayah Sania yang di pasang banyak selang itu.

"Maafkan putra saya Bu," ujar Bapak-bapak yang sedari tadi melihat bu Lidia dan Sania menangis. Bu Lidia hanya mengangguk, dia sudah tahu penyebab suaminya kecelakaan. Dan itu tidak serta merta karna kesalahan pemuda yang sedang duduk dan menunduk itu, tapi karna suami Bu Lidia menyebrang tanpa melihat kanan kiri, dan akhirnya kecelakaan pun tak bisa dielak. Apalagi saat itu, pemuda yang menabrak Pak Lukma mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Tidak pa-apa Pak, mungkin ini sudah takdir. Ini juga karna salah suami saya," jawab Bu Lidia dengan uraian tangis yang belum terhenti. Sania memegang tangan ibunya dan menenangkan.

"Semua biaya rumah sakit biar saya yang tanggung Bu," ujar bapak itu lagi. Bu Lidia hanya mengangguk.

Mereka pun bersama menunggu Dokter keluar. Beberapa saat kemudian, pintu yang sedari tadi tertutup akhirnya terbuka. Seorang Dokter keluar dengan raut wajah yang sudah dapat di tebak.

"Gimana Dok dengan suami saya?"

"Maaf Bu, pasien tidak bisa di selamatkan." Bu Lidia yang mendengarnya langsung luruh ke lantai. Sania langsung memeluk ibunya, mereka pun menangis bersama karna di tinggal begitu cepat.

Pemuda yang sedari tadi menunduk, kini melihat Sania dan ibunya yang sedang manangis itu. Dia benar-benar merasa bersalah, karna telah membuat salah satu keluarga dari mereka meninggal.

Andai saja dia tidak melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, mungkin saja seseorang yang ada di dalam ruangan itu tidak akan meninggal. Sesalnya pada dirinya sendiri. Pemuda itu terus menatap Sania, dia begitu merasa iba karna telah membuat ayahnya Sania meninggal.

Pemuda itu hanya terdiam, entah kenapa hatinya begitu terenyuh melihat Sania menangis. Rasa iba dan rasa yang lain muncul bersamaan, dan dia tidak tahu itu.

Ambulan pun membawa jenazah ayah Sania ke rumahnya. Banyak tetangga yang sudah menunggu kedatangannya, karna sebelum dia pulang, Sania terlebih dahulu menghubungi pamannya, mengabarkan jika ayahnya kecelakaan dan akhirnya meninggal.

Setelah persiapan pemakaman selesai, Sania dan Tania ikut mengiringi jenazah ayahnya ke kuburan. Ibunya tidak bisa ikut, karna dia sedang syok hingga menyebabkan pingsan beberapa kali.

Jenazah pun di kebumikan, dan tetangga yang ikut mengiringi juga sudah beranjak. Hanya tinggal Sania dan adiknya yang masih setia duduk di pinggir kuburan tersebut.

"Ayah, kenapa ayah meninggalkan Tania begitu saja." Tangis Tania tak bisa terbendung, dia terus sesegukan melihat batu nisan ayahnya. Karna memang Tania lah yang sangat dekat dengan ayahnya.

Sania merangkul adiknya tersebut, mencoba memberikan kekuatan, walau sebenarnya dia sendiri sedang rapuh. Pamannya yang tidak melihat keponakannya ikut pulang, segera kembali berputar arah. Dia melihat Sania dan Tania sedang menangis. Pamannya mendekati mereka, dan membujuk mereka untuk pulang.

Akhirnya Sania dan Tania ikut pulang bersama pamannya. Sesampainya di rumah, Sania melihat pemuda itu dan orangtua pemuda tersebut sedang duduk bersama bibinya. Sania tidak memperdulikannya, dia pun bergegas masuk ke dalam kamar tanpa basa-basi dengan tamunya itu.

Malam pun akhirnya tiba, seperti biasa jika ada yang meninggal, keluarga yang di tinggalkan mengadakan acara tahlilan. Begitu juga dengan keluarga Sania.

Tidak terasa tujuh hari telah berlalu, itu artinya Sania dan keluarganya telah di tinggalkan selama satu minggu. Dan selama itu pula, ibunya hanya terdiam dan tak bicara sama sekali. Bu Lidia sangat terpukul dengan kepergian suaminya, dia tidak berpikir jika ada putri-putrinya yang membutuhkannya.

Hingga suatu hari, sepulang Sania kuliah dia tidak melihat ibunya keluar dari kamar sama sekali. Sania merasa cemas, dia sudah beberapa kali mengetuk pintu kamar ibunya, namun tidak ada sahutan sama sekali.

Sania pun bergegas ke rumah pamannya, dan memberitahu pamannya jika ibunya dari tadi di dalam kamar tidak keluar-keluar. Dengan terburu-buru Sania dan pamannya bergegas menuju kamar ibunya.

"Apa kamu punya kunci cadangan?" Sania hanya menggeleng. Jika dia punya, dia tidak mungkin memanggil pamannya dan meminta tolong. Karna Dia tahu, sebenarnya paman dan ayahnya tidak akrab, apalagi bibi dan ibunya.

"Ya sudah, biar Paman dobrak saja."

Setelah pintu terbuka, sesuatu yang tak pernah di inginkan terjadi.

"Ibu,,,," teriak Sania menghampiri ibunya. Tangisan Sania pecah ketika melihat ibunya tergeletak dengan mulut berbusa.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 7 Baju Bolong   11-11 10:55
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY